Belajar dari kuburan
Surahmansah Said 28 Desember 2011Hanya bilik bambu tempat tinggal kita, tanpa hiasan tanpa lukisan. Beratap jerami beralaskan tanah, namun semua ini punya kita, memang semua ini milik kita sendiri”.
Itulah sepenggal lagu dari Indonesian Voice 2004 yang berjudul “Rumah Kita” mengawali pagiku hari ini. Alunan melodi yang merdu dengan lirik penuh inspiratif seakan menjadi sebuah sarapan pagi yang mengenyangkan. Udara yang sejuk menjadi penyemangat jiwa tuk lebih bersemangat dalam menjalani aktivitas sehari. Namun ada sesuatu yang berbeda dalam setiap aktifitas pagiku di daerah ini....Apakah itu ????!!!!!
Ketika melihat kehidupan orang perkotaan yang pada umumnya memiliki rumah yang asri, sejuk dan enak tuk dipandang, sebenarnya di desa pun hal itu bisa didapatkan seperti tempat tinggalku sekarang. Pepohonan hijau yang berada disekitar rumah pun ada. Tapi ada satu hal yang mungkin akan menjadi perbedaan diantara kehidupanku saat ini di rumah yang baru dengan kehidupan rumah-rumah diperkotaan.
Disaat pagi hari kita terbangun dari tidur yang lelap maka kita akan melakukan dan memulai berbagai aktifitas di pagi hari mulai dari merapikan tempat tidur, membuka jendela, membersihkan diri dll. Di saat kita membuka jendela kamar, biasanya kita kan bisa menghirup udara segar sembari melihat pemandangan yang menarik disekitar rumah. Namun hal ini tidak berlaku untuk tempat tinggalku sekarang, karena bukan pemandangan menarik yang menjadi sarapan pagiku setiap hari didesa akan tetapi pemandangan melihat beberapa makhluk Tuhan yang telah terbujur kaku di dalam liang lahat tanah dibungkus dengan kain putih yang membalut rapi di sekujur tubuhnya.
Mereka selalu menyapa pagiku dan menemani tidur malamku sambil memberiku pesan bahwa aku ini masih hidup, masih banyak waktu berbuat untuk negeri ini dan pada saatnya nanti aku kan menjadi seperti mereka dengan mempertanggungjawabkan segala perbuatanku selama ini didunia. “Segala sesuatu berasal dariNya dan juga akan kembali kepadaNya”.
Ketakutan pun tak bisa dielakkan saat-saat pertama bermukim di tempat ini namun semakin hari adrenalin itupun menjadi lebih berani karena aku memegang prinsip “dunia kita dengan mereka berbeda, biarlah berjalan sesuai dengan alurnya”. Sehingga apabila kita tetap berjalan dijalan kita sendiri tanpa mengganggu kehidupan mereka maka saya yakin semuanya akan baik-baik saja.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda