info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Catatan Syukur Pengajar Muda

Tidar Rachmadi 5 Februari 2012

Begitu banyak selebrasi dalam kehidupan. Kelahiran, kelulusan, ulang tahun, pernikahan, dan sebagainya. Seberapa besar selebrasi tersebut diperingati tergantung pada tiap insan yang menjalaninya. Namun, kita banyak terlena pada hal-hal besar sehingga kerap melupakan bahwa hal kecil yang tampak tak penting justru layak diapresiasi.

Dengan bertambahnya usia dan bertambahnya pengalaman menjadi Pengajar Muda di Pulau Bawean, saya belajar untuk banyak bersyukur. Ternyata, hal-hal kecil yang kelihatan sepele justru bisa sangat membahagiakan. Begitu banyak bola-bola kebahagiaan beterbangan di sekitar kita dan itu semua gratis. Tinggal bagaimana kita mengasah kepekaan untuk menangkap bola kebahagiaan tersebut, lalu merayakannya. Kalau anda bisa mengapresiasi hal kecil di sekitar anda, maka kebahagiaan pasti sering menghampiri anda. Saya jamin.

Saya akan menuliskan beberapa hal yang belakangan ini sering membuat saya bersyukur dan bahagia, atau paling tidak senyum-senyum sendiri. Hal-hal inilah yang saya dapatkan semenjak menjadi pengajar muda dan menjadi penduduk Pulau Bawean.

1.      Melihat murid terbahak

Melihat mereka memegang perutnya sambil mendengar alunan riang nan kompak berbunyi HA-HA-HA-HA dari seantero kelas setelah saya melempar lelucon membuat saya merasa sebagai komedian kelas dunia. Pelawak nomor wahid. Siapa itu Sule? Komeng? Russel Peter? Coba suruh mereka melawak depan murid saya. Ah, kok rasanya saya lebih lucu dibanding mereka semua. Dan pastinya, lelucon saya ini aman dikonsumsi anak-anak. Tidak ada unsur SARA, jauh dari porrno, ataupun mengolok-olok fisik.

2.      Saat semua nama murid berhasil dihafalkan

Saya beri tahu, menghafalkan nama baru dengan wajah yang sama sekali asing bukanlah perkara mudah. Kalau tidak sering-sering berinteraksi dan bergaul dengan mereka, waktu setahun pun terasa kurang untuk bisa menghafal nama murid. Saya ingat, butuh berhari-hari bagi saya untuk menghafalkan nama murid dari kelas 1 sampai kelas 6. Apalagi beberapa diantara mereka merupakan anak kembar yang tampilan fisiknya 11-12 alias mirip. Ketika akhirnya saya berhasil menghafal nama mereka semua, rasanya wah sekali. Pernah seorang guru yang sudah beberapa tahun bertugas bertanya begini kepada saya. “Pak Tidar, murid kelas 3 yang rambutnya keriting itu siapa pak namanya?” Duarrr!

Dalam hati saya membatin, bukankah seharusnya beliau yang lebih hafal? Kedua, murid kelas 3 tidak ada yang rambutnya keriting, Pak...

3.      Dari kejauhan mendengar murid menyanyikan lagu nasional yang baru diajarkan pagi harinya

Suatu ketika saya sedang duduk di Masjid menunggu waktu magrib sampai tiba-tiba terdengar suara lantang menyanyikan lagu Bangun Pemuda-Pemudi. Di lain waktu, dari bukit sebelah sayup-sayup ada beberapa suara kecil melantunkan Hymne Guru. Kadang terdengar mereka bersahut-sahutan ketika bernyanyi.Dalam sekejap, lagu kesukaan yang dibawakan penyanyi favorit saya pun kalah merdu rasanya. Yang tidak kalah lucu ialah mendengar lagu-lagu yang saya ajarkan di sekolah juga turut dinyanyikan ibu-ibu ataupun bapak-bapak, baik ketika mereka menyapu, menggendong anaknya, atau mengambil rumput.

Imajinasikan ini: Ibu-ibu menyanyikan “Halo-Halo Bandung” dengan penuh semangat sembari menyiangi bawang.

4.      Fully charged laptop

Percaya atau tidak, ketika baterai laptop saya sedang penuh, rasanya seperti dunia ada di tangan saya. Rasanya saya bisa melakukan apa saja yang saya mau (meskipun tentu saja tanpa sinyal internet). Mungkin terasa berlebihan, tapi itulah kenyataannya. Coba rasakan sendiri hidup di tengah ketidakpastian kapan listrik menyala. Perasaan akan mudah terombang-ambing oleh gelombang keterbatasan. Tapi manakala baterai laptop penuh, artinya saya dapat melakukan banyak hal. Belajar, nonton film bersama anak-anak, mendengarkan lagu, atau membuat RPP.

5.      Tak ada noda membandel

Sehabis mencuci pakaian yang menumpuk 3 hari dan melihat ember untuk pakaian kotor tidak ada isinya itu sungguh menyenangkan. Hidup jadi lebih ringan. Nafas lebih segar. Senyumpun melebar. Melangkah jadi lebih percaya diri. Rasanya persis seperti terbebas dari lilitan hutang. Menulis rencana pembelajaran pun jauh lebih enteng, serasa dibantu 10 tangan!

6.      Saat murid mengingatkan ketika salah berbicara

Tidak ada yang lebih menggembirakan bagi seorang guru daripada mengetahui muridnya menangkap pelajaran dengan sepenuh hati. Darimana kita dapat mengetahuinya? Gampang. Ketika para murid mengkoreksi ucapan atau penjelasan gurunya. Saya pernah terbalik menyebut kain sebagai konduktor panas. Sesaat itu pula, para murid langsung sibuk angkat tangan dan membetulkan penjelasan saya yang keliru. Sesaat itu pula saya meminta maaf kepada mereka. Kesalkah saya? Tentu tidak. Justru sangat gembira karena artinya para murid benar-benar paham dan mendengarkan dengan seksama pelajaran yang disampaikan. Ada banyak kekeliruan lain yang kerap dikoreksi oleh murid. Sebagai guru yang tak luput dari khilaf, saya bersyukur memiliki murid seperti mereka.

7.      TEMPE!

Hidup di Bawean artinya tiada hari tanpa olahan ikan. Berbagai macam ikan laut nan segar yang divariasikan penyajiannya menjadi makanan sehari-hari. Tapi itu kalau cuaca sedang bagus. Kalau cuaca sedang buruk, tentu tak ada nelayan yang berani melaut. Ikan segar menghilang dari pasaran. Lantas, laukpun beralih pada ikan kering. Ikan kering ialah lauk yang sudah dipersiapkan sejak berbulan-bulan lalu untuk menghadapi cuaca buruk. Intinya, ya tetap ikan. Bukannya tidak senang, tapi yaaa, begitu deh. Oleh karena itu, apabila sedang berkunjung ke kecamatan dan melihat tempe, duh, jangan tanya seperti apa hati ini deg-degannya. Tempe itu seperti menggoda melambai-lambai sambil berseru, “Hallo, teman lama! Eat me!

8.      Percobaan yang sukses

Wajah-wajah serius mereka ketika melakukan percobaan, ekspresi penasaran menunggu hasil, hingga letupan bahagia manakala percobaan yang dinanti sukses. Saya rasanya seperti seorang jenius yang mampu melahirkan ilmuwan-ilmuwan cilik. Tidur malam yang berkurang jatahnya karena mempersiapkan alat dan bahan rasanya tak sia-sia. Sungguh bahagia tak terperi.

9.      RPP

Bagi seorang pengajar, bahagia sejati adalah selesai membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) untuk esok hari atau untuk seminggu ke depan. Mau diketik atau tulis tangan, halal. Berangkat sekolah seribu kali lipat lebih percaya diri.

10.  Suara ponsel kala memasuki wilayah bersinyal

♫♫ Tidit, hpku berbunyi, tidit tidit begitu bunyinya ♫♫

Akhirnya, ponsel ini terbangun dari tidurnya. Bertubi-tubi sms, e-mail, dan notifikasi lainnya masuk membawa 1001 macam kabar. Tidak ada yang spesial ketika anda hidup di kota besar dan ponsel anda berbunyi. Namun, saat anda tinggal di daerah tanpa jangkauan sinyal dan ketika anda melancong ke daerah yang terdapat sinyal dan ponsel itu berbunyi. Seakan bunyi itu adalah alarm bahwa sekarang sudah tahun 2012.

11.  Pijat ikhlas nikmat sehat sekejap

Ketika duduk memeriksa tugas di meja guru, lalu tiba-tiba ada sepasang tangan mungil hinggap di pundak. Sesaat kemudian, tangan tersebut melakukan manuver pijatan. Surga dunia. Jujur saja, disaat letih setelah mengajar, menikmati pijatan tentu saja membuaikan. Tapi sayang, ini semua harus diakhiri. Tidak pantas dilihatnya. Saya tahu murid saya ikhlas, tapi saya merasa tak nyaman. Bukan karena tak enak, tapi ini anak orang dan saya guru. Jadi meskipun hanya semenit sudah sukses membuat saya bahagia. Hilang semua lelah.

12.  Ditraktir murid

Ya, di-trak-tir murid. Ketika saya tanyakan kenapa mereka rela membelikan kacang, olahan ikan, atau es kepada saya, jawabannya sederhana, “Kita makan enak, tapi Pak Guru tak makan. Biar sama.” Sehari rata-rata mereka jajan Rp. 1000. Dan mereka mengikhlaskan setengah uang jajannya dibelikan makanan untuk saya. Silahkan bayangkan sendiri perasaan apa yang datang kepada saya.

************

Masih banyak sebenarnya hal-hal sederhana lain yang membuat saya bersyukur mengemban tugas sebagai Pengajar Muda di Pulau Bawean. Saya belajar bahwa menjadi bahagia itu mudah dan murah. Bersyukurlah pada sinar mentari yang menghangatkan bumi, memberikan energi pada hidup manusia, dan mengeringkan cucian kita. Bersyukurlah pada hujan yang telah mengairi sawah dan kebun, memberikan kita kesempatan tidur nyenyak, dan membuat kita dapat mencium bau khas tanah yang basah. Bersyukurlah atas hal yang sederhana karena itu sebenarnya justru memperkaya batin kita, manusia.


Cerita Lainnya

Lihat Semua