Mai Manoli #2

Taufik Hidayat 4 Juni 2015

        Mai manoli ni Uma Manoli (mari belajar di Rumah Belajar). Senin 2 Maret 2015 merupakan hari bersejarah bagi anak-anak dusun Oele desa Daleholu kecamatan Rote Selatan. Tepat tanggal tersebut empat pemuda desa yaitu Ratmi, Dodi, Niny dan Fatmi mendirikan taman baca bersama pemuda lainnya di rumah Mama Mangi seorang pedagang di kantin SMA. Keinginan kuat untuk berbagi dan memajukan pendidikan di daerah mereka, menjadi dasar berdirinya taman baca ini.

     Keempat pemuda tersebut merupakan siswa-siswi SMAN 1 Rote Selatan. Mereka adalah alumni dari sebuah program bernama Kemah Pemuda Rote (KPR) I dan II. KPR merupakan program dari Komunitas Anak Muda untuk Rote Ndao (KAMU Rote Ndao). Program ini mengundang anak-anak muda terbaik Rote Ndao untuk ditempa selama tiga hari mengenai wawasan kebangsaan, kepemimpinan, team building, dan lain-lain.

       Sebelum mendirikan taman baca yang mereka namai Taman Baca MaMa ini, saya sempat berdiskusi dengan keempat pemuda ini terkait pendirian taman baca. Mereka berencana mendirikannya di sekolah mereka. Mendengar itu, saya menyarankan untuk dipindahkan ke rumah warga, sebab kalau di sekolah, selain tidak ada penjaga taman baca, anak-anak juga cukup sulit menjangkau sekolah meskipun kepala sekolah mereka Pak Soleman Saudale mengizinkannya.

        Beberapa waktu berselang, saya mendapatkan short massage service (sms) dari Ratmi yang isinya undangan menghadiri pembukaan taman baca. Saya terkejut membaca sms tersebut. Tidak disangka mereka bergerak lebih cepat. Mereka telah mempersiapkan semua hal yang dibutuhkan untuk mendirikan taman baca. Mulai dari tempat, susunan acara pembukaan, buku-buku bacaan, dan anak-anak yang akan menjadi pengunjung setia taman baca ini. Tidak hanya saya, mereka juga mengundang teman-teman Pengajar Muda VIII Rote Ndao yang lain untuk ikut meramaikan acara pembukaan taman baca ini. Selain itu, mereka juga mengundang anggota dari KAMU Rote Ndao yang merupakan penyuplai buku-buku untuk taman baca mereka dirikan ini.

     Pembukaan pun dimulai. Dodi sebagai pembawa acara membuka acara pembukaan taman baca  dengan penuh semangat. Saya melihat keceriaan terpancar dari wajah anak-anak yang hadir saat itu. Ada sekitar 30 orang anak-anak yang hadir. Mereka sangat antusias menantikan detik-detik pembukaan taman baca. Saat itu buku-buku belum dikeluarkan dari kardus. Sekali-kali beberapa anak mencoba untuk mengintip dari sela-sela kardus berharap Dodi segera membukanya. Saya hanya bisa tersenyum melihat aksi lucu anak-anak ini.

   Tibalah saatnya peresmian taman baca yang ditandai dengan pembukaan kardus yang berisi buku-buku. Anak-anak yang sudah tidak sabar, langsung berlarian menuju kardus yang sudah terbuka. Ratmi dan kawan-kawan tidak sanggup membendung serbuan anak-anak yang haus akan ilmu pengetahuan ini. Mereka menyerah dan membiarkan anak-anak menyerbu kardus yang telah terbuka. Sekali-kali mereka menegaskan anak-anak untuk menjaga baik-baik buku yang mereka ambil agar tidak sobek.

        Acara pembukaan juga diisi dengan bernyanyi bersama. Kakak-kakak pembimbing yang semuanya adalah pemuda desa Daleholu menjadi pemimpin dalam kegiatan bernyanyi ini. Berbagai macam lagu yang diajarkan, mulai dari lagu yang menggunakan bahasa Inggris sampai lagu yang menggunakan bahasa Rote.

     Tidak terasa euforia positif ini harus berakhir karena waktu. Acara pembukaan ditutup dengan do’a bersama. Setelah berdo’a, anak-anak dipersilakan untuk kembali ke rumah masing-masing. Sembari bersiap-siap pulang, Fatmi dan Niny mengingatkan kepada anak-anak untuk datang ke taman baca setiap hari senin pukul 15.00 WITA.

       Ratmi, Dodi, Niny dan Fatmi layak disebut “Fantastic 4 dari Selatan”. Bukan tokoh hero Fantastic 4 seperti film yang disutradarai oleh Josh Trank yang memiliki kekuatan-kekuatan super, tetapi mereka lebih dari itu. Mereka adalah the real hero. Mereka memiliki kekuatan lebih dari hero-hero yang ada di dalam film tersebut yaitu kekuatan hati. Hati yang ingin berbagi. Berbagi dengan anak-anak di sekitar rumah mereka. Mereka merupakan potret pemuda harapan bangsa yang tinggal di wilayah paling selatan negeri ini. Dengan beberapa keterbatasan yang ada di daerah perbatasan, mereka tetap memiliki semangat berbagi yang tinggi dengan mendirikan taman baca di desa mereka.

      Dedikasi mereka terhadap dunia pendidikan patut diacungi jempol. Mereka memiliki semangat untuk memajukan pendidikan di desa mereka yang merupakan wilayah terselatan negeri ini. Berbeda dengan pemuda sebaya mereka yang lebih memilih duduk diam di rumah atau bermain menghabiskan waktu luang tanpa manfaat, mereka justru lebih memilih kegiatan positif untuk mengisi waktu luang mereka setelah pulang sekolah.

                                


Cerita Lainnya

Lihat Semua