Keterbatasan itu tak mematahkan Nasionalisme kami
Francisca Andana Okasanawati 3 Februari 2012“Meski kami tak memilki lapangan, tak memiliki sepatu, topi dan dasi, izinkan Sang Merah Putih tetap berkibar di SD kami. Kami rindu mengangkat tangan kanan kami, dan melihat ke atas mengagumi sang Merah Putih. Biarkan kami merayakan kebebasan di Zaman Kemerdekaan ini."
Waktu bergulir begitu cepatnya, kulihat kalender yang ada di kantor guru, tanyaku dalam hati “tanggal berapakah ini?” Lalu tiba – tiba terselip dalam benakku sudah beberapa minggu aku disini, tetapi kenapa tidak ada upacara ya?
Kutanyakan pada salah seorang guru, dan ternyata sudah hampir 4tahun di sekolah ini tidak pernah diadakan upacara. Ku bayangkan terus apa yang akan terjadi ketika mereka tidak mengenal upacara? Tidak ada lagu kebangsaan dinyanyikan, sang merah putih hanya menjadi hiasan di depan sekolah, yang mereka tahu bendera merah putih itu dipasang di tiang depan sekolah setiap hari. Mereka bahkan tidak mengetahui makna dari sebuah upacara, penghormatan kepada sang merah putih bahkan menyanyikan lagu pasti tak hafal. Aku berkonsultasi kepada guru tersebut, lalu ia setuju ada upacara dan bersedia membantuku. Tak lupa ia menyarankan aku untuk meminta ijin kepala sekolahku.
Bergegas aku ingin mendatangi bapak kepala sekolah, kakiku berjalan begitu cepat menuju kantor kepala sekolah, kuutarakan apa yang ingin aku lakukan. Beliau menanggapi dengan baik dan menyetujui keinginanku tak lupa ia juga meminta pertimbangan dewan guru, para guru pun menyambut dengan baik, mereka membantuku mempersiapkan murid – murid untuk melatih upacara. Ketika diumumkan ada upacara, murid – muridpun antusias dan merasa senang sekali. Mereka semua ingin menjadi petugas upacara, akhirnya diputuskan bahwa petugasnya murid kelas 5 dan kelas 4 sebagai paduan suaranya.
Beberapa anak mendekatiku dan menanyakan : “ibu, terus kita upacara dimana ? kita khan ga punya lapangan? “ akupun tak kalah cepat menjawab : “ khan kita bisa menggunakan jalan ini untuk upacara,nanti ibu yang atur barisannya, oke? “ Merekapun mengangguk dan dengan senang hati menyambut upacara di hari Senin nanti.
Jumat siang para petugas berlatih dengan sunguh – sunguh kulatih satu – satu petugas upacara tersebut, meskipun sulit sekali melatih mereka namun aku tetap berjuang dan bersemangat karena semangat mereka yang luar biasa, kuajarkan cara baris – berbaris pada mereka, setelah itu baru belajar tata upacara yang benar. Petugas yang ditunjuk pun selalu bersemangat menanyakan cara bebaris yang benar, berdiri yang benar untuk menjadi petugas yang baik. Setelah selesai latihan upacara, kami bergegas kembali ke kelas dan menghafal lagu – lagu yang akan dibawakan saat upacara hari senin. Salah seorang guru senior membantuku untuk melatih mereka, akupun hanya tersenyum memandangi mereka dari luar kelas. Hari itupun berlalu dengan cepat dan kami semua pulang sekolah dengan senyum puas karena murid – murid sudah berlatih dengan keras dan baik.
Hari Sabtu sepulang sekolah kami juga berlatih untuk keduakalinya, meski lagi – lagi anak – anak lupa namun mereka semangat untuk mengingatnya, berlatih dengan sungguh – sungguh kembali. Tawa dan senyum ceria mereka terlihat sekali, mata berbinar – binar untuk mengadakan upacara di sekolah. Beberapa siswa menanyakan apakah perlu menggunakan dasi dan topi, lalu kujelaskan kalau mereka punya dipakai kalau tidak ya tidak papa. Aku tidak ingin memaksa mereka untuk memiliki topi dan dasi, sepatu saja mereka tidak punya, bagi mereka untuk membeli barang – barang tersebut harus menunggu orang tua mereka punya uang. Rasanya sungguh kasihan, uang sebesar 15 ribu mereka tidak mampu. Mau bersekolah saja sudah beruntung sekali.
Hari Senin tiba dan kamipun bergegas ke sekolah pagi – pagi semua petugas upacara sudah siap di sekolah jam tujuh pagi untuk berlatih sebentar, terngiang – ngiang di kepalaku bahwa mereka harus bisa menjadi pemimpin masa depan dan selalu membangkitkan rasa Nasionalisme mereka. Bel masuk berbunyi semua guru sudah berdatangan, tanpa disadari sudah ada formasi barisan, anak – anak rapi berbaris, dan pemimpin pasukan menyiapkan seluruh barisan, guru – guru pun datang dan berbaris dengan rapi. Rasanya jantung ini berdegup dengan kencangnya , perasaan yang luar biasa ketika melihat anak -anak bertugas, tanyaku dalam hati : “bisakah mereka menjadi petugas yang baik ya?”, harapku cemas. Lalu kuberada disamping mereka dan sesekali mencoba mengingatkan saat mereka lupa. Kulihat sekelilingku, lapangan kami tak punya, kami upacara dengan sederhana, dijalan kayu yang menuju ruang sekolah, anak – anak banyak yang tidak bersepatu, bahkan memakai dasi ataupun topi. Namun upacara berjalan dengan khidmad.
Saat Merah Putih akan dikibarkan, semua melihat kearah bendera, rasa haru diantara guru – guru terlihat, dan ada seorang guru yang meneteskan air mata karena terharu akhirnya bisa upacara lagi, kupandangi anak – anak dengan serius mengangkat tangan dan hormat pada sang Merah Putih, lucunya banyak sekali anak – anak hormat memakai tangan kiri. Lalu kudekati mereka dan kuturunkan tangan kiri mereka, kusuruh mereka hormat menggunakan tangan kanan. Lagu Indonesia Raya menambah rasa haru disuasana upacara pertama.
Semua berjalan dengan baik meski ada beberapa kekurangan, seusai upacara, anak – anak tidak langsung kububarkan, sedikit kuajarkan mereka sikap siap yang sempurna, istirahat ditempat dan hormat yang benar. Mereka pun menyeletuk “akhirnya ya bu kita upacara, senangnya bisa baris melihat bendera dikibarkan bu.” Guru – guru pun menyambut dengan baik dan mengatakan bahwa upacara harus diadakan di sekolah setiap hari Senin.
Bagi kami disini, meski dengan segala keterbatasan, apa yang dapat diusahakan harus tetap dijalankan, tidak memiliki lapangan bukan sebuah masalah, itu justru penyemangat kami agar kami tetap mampu memperjuangkan sang Merah Putih, tak memakai topi dan dasi juga bukan hambatan, bagi kami inilah bentuk perjuangan kami melawan keterbatasan, kami bersyukur tidak melawan penjajah seperti jaman perang dimana para pejuang berjuang untuk mengibarkan Sang Merah Putih .
Oka ;)
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda