info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Bahasa Bawean = Gaga

Tidar Rachmadi 6 Juli 2011
Saya seperti memiliki kewajiban untuk menulis tentang Bahasa Bawean diminggu awal keberadaan saya di pulau yang didiami oleh 99 puncak gunung dan bukit. Ada beberapa teman Pengajar Muda (PM) yang menjelang keberangkan Tim Bawean berpesan kepada saya untuk memberikan informasi tentang Bahasa Bawean. Isi pesannya kurang lebih begini, “Tidar, nanti kasih tau ya Bahasa Bawean sebenernya kayak gimana!” Bahasa Bawean memang menjadi misteri selama pelatihan di Cipayung. Bahasa yang sudah menjelma menjadi bahan canda tawa di seantero Wisma Hubla, rumah kami selama 7 minggu pelatihan. Ceritanya begini, setelah minggu keempat berada di pelatihan intensif, para PM diberikan informasi mengenai daerah penempatan. Saya yakin bahwa hari pengumuman tempat kami mengabdi sebagai guru tersebut adalah hari dimana Tuhan menjawab permintaan-permintaan kami yang terucap dalam setiap doa yaitu ‘tolong berikan tempat yang terbaik, Ya Tuhanku’ dan ternyata tempat terbaik bagi saya tersebut ialah.................... Pulau Bawean di Gresik, Jawa Timur. Bersama 5 pemberani lain yang juga ditempatkan di Pulau Bawean, terbentuklah kelompok yang bernama Bala Bawean. Nama tersebut terdengar catchy, mudah diingat, dan sederhana. Bala Bawean memiliki tugas untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai pulau ini, pulau yang baru saya ketahui nama dan keberadaannya karena Indonesia Mengajar. Informasi yang didapatkan menjadi tabungan untuk bekal di Pulau Bawean kelak. Pulau Bawean merupakan tempat yang cantik dan relatif masih perawan. Diketahui dari beberapa teman yang berdomisili di Jawa Timur bahwa pulau tersebut adalah sebuah moving island karena titik kordinatnya selalu berubah. Saya mendapatkan informasi tersebut dari Fury, seorang PM asal Jawa Timur. Sebelum menjadi PM, Fury bekerja di sebuah provider telepon seluler dan pernah dua kali ke Bawean untuk membuat menara pemancar di sana. Tetapi, pembuatan menara urung dilakukan karena titik kordinatnya selalu berubah. Informasi lain yang didapatkan ialah pulau ini mayoritas dihuni oleh perempuan, orang tua dan anak-anak. Masyarakat Pulau Bawean terkenal sebagai pelancong yang kerap merantau sebagai Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia atau Singapura. Itulah sebabnya meskipun masyarakatnya cenderung miskin, tetapi mereka gemar berbelanja dengan Ringgit Malaysia atau Dollar Singapura, sesuai dengan kiriman keluarganya dari sana. Beragam fakta yang berhasil dikoleksi oleh Bala Bawean dirasa masih kurang karena kami sedikit sekali mendapat informasi mengenai bahasa maupun kebudayaan lokal. Satu-satunya informasi yang didapat tentang bahasa ialah ‘Bahasa Bawean berbeda dengan Bahasa Jawa, Madura, ataupun Bugis. Bawean menggunakan bahasa lokalnya sendiri.’ Demi Planet Bumi dan Saturnus, saya dan para Bala Bawean benar-benar tidak terbantu dan bingung dengan informasi tersebut. Kami ingin memiliki impresi yang baik oleh masayarakat Bawean. Kami ingin sesampainya di Pulau Bawean, paling tidak kami fasih mengucapkan halo, terima kasih, atau apa kabar. Teman-teman PM lain yang ditempatkan di Aceh, Lebak, Maluku Tenggara Barat, Papua, dan lainnya mendapatkan informasi tentang bahasa dan budaya lokal dengan baik karena memiliki referensi yang lengkap dari internet ataupun buku. But hey, Bala Bawean tidak boleh mati gaya. Dengan sponsor kreatifitas Bala Bawean, terciptalah bahasa Bawean. Bahasa Bawean tersebut dengan cepat menyebar ke PM yang lain. Mau tau bahasanya? Ini contohnya, sekalian dipraktekkan ya: EPERBEBAU BOGA APORE AOOO᷉AOOO᷉... MOGABA WADA JAORE AOOO᷉AOOO᷉... artinya: SELAMAT PAGI SEMUA HALOOO HALOOO. Bahasa tersebut tentu saja bukan Bahasa Bawean asli dan penciptaannyapun tanpa bermaksud apa-apa terhadap bahasa asli Pulau Bawean. Hal tersebut semata karena rasa penasaran yang membuncah dalam sanubari Bala Bawean sehingga kami membuat identifikasi gadungan dari Bahasa Bawean. Penggunaan Bahasa Bawean gadungan tersebut ternyata mampu menghibur kesuntukan teman-teman PM di karantina dan salah satu cara mengundang tawa (selain 1001 cara mengundang tawa lainnya yang kerap dilakukan para PM). Singkat cerita, ketika sampai di pelabuhan Sangkapura, Bawean, saya mendengar orang-orang berbicara dengan Bahasa Bawean untuk pertama kalinya. “%$$#!!))(*&^^^> kapal laut /”LP{P_(+(*&&&,” kata seorang bapak. Bapak lainnya pun menimpali dengan sedikit tawa “1t3&%^&$%%$#$)) hahahaha #%$^&*^((** Pikiran saya saat itu, “Ya Allah, kok mirip ya sama apa yang saya sering ucapkan???” Kebingungan saat itu mungkin terlihat dari gelagat saya dan terbaca oleh salah seorang dari Dinas Pendidikan yang menjemput kami. Beliau berkata bahwa masyarakat Bawean tidak selalu menggunakan Bahasa Bawean karena mereka juga fasih berbahasa Indonesia. Saya lega saat itu. Keesokan harinya saya diantar ke rumah tinggal saya, yaitu rumah Pak Rudi (72 thn) dan Ibu Masna (68 thn) yang terletak di Dusun Serambah, Gunung Bitangor. Perjalanan menuju rumah tempat tinggal saya tidak mampu digambarkan dengan kata-kata. Keindahan alam Bawean merasuki mata ini. Meskipun jauh dan jalannya rusak parah, saya tidak sabar untuk bertemu dengan Pak Rudi dan Mak Masna. Sesampainya di rumah, saya disambut oleh seorang nenek, “*^&*%^$&()& &(&)(>”:{{P{{?? (*&*&*&*, Pak Guru,” dan ternyata.......... nenek tersebut ialah Ibu Masna dan beliau.......... tidak bisa berbahasa Indonesia!! Yang lebih 'menggembirakan', Pak Rudi pun tidak bisa berbahasa Indonesia. Jadilah saya menggunakan gerak tangan ketika ingin berbicara atau bertanya sesuatu kepada mereka. Saya hanya bisa tertawa kecil dalam hati ketika mengetahui fakta ini. Fakta bahwa setahun ke depan saya akan tinggal dengan keluarga yang -dari segi usia- cocok saya anggap sebagai kakek-nenek saya dan fakta bahwa saya akan mengalami tantangan komunikasi. Tetapi saya bersyukur bahwa walaupun terkendala bahasa, keramahan Pak Rudi dan Ibu Masna dapat saya tangkap. Bahkan, hanya berselang dua hari sejak kedatangan, saya sudah diminta untuk membuat proposal. Satu berbahasa Indonesia dan satu berbahasa Bawean. Terbayang betapa amboinya perasaan hati ini. Mungkin ini cara Tuhan supaya saya tidak mereka-reka Bahasa Bawean lagi dan supaya bisa menguasai Bahasa Bawean dengan baik dan benar. Apabila kelak saya lancar berbahasa Bawean, maka irama Melayu dan Jawa akan mengalir lincah dari lidah ini. sungguh unik. Bahasa Bawean memang sungguh gaga. Gaga = cantik dalam Bahasa Bawean Ps: Kalau berbicara Bahasa Bawean, harus disertai dengan nafas yang ditahan sedikit-sedikit. Contohnya kata Peupba’ yang artinya Bapak. Pelafalannya adalah Peuppp----baaah’. Agak ditahan sedikit setelah suku kata ‘Peup’ dan keluarkan suku kata ‘bah’ dengan ekspresi kelegaan. Selamat mencoba!

Cerita Lainnya

Lihat Semua