“Maju satu-satu boleh, Pak Guru”

Teguh Arifianto Wicaksono 11 Februari 2013

Special moment itu terjadi pada hari Selasa, 29 Januari 2013. Hari itu waktunya pelajararan Matematika. Materi yang kami pelajari adalah Menggunakan sistem koordinat dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar yang ingin kami capai adalah menetukan posisi titik dalam sistem koordinat Kartesius.

Dari RPP yang aku persiapkan, aku mengambil latar peristiwa pemadaman kebakaran hutan melalui udara dengan menggunakan helikopter. Dari 10 siswa kelas 6, aku bagi menjadi 5 kelompok. Aku berpikir untuk menghemat waktu maka dari 5 kelompok tersebut, akan “memadamkan” dan menandai lokasi titik api yang telah dipadamkan dalam 2 gelombang. Setelah aku tawarkan, kami sepakati bahwa gelombang pertama dua kelompok akan “terbang” bersamaan dan pada gelombang kedua, tiga kelompok akan “terbang” bersamaan.

Di akhir pembelajaran, kami lakukan evaluasi bersama mengenai ketepatan lokasi titik api yang dipadamkan. Dari evaluasi yang kami lakukan, paling banyak satu kelompok berhasil “memadamkan” 6 titik api dari seharusnya masing-masing 20 titik api. Maklum, mungkin baru pertama ini mereka belajar tentang sistem koordinat kartesius. Walaupun di kelas 3 dulu mereka juga sudah pernah belajar tentang garis bilangan.

Tentunya aku harus mengulang pembelajaran untuk mampu menentukan posisi titik dalam sistem koordinat kartesius. Kemudian, aku coba berdiskusi dengan mereka mengenai pembelajaran yang baru saja kami alami. Kontan saja, Gusdur mengusulkan agar kami mengulangi pembelajaran yang sama keesokan harinya. Dorang mengusulkan agar besok maju satu-satu saja. Maksudnya, masing-masing kelompok “terbang” sendiri, tidak ada lagi penerbangan secara bersamaan.Dorang merasa ketika beberapa heli “terbang” bersamaan, yang terjadi adalah crowded di area pemadaman. Teman-temannya pun menyetujui usulan tersebut

Tentu saja aku senang dengan umpan balik dari mereka. Dengan penuh semangat, seusai jam sekolah aku persiapkan lagi alat bantu pembelajaran untuk esok hari. Sayang kertas milimeter block yang tersedia tinggal sedikit. Otomatis aku harus mengurangi luas bidang koordinat kartesius yang akan kami gunakan besok. Dan, berarti pula aku harus mengurangi jumlah titik api yang harus dipadamkan oleh masing-masing kelompok. Tak apalah, yang penting siswa-siswa kelas 6 tersebut mampu menetukan posisi titk dalam koordinat kartesius.

Malam harinya, aku benar-benar tak sabar menunggu pembelajaran kami keesokan harinya. Walaupun ada sedikit kekhawatiran, akankah mereka mau mengantre dan tertib?

Esok harinya aku datang ke sekolah dengan beragam harapan. Harapan agar anak-anakku menyenangi proses pembelajaran yang kami alami. Harapan agar anak-anakku mempunyai kemampuan untuk menentukan posisi titik dalam koordinat kartesius. Dan, yang paling utama adalah harapan agar mereka bisa tertib dan antre sesuai dengan usulan yang telah mereka ajukan dan disepakati bersama.

Aku juga berharap pemebelajaran kali ini menjadi salah satu momen yang tak terlupakan. Segera saja aku persiapkan kamera untuk merekam aktivitas kami kali ini. Anak-anak sudah berbaris sesuai dengan urutan “penerbangan”. Kamera siap. Dan, helikopter dengan cairan pemadam berwarna hitam “terbang” pertama, disusul kuning, merah muda, biru, dan terakhir hijau. Satu kali “penerbangan” mereka masing-masing memadamkan satu titik api. Karena masing-masing kelompok harus memadamkan 15 titik api, maka masing-masing pilot dan ko-pilot ini harus “terbang” 15 kali secara bergantian sesuai dengan urutan. Untuk penerbangan pertama, mereka bisa antre dan tertib. Dalam benakku, aku masih bertanya-tanya akankah bisa untuk 15 kali? Alhamdulillah, mereka semua bisa. Walaupun ada saja yang sedikit berulah saat landing dan mengerem. Setelah masing-masing kelompok “menjatuhkan” 15 paket cairan pemadam kebakaran, maka secara bergantian lagi mereka harus melakukan penyisiran. Penyisiran dimaksudkan untuk mengetahui apakah maisng-masing kelima belas paket itu sudah dijatuhkan pada titik-titik api yang sesuai? Dari penyisiran yang kami lakukan, salah satu kelompok memiliki ketetapatan terendah yaitu 11 titik dari 15 titk. Alhamdulillah, dari hasil belajar yang kami inginkan untuk tercapai sudah ada peningkatan yang signifikan. Aku berharap ada pula peningkatan dari segi afektif.

Hari Kamis, 31 Januari 2013 selepas istirahat. Karena tidak puas dengan kelas kami yang kurang rapi, Gusdur menginisiasi untuk menata kembali kelas kami. Termasuk di antaranya menata ulang posisi tempat duduk masing-masing siswa. Kelas pun menjadi rapi. Dan yang paling mengesankan bagiku adalah saat pulang sekolah ketika anak-anakku bersalaman denganku, atas kesadaran sendiri mereka bisa antre dan tertib. Bahkan mereka sudah menyepakati urutannya. Urutan tersebut akan bergantian setiap harinya. Hari itu, aku pulang ke rumah dengan kebahagian berganda. Bahagia, menyaksikan kelas kami yang lebih bersih dan lebih rapi dari hari kemarin atas inisiatif dan kesadaran dari anak-anakku. Serta bahagia karena mereka bisa antre dan tertib untuk bersalaman denganku ketika pulang sekolah. Ya, sebelumnya saat-saat pulang sekolah mereka baku rebut untuk bersalaman terlebih dahulu denganku. Bahkan, kadang-kadang harus baku dorong dan saling mengelabui kawannya. Entahlah, apakah ini ada hubungannya dengan pembelajaran yang mereka petik dari pembelajaran tentang sistem koordinat kartesius selama dua hari kemarin? Saat ini, bukanlah hal yang penting untuk mengetahui dari mana kesadaran itu tumbuh. Karena, yang terpenting adalah mereka mau, mampu dan insya Allah biasa untuk antre dan tertib. Bukankah masyarakat yang tertib dan rela mengantre adalah salah satu ciri dari masyarakat-masyarakat dari negara maju. Itu berarti bahwa anak-anakku telah mengabarkan kepadaku bahwa gerbong perjalanan menuju masa depan dari bangsa dan negara ini sedang mengangkut orang-orang yang tepat.


Cerita Lainnya

Lihat Semua