Jangan Malas Membuka Ruang Bagi Anak Untuk Berkembang

TheodosiusMoses Manabung 31 Oktober 2015

“rumah boleh di perbatasan, di pelosok, tetapi mimpi taruh di langit”

Mungkin ada yangpernah mendengar atau membaca kalimat tersebut sebelumnya, saya ingin menggaris bawahi masalah “perbatasan” dan “pelosok”. Menarik bagi saya karena ± 18 tahun saya habiskan berada dan tinggal di gugusan pulau yang berbatasan dengan negara Filipina, yang menarik adalah setelah 8tahun meninggalkan daerah perbatasan itu, saat ini pijakan saya kembali berada di sebuah pulau yanghanya butuh waktu 2 jam untuk sampai ke Malaysia.

            Seperti bercermin di masa lalu, pemandangan saat ini seperti pernah saya lihat, serupa namun tidak sama. Perbatasan, pelosok selalu punya cerita sendiri yang mungkin sepele bagi sebagian orang, namun sangat berarti ketika berada di sini. Banyangkan betapa bahagianya anak – anak, guru dan orang tua ketika ada anak yang meninggalkan “perbatasan” itu menuju ibu kota negara untuk berlaga diajang Olimpiade Sains. Betapa bahagianya mereka ketika puluhan anak dan guru secara tidak terduga dijemput oleh kapal perang mengantarkan mereka mengikuti semi final Olimpiade sains di kabupaten yang berjarak 5 jam menggunakan kapal dari pulau mereka tinggal. Betapa senangnya ketika menjadi perwakilan provinsi sebagai sineas cilik di tingkat nasional, atau ketika meninggalkan “perbatasan” untuk memenuhi undangan sebagai perwakilan daerah dalam Konferensi Penulis Cilik Indonesia. Bagi saya semua itu adalah bukti bahwa berada di perbatasan, berada di pelosok tidak menjadi halangan untuk berkembang.

            Dalam sebuah kesempatan diskusi dengan seorang guru senior di desa tempat saya tinggal kini, ada hal menarik yang menjadi perenungan berharga untuk saya. Beliau berkata bahwa “setiap anak berhak mendapat ruang untuk berkembang, kemampuan dan keterampilan anak harus dilatih dan dikembangkan bukan sekedar dipuji. Maka tugas para guru untuk mencari, membuka atau menciptakan ruang seluas – luasnya bagi anak untuk berkembang.”

            Yahh..... “perbatasan” mungkin lekat dengan keterbatasan, tetapi hari ini saya kembali bisa membuktikan setidaknya pada diri saya bahwa disini masih berdiri guru – guru yang memiliki semangat dan harapan, melampaui batas – batas keterbatasan itu. Maka mengapa kita harus ragu?

 

 

Pangkalan Nyirih, 20Januari 2015


Cerita Lainnya

Lihat Semua