Nanik Ijawati (Bagian Terakhir) : Bermimpilah, Kita Pasti Akan Bisa Meraih Mimpi Kita

Teguh Wibowo 25 Februari 2015

Ditulis oleh : Moh. Syaifullah Sn

(Guru SD yang mengantar Nanik sampai ke Jakarta)

 

Bermimpilah, Kita Pasti Akan Bisa Meraih Mimpi Kita.

 

“Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus belajar akan menjadi pemilik masa depan” (Buku Forum Plas, hal 27)

 

Pola pikir masyarakat pulau gili pada tahun 80-an kira-kira begini “buat apa menyekolahkan anak tinggi-tinggi, jika sudah kembali ke Gili yang laki-laki jadi nelayan dan yang perempuan jadi ibu rumah tangga, buang-buang biaya “.

Kaum remaja di Pulau Gili, kebanyakan memutuskan menikah di usia muda. Bahkan menikah selepas sekolah dasar (SD) atau sekolah menengah pertama (SMP) sudah menjadi sebuah kebiasaan. Jarang sekali di antara mereka yang lulus hingga jenjang sekolah menengah akhir (SMA) atau madrasah aliyah (MA). Apalagi pada angkatan tahun 80 dan 90an.

Pada tahun 2011 sejak kehadiran Pengajar Muda dari Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar, masyarakat Pulau Gili mulai sedikit demi sedikit mau mengubah pola pikir lama. Mereka mulai menyadari akan pentingnya nilai yang terkandung dalam pendidikan. Dan alhamdulillah dengan lantaran Pengajar Muda, akses informasi tentang beasiswa bisa diakses oleh masyarakat. Buktinya, pada tanggal 28 Agustus 2014 lalu Nanik Ijawati putri Pulau Gili berangkat ke Jakarta untuk berkuliah.

Hal keberangkatan Nanik yang berkuliah di Jakarta merupakan sesuatu yang baru terjadi terhadap putra-putri Pulau Gili. Semoga hal ini bisa jadi inspirasi bagi orang tua dan masyarakat di sini. Khususnya terkait pola pokir tadi, yaitu mereka yang mampu meraih mimpi bukanlah orang pintar, melainkan merekalah orang yang tak pernah menyerah.

Pulau Gili, 28 Agustus 2014 - Pagi itu Nanik Ijawati putri dari al-marhum Saifuddin berangkat melanjutkan belajarnya di Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) salah satu kampus di Jakarta. Ibu Haliyah, orang tua Nanik pada awalnya merasa ragu untuk menguliahkan putrinya, apalagi di Jakarta. Kota metropolitan yang kabarnya adalah kota yang keras, penuh tantangan dan rintangan apalagi bagi kaum perempuan.

Pak Teguh dan teman PM lainnya dalam waktu beberapa hari berusaha menyakinkan Ibu Haliyah, tentang pentingnya kuliah. Kuliah bisa jadi mahal bagi mereka yang beruang. Namun bagi mereka yang tidak mampu, pemerintah maupun pihak kampus menyediakan berbagai macam beasiswa. Saat itu terucap “Ayo kita berangkatkan dulu Nanik karena kesempatan tidak akan datang dua kali, maka mumpung ada jembatan yang bisa menghantarkan Nanik berkuliah apa salahnya kita coba dulu bu!”.

Setelah mendengar Nanik akan berkuliah dengan jalur beasiswa, saudara sepupu Ibu Haliyah, Bu Yusrah langsung merespon dengan positif dan ikut berperan penting menyakinkan Ibu Haliyah beserta semua keluarga.

Setelah berhasil diyakinkan, masalah berikutnya adalah dana keberangkatan, serta sebuah pertanyaan besar “Nanti setelah sampai di Jakarta bertempat tinggal dimana?”. Setelah dilakukan diskusi, Pak teguh menyarankan “Siapkan saja uang transportasi dari Bawean sampai Jakarta dan biaya hidup satu bulan pertama Nanik di Jakarta”.

Sedangkan tempat menginap ibu dan pengantar selama di Jakarta sudah ada yang menyediakan yaitu seniornya Pak Teguh yang bertempat tinggal di Jakarta.

Gresik 28 Agustus 2014 - Akhirnya Saya, Ibu Haliyah dan Nanik ditemani oleh Pak Danang dan Bu Sonya berangkat menuju Gresik. Siang itu, setelah turun dari kapal kami berlima di jemput oleh Mas Irwan dan Mas Rafa dari Komunitas Info Gresik menuju rumah Dinas SekDa. Di rumah itu kami istirahat, solat dan makan siang lalu bersiap menuju kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan Kabupaten Gresik untuk menemui Pak Nadhif selaku kepala UPTD. Pak Nadhif memberi motivasi dan semangat terhadap Nanik di antaranya adalah jangan malu bertanya, harus vokal agar terbiasa tampil, jika ada kesalahan segera perbaiki, dan buatlah harum nama Gresik, khususnya Pulau Bawean.

Dari terminal Bunder Gresik kami bertiga (Ibu Haliyah, Nanik dan Saya) naik bus PAHALA KENCANA menuju terminal Lebak Bulus Jakarta. Dari Bunder bus berangkat pukul 18.10, sampai di Lebak Bulus pukul 11.45 hari berikutnya. Selesai solat Jumat Mas Atar dan Bu Eni PM 6 datang menjemput sekaligus mengantar kami ke tempat tinggal Pak Charlie, seniornya pak Teguh waktu di ITB.

Jakarta, 29 Agustus 2014 - Kalibata City Jakarta Selatan. Selama di Jakarta, kami dibantu oleh para relawan seperti Mas Alfi, Mas Atar dan Mas Satria (kebanyakan teman-teman PM). Mereka adalah para relawan yang sangat luar biasa. Mereka rela memberikan waktu liburnya untuk menemani kami selama berada di Jakarta meski kami baru berjumpa. Saya belajar ketulusan dan keikhlasan dari mereka. Satu lagi, setidaknya bayangan yang mengerikan tentang Kota Jakarta yang “berbahaya” sedikit banyak sirna, berkat ketulusan dan keikhlasan mereka.


Cerita Lainnya

Lihat Semua