Disambut oleh obor dan seruan takbir..

Syarifah Hanim 20 November 2011

Setelah dihantui oleh perasaan yang tidak menentu.. akhirnya aku menginjak desa ini, desa yang sampai sopir angkotnya pun bilang begini “ seumur saya jadi sopir angkot saya baru tahu di Majene ada tempat seperti ini,” bahasa kiasan yang dilontarkan oleh sopir angkot pertanda dia mengantar kami begitu jauh, jauhh di dalam dan desa yang jauh..

Sejenak aku melihat kedalam saku rompi Indonesia Mengajar, merogoh kedalam dan ingin segera ingin memberitahukan kepada mamah dan pacarku disana. Tapi tidak terlihat nama provider, yang biasanya ada diatas, seakan belum percaya aku mencoba menelefon, aku coba berkirim sms, dan tidak bisa, dilayar hanya terlihat kata Gagal !

Ya, rupanya aku memang sudah sampai dirumah tempat aku mencari inspirasi, dan didesa aku harus menginspirasi Talongga, Tammerodo, Majene, Sulawesi Barat.

Ibu, bapak, dan adik- adik rupanya sudah menunggu, ibu guru Atika yang akan kugantikan ini mengenalkan satu persatu anggota keluarga, hampir semua menyambut kami dengan kata ‘Kembar’ mungkin karena wajah dan morfologi gigi yang hampir sama antara aku dan ibu guru Atika, lucu sekali.

Anak-anak juga berdatangan menjabat tanganku, dan menyebutkan namanya satu persatu, ibu guru dari Jawa, ini ibu guru baru dari Jawa.. banyak sekali yang berdatangan kerumah dan aku yakin beberapa nama harus kutanyakan kembali.

Seakan belum percaya saya melihat kedaan sekitar, rumah dikanan kiri semuanya adalh rumah panggung, rumah yang terbuat dari kayu bertingkat dan terlihat tangga di depannya. Rumah ini akan terasa seperti gempa jika banyak orang masuk dan berjalan, apalagi jika anak-anak sudah bergumur masuk ke dalam rumah sambil saut-sautan berteriak” Ibu guruuuuuuu, ibu guruuu atikaa, ibu guru syarifaaa..”

Hari ini bertepatan dengan hari arafah, disini sudah ramai dengan rencana untuk takbir keliling kampung malam ini. Sampai sesudah magrib makin banyak juga murid berkumpul, yang sebenarnya aku belum mengenal mereka. Tambah ramai rumah, semua mempersiapkan obor, walaupun hujan semua tetap berkumpul.

Suasana desa yang malam sepi, menjadi ramai dengan teriakan takbir anak-anak, menggelora, jauh ke dalam hatiku. Sebelum berangkat masih kutengok HP yang telah kuletakkan di pojok rumah, dan senangnya beberapa pesan masuk, dan ingin sekali ku membalasnya, tapi ketika ingin membalas jleb no signal !!! hahh, kecewaa, tapi beberapa detik kemudian, anak-anak memanggilku, bu syarifaa ayoo berangkat. Dengan nafas yang masih menghela aku tarik senyumku, dan kuikhlaskan kupasrahkan.

Takbir membasuh jiwaku, membulatkan tekadku, membakar semangat, karena disini aku akan hidup setahun, karena disini aku akan jadi ibu guru. Maka apapun yang terjadi, harus dihadapi dengan senyuman. Anak-anak pun menggandeng tanganku, yang lain membawa obor, dan kita segera berlarian menuju masjid, hujan semakin deras, dan kami tetap bertakbir menyalakan obor kebangkitan... :)


Cerita Lainnya

Lihat Semua