Mai Manoli #1
Taufik Hidayat 21 Februari 2015“Mai manoli” (mari belajar), itulah ungkapan untuk mengajak orang-orang belajar dalam bahasa Rote. Ajakan positif yang tertulis pada selembar karton putih sederhana yang tertempel di dinding rumah salah seorang guru luar biasa Sekolah Dasar Negeri Daepapan yang bernama Ibu Werni Sinlae. Ibu Werni secara sukarela menjadikan ruang tamu rumahnya untuk dijadikan Taman Baca bagi anak-anak dusun Lopolain, Desa Daleholu, Kecamatan Rote Selatan, Kabupaten Rote Ndao.
Saya takjub ketika pertama kali datang ke rumah Ibu Werni. Dalam hati saya berkata “ternyata masih ada guru kontrak yang begitu peduli dengan pendidikan di wilayah ter-selatan Indonesia”. Di dalam keterbatasan dia rela mengurusi taman baca yang ada di rumahnya. Ibu Werni tidak hanya mengurusi taman baca tetapi juga memberikan les tambahan kepada anak-anak SDN Daepapan dan SDN lain yang berdomisili di dusun Lopolain. Guru yang sangat inspiratif.
Selain dusun Lopolain, Taman Baca di Desa Daleholu ini juga tersebar di dua dusun lainnya yaitu dusun Nggelak yang mana lokasi taman bacanya berada di salah satu gereja yang bernama Gereja Rajawali dan Daedulu yang taman bacanya berlokasi di rumah warga yaitu rumah Mama Irfan. Mama secara sukarela menyediakan tempat untuk anak-anak sekitar dusun belajar. Rumah mama selalu terbuka untuk setiap anak yang berkunjung ke rumahnya untuk belajar.
Setiap hari senin sore saya selalu mengunjungi taman baca yang ada di rumah Mama Irfan. Saya memberikan les tambahan kepada anak-anak yang berdomisili di dusun Daedulu. Pelajaran yang sangat digemari mereka adalah Bahasa Inggris karena ketika saya bertanya, ”pertemuan kali ini kalian mau belajar apa?”. “katong mau belajar Bahasa Inggris pak” jawab mereka. Pertanyaan itu selalu saya lemparkan ke mereka namun jawaban yang paling sering muncul adalah Bahasa Inggris Saya tidak terlalu tahu kenapa mereka sangat suka pelajaran tersebut. kemudian saya bertanya, “kenapa kalian suka belajar Bahasa inggris?”, mereka hanya terdiam dan tersenyum malu-malu. Mungkin saat ini mereka tidak tahu atau tidak bisa merasakan apa manfaat dari mereka belajar Bahasa Inggris tersebut, namun saya terus memotivasi mereka dengan cerita-certia orang Rote yang sukses di luar negeri dan bisa belajar di luar negeri karena bisa berbahasa asing terutama Bahasa Inggris.
Semua taman baca yang ada di desa Daleholu sudah saya kunjungi. Luapan kegembiraan saya curahkan melalui sapaan hangat ketika bertemu dengan orang yang mau mengurusi taman baca-taman baca tersebut. Jumlah buku di taman baca yang berada di Desa Daleholu ini memang sedikit, hanya ada beberapa eksemplar saja, mungkin cuma lebih kurang 100, namun semangat dan minat baca anak-anak sangatlah tinggi. Berbondong-bondong mereka datang ke taman baca untuk membaca atau hanya sekedar melihat-lihat gambar saja dikala sore hari. Keceriaan dan wajah takjub mereka selalu tampak ketika mereka membaca hal baru.
Saya sesekali bertanya kepada beberapa anak yang lagi asik membaca buku, “kamu lagi baca buku apa?”, “isinya tentang apa?”. Sesekali pula saya meminta mereka menceritakan kembali apa yang telah mereka baca. Ada yang dengan bersemangat bercerita dan ada juga yang masih malu-malu. Ya begitulah anak-anak dengan tingkah laku dan gaya mereka masing-masing.
Banyak pelajaran yang saya ambil dari kunjungan saya ke taman baca. Kesederhanaan, ketulusan, kesabaran,dan keikhlasan sangat terlihat ketika saya berada di taman baca ini. Saya baru menyadari bahwa menjadi pengajar muda bukan benar-benar soal mengajar tapi lebih kepada belajar dari setiap keadaan. Mari belajar.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda