Kelas pun Rapi dan Bersih
Teguh Arifianto Wicaksono 18 Februari 2013“Kami percaya untuk membangun Indonesia yang bersih, salah satunya dapat dimulai dengan mewujudkan kelas yang rapi dan bersih”
Kamis, 31 Januari 2013. Aku kira hari itu hari yang biasa bagi hidupku. Beberapa hari ini aku bingung mencari bahan untuk alat bantu pembelajaran. Aku ingat waktu pelatihan dulu kami sempat membuat ketapel pelontar bola tenis meja. Ketapel tersebut merupakan model untuk pembelajaran IPA tentang gaya dan gerak. Karena kebingungan itulah sesekali di sela-sela kegiatan pembelajaran, aku tanyakan kepada anak-anakku tentang sumpit bambu. Barangkali mereka tahu di mana aku bisa mendapatkan barang tersebut. Tak dinyana hari ini seorang anakku, Virma, membawakan sumpit. Sayang sumpit tersebut terbuat dari bahan sintesis sejenis plastik. Di tengah-tengah kejenuhan pembelajaran, kami bermain-bermain dengan sumpit tersebut. Menggunakan sumpit tersebut untuk mencapit penghapus, seolah-olah penghapus tersebut adalah makanan yang hendak kami makan.
Di tengah-tengah permainan tersebut Gusdur nyeletuk, “Wah, kurang rapi kelas kita ini. Mari, tong bersihkan”. Tanpa ba-bi-bu, langsung saja Gusdur mulai menggerakkan teman-temannya untuk merapikan dan membersihkan kelas. Dimulai dari merapikan buku-buku dan taplak di mejaku. Teman-temannya pun segera berpencar mencari sapu dan cikrak untuk membersihkan kelas kami tersebut. Selviana langsung bergerak menuju salah satu sudut ruangan tempat kami meletakkan rak buku. Setelah berdiskusi sejenak dengan Gusdur, mereka sepakat untuk memindahkan rak tersebut ke sudut ruangan yang lain. Segera Selviana menurunkan buku-buku di rak tersebut. Setelah buku-buku di rak tersebut berhasil ia turunkan, segera ia membuka dua buah laci yang ada di bagian bawah rak tersebut. Alamak, ternyata di dalam laci-laci tempat menyimpan soal-soal Ulangan Semester dan Ujian Nasional itu sudah dikuasai oleh rayap. Segera Selviana mengajukan usul kepadaku, “Pak Guru, kita buang saja kumpulan soal-soal ini.” Tanpa ragu, aku pun menyetujuinya. Sejurus kemudian kami sudah melepaskan kedua laci tersebut dari rak. Aku minta tolong anak-anak untuk membawakan sebuah tempat sampah. Segera aku pindahkan, kertas-kertas kumpulan soal yang telah dikonsumsi oleh rayap ke tempat sampah tersebut. Ketika tempat sampah tersebut penuh, anak-anak segera memindahkan isinya ke tong sampah di halaman sekolah. Beberapa kali kami mengulangi hal tersebut, hingga seluruh kertas-kertas kumpulan soal tersebut berpindah ke tong sampah.
Sementara itu, anak-anak membersihkan rak buku yang agak berdebu tersebut. Beberapa anak yang lain membersihkan lantai kelas. Beberapa lainnya lagi, membersihkan bagian dalam rongga dinding kelas dari sampah-sampah bungkus jajan.
Alhamdulillah, pembelajaran hari ini diakhiri dengan sebuah ruang kelas “baru”. Seperti kuceritakan sebelumnya, hari ini aku pulang dengan kebahagiaan berganda. Bahagia dengan anak-anakku yang dengan inisiatif sendiri telah mewujudkan kelas yang rapi dan bersih, serta bahagia karena mereka mulai membiasakan diri untuk antre dan tertib atas inisiatif sendiri juga.
Biapun rumah panggung bangunan sekolah kami sudah berdiri selama hampir 17 tahun tanpa pernah direhabilitasi oleh Pemerintah. Beberapa kali diterjang banjir, dan mungkin sudah patut dipertanyakan kekuatan bangunannya. Namun, kami tidak akan membiarkannya kotor dan berantakan. Karena kami tahu, tempat yang kotor adalah sarang tikus. Maka kami akan menjaga sekolah kami tetap bersih dan rapi. Dimulai dari kelas kami. Kami percaya untuk membangun Indonesia yang bersih, salah satunya dapat dimulai dari mewujudkan kelas yang rapi dan bersih. Karena kelas yang rapi dan bersih, insya Allah dihuni oleh pribadi-pribadi yang “bersih” pula.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda