A glimpse of Ipit

Susilo Wati 26 Oktober 2014

Hari ini aku sengaja ikut Ipit ke ladang yang terletak di atas bukit. Selain untuk mencari sayur, aku juga ingin merasakan perjalanan yang dilakukan hampir sebagian besar warga di desaku setiap harinya. Perjalanan ke ladang sekitar 1 jam dari rumah jika berjalan cepat, bisa lebih kalau jalannya becek. Tubuhnya yang kecil membuat kakinya lincah menapaki setiap jengkal tanah menuju bukit meskipun jalannya cukup terjal, berkelok dan banyak tanjakan. Di tengah perjalanan tangan kecil Ipit meraih sehelai daun ubi yang berjajar di kanan kiri jalan setapak yang kami lalui. “Miss kalau ini daun menjari kan?” celetuknya. “aok/iya, kalau sejajar gimana Pit?”, tambahku. Tangan mungilnya langsung meraih daun ilalang yang berada tepat di depannya. “ini miss”, dengan tersenyum dia menunjukkan daun yang diraihnya itu padaku. Kami pun terus berjalan. Tidak lama kemudian dia bertanya lagi “Miss kalau ini menyiripkan?” sambil menyodorkan dua helai daun, entah tumbuhan apa itu, sejenis tumbuhan liar yang ada di hutan. “aok” jawabku sambil tersenyum. Usai bertanya, dia pun melantunkan beberapa lagu bahasa Inggris dan pramuka yang telah dihafalnya di sepanjang perjalanan.

Cuaca ini cukup panas, kami pun merasa haus, sedangkan kami tidak membawa bekal air dari rumah. Untungnya di tengah hutan ada sungai kecil yang mengalir. Airnya pun sangat jernih. Tanpa basa-basi aku dan Ipit langsung mencelupkan kedua tangan kami ke sungai dan meminum airnya. Tidak hanya minum, kami pun membasuh muka dan tangan kami. Sungguh kesegaran yang luar biasa. Usai puas menikmati air sungai, kami melanjutkan perjalanan. Tidak lama kemudian kami sampai di bukit. Dari atas bukit terlihat pemandangan yang menakjubkan. Di tengah-tengah panasnya hawa bumi khatulistiwa ini, ternyata ada tempat sejuk seperti ini. Kebetulan saat tiba di bukit langit sedang mendung. Terlihat hamparan pohon hijau dan awan dari atas bukit, sungguh kombinasi yang bisa memanjakan mata kita.

Sesuai dengan tujuan awal kami yaitu mencari sayur, kami pun langsung menuju tempat sayur tumbuh. Di ladang Ipit terdapat banyak jenis sayur, ada kucai, bayam, jagung, mentimun, dan masih banyak lainnya. Dengan cekatan tangan kecil Ipit memetik sayur bayam dan memasukkannya ke dalam keranjang yang sedari tadi bertengger di punggungnya. Di tengah asiknya mencari sayur, Ipit pun kembali dengan pertanyaanya. “Miss kalau jagung ini akar serabut kan?” sambil menyodorkan dua pohon jagung kepadaku. Aku tersenyum dan mengangguk, “kalau pohonnya tidak berkayu biasanya akar serabut Pit, kalau akar tunggang gimana contohnya” tambahku. “itu yang miss injak”, jawabnya sambil mengarahkan kedua matanya ke kayu tempatku berdiri. Aku hanya tersenyum. Kebetulan aku sedang berdiri di atas pohon besar sisa pembakaran untuk berladang. Tidak hanya itu, beberapa pertanyaan pun ia lontarkan. Di alam bebas seperti ini dia bebas menanyakan apa saja yang belum diketahuinya atau hanya sekedar mencocokkan dengan apa yang telah dipelajarinya di sekolah. Alam telah menyediakan wahana untuknya belajar agar lebih dekat dengannya.

Ipit memang salah satu malaikat kecilku yang cerdas. Di sekolah dia pun cepat memahami setiap materi yang diberikan padanya, dia juga cepat menghafal kosa kata bahasa Inggris yang telah dipelajarinya. Saat dia tidak paham dengan suatu penjelasan yang kuberikan saat di kelas, pasti dia garuk-garuk kepala dan mengernyitkan dahinya. Aku sudah mengerti kode itu, tanpa diminta aku langsung menjelaskan kembali apa yang telah kuterangkan. Saat dia sudah paham, maka degan otomatis senyumnya mengembang dan keluar kata “ouuuu” sambil menunjukkan jari telunjukknya.

Cita-citanya ingin menjadi dokter karena ingin menolong orang yang sakit, terutama orang-orang di desanya. Di saat tidak ada les seperti ini, dia biasanya membantu orang tuanya di ladang, mencari kayu bakar atau menoreh getah karet yang hasilnya ia tabung untuk membeli buku saat kenaikan kelas nanti. Kenaikan kelas yang lalu dia menjadi juara kelas, tapi meskipun begitu, tidak ada kesombongan yang tampak di wajahnya. Di saat temannya kurang mengerti apa yang telah disampaikan oleh gurunya, maka dengan senang hati dia menjelaskan ke temannya sampai paham. Di saat dia mendapat tepuk tangan meriah dari teman-temannya saat mendapat nilai 100 atau mendapat poin terbanyak saat ada kuis, dia hanya garuk-garuk kepala dan tersenyum malu sebagai gaya khasnya. Dia juga tidak canggung menawarkan bahkan memberikan kerupuk atau kue yang dibelinya kepada teman-temannya. Ipit, bingkisan menarik yang diberikan Tuhan padaku di SD terpencil ini. Teruslah belajar nak, Miss yakin suatu saat nanti Tuhan Pasti memeluk mimpimu. (21 Oktober 2014)


Cerita Lainnya

Lihat Semua