Kami Ada Disini

Angga Oktra Pria Fambudi 5 Maret 2015

Suatu Hari ketika pelajaran berlangsung ada murid ku yang bertanya;                

                “Pak guru, kenapa kampung kita tidak ada di peta?”

                “Pak guru, kenapa jauh sekali kampung kita dengan pulau – pulau yang ada dipeta itu?”

                Itulah pertanyaan anak – anakku waktu pelajaran IPS berlangsung. Mereka sedikit heran kenapa pulau mereka tidak ada dipeta. Yang mereka tahu kampung mereka itu sudah cukup besar, atau bahkan sangat besar untuk mereka. Ada pantai dan juga gunung kecil dibelakang mereka, ditambah lagi tak cukup jika hanya satu hari untuk menjelajahi semua tempat tersebut. Paling tidak hal itulah yang membuat mereka berfikir jika kampung mereka besar. Wajar jika mereka heran apabila pulau mereka tidak ada dipeta.

Mendengar jawaban mereka aku tersenyum kemudian bertanya.

                “ Terus kenapa kalau tidak ada dipeta”

                Sekejap mereka semua diam dan tak menjawab. Aku mengerti kenapa mereka terdiam kemudian aku melanjutkan pelajaran sambil berfikir bagaimana caranya membuat mereka bisa menjawab pertanyaanku tersebut. Aku sengaja membiarkan pertanyaan tersebut menggantung dikepala mereka, dengan harapan agar mereka bisa menemukan jawabannya sendiri. Namun sebagai guru mereka, aku juga tak tega jika membuat mereka terlalu susah menjawab rasa penasaran itu. Aku mencoba memberikan sedikit petunjuk kepada mereka agar mereka bisa segera menjawabnya.

                Esok harinya, aku berangkat kesekolah dengan membawa beberapa lembar kertas HVS dan juga crayon yang sengaja aku siapkan malam sebelumnya. Dikelas aku membagi kertas tersebut pada setiap anak dan menaruh beberapa kotak crayon di deretan bangku paling depan. Tak lama setelah aku membagikan kertas HVS tersebut beberapa dari mereka tiba2 langsung bertanya;

                “Pak guru, kertas ini buat apa?“

                “ Buat kau gambar nak, nanti kau harus gambar kau pu mimpi mau jadi apa!”

                “Ninooo(ungkapan terkejut), mau gambar apa.......”

                Setelah itu aku langsung mengarahkan mereka untuk menggambar sosok cita – cita ideal yang mereka inginkan di masa depan. Aku menjelaskan beberapa profesi baru pada mereka karena ternyata wawasan mereka mengenai profesi masih terbatas. Sambil menjelaskan secara verbal aku juga memutarkan beberapa video profesi yang kupunya agar mereka lebih mudah membayangkannya. Mulai dari presenter, pembuat kue, fotografer dan beberapa profesi lainnya. Reaksi yang muncul ternyata seperti yang kubayangka sebelumnya. Mereka semua langsung terdiam dan pandangan mereka terpaku hanya pada video yang kuputar. Sangat menarik sepertinya.

Pemutaran video dan juga penjelasan profesi pun selesai, kemudian aku bertanya kepada mereka.

                “Siapa yang ingin jadi pembuat kue?”

                “Betaa pak guru, betaaaaa!”

                “Siapa yang ingin jadi presenter?”

                “Saya pak guruuu...”

                “Terus siapa lagi yang ingin jadi   fotografer?”

                “ Saya pak guru”

                Antusias sekali mereka menjawabnya. Menanggapi antusiasme tersebut kemudian aku langsung menginstruksikan mereka untuk menggambar cita - cita ideal yang mereka impikan. Dengan semangat mereka langsung mencoba menggambar nya dengan crayon yang ada. Dalam beberapa menit mulai bisa kulihat cita – cita yang mereka impikan dalam goresan crayon yang sederhana itu. Ada yang ingin menjadi Guru, Tentara, Polisi, Fotografer, dan bahkan seorang muridku yang pemalu menggambarkan Presenter sebagai cita – citanya kelak.

                Melihat cita – cita yang mereka gambarkan tersebut aku senang. Senang karena bisa membuat mereka bermimpi lebih luas dan beragam dibanding beberapa bulan yang lalu ketika aku mengajak mereka untuk menuliskan cita – cita mereka. Setelah mereka selesai menggambar cita – cita mereka kemudian aku bertanya lagi kepada mereka;

                “Siapa yang ingin mimpinya tercapai?”

                “ Saya Pak Guru!!”

                “Siapa yang mau dikenal banyak orang?”

                “saya Pak Guru!!”

Setelah melihat mereka bersemangat kemudian aku bertanya lagi pada mereka akan pertanyaan yang kemarin mereka tidak bisa menjawabnya.

                “Siapa yang kampungnya tidak ada di peta?”

                “Katorang pak guru...”

                “Sedih kah tidak kalau kampung kita tidak ada di peta?”

                “Sedih Pak guru”

                “Kenapa?”

                “Nanti orang – orang yang tidak bisa lihat katong disini kalau tidak ada dipeta”

                “Oh, begitu.. terus kalau tidak ada dipeta, apa orang – orang tidak bisa lihat katorang disini?”

                “Tidak bisa Pak Guru”

Mendengar hal tersebut aku kembali bertanya lagi

                “Orang – orang diluar sana punya mimpi seperti kamorang kah tidak?”

                Dengan ragu mereka menjawab “ Punya Pak Guru..”

                “Nah itu jawaban nya, meskipun kampung kalian tidak ada dipeta tapi kalian masih tetap punya mimpi toh seperti mereka yang kampungnya ada dipeta”

                Pengakuan terkadang memang hal yang dibutuhkan oleh setiap orang. Karena dengan hal itu mereka akan merasa dianggap dirinya ada dan tak dilupakan. Begitupun ternyata dangan anak – anak ini, sebegitu inginnya keberadaan mereka diakui oleh dunia, oleh orang – orang diluar sana. Mendengar hal itu aku hanya bisa menguatkan mereka dengan membesarkan hati mereka agar mereka selalu menjaga mimpi mereka. Mereka pun sepertinya juga sudah tahu kenapa aku melakukan itu. Aku ingin membuat mereka berusaha agar keberadaan mereka diakui melalui tercapainya mimpi mereka suatu hari nanti. Selamat berjuang nak, sekarang kampungmu memang belum tertulis di peta namun suatu hari nanti kau harus pastikan jika nama mu bisa membuat kampung Tarak dikenang oleh mereka diluar sana. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua