Mau Nelpon Pacar? Ah, Sudahlah!

Sonya Winanda 15 Februari 2015

Menjadi Pengajar Muda adalah pilihan. Semestinya pilihan tersebut telah dipikirkan sematang mungkin sejak awal mendaftar. Siap dengan segala resiko yang menyusul kemudian. Termasuk pacaran jarak jauh alias Long Distance Relationshi (p/t). Namun membicarakannya selalu lebih indah dari melakukannya, bukan? Kata orang, ini kata orang ya, bukan gorila, kalau LDR bisa berhasil jika komunikasi tetap lancar. Nah, permasalahannya di sini. Penempatan para Pengajar Muda pada umumnya ada di tempat-tempat terpencil dan tak bersinyal. Sedangkan penempatan saya, sebetulnya tidaklah sebegitu terpencilnya. Pulau Bawean dapat ditempuh dengan kapal hanya selama empat jam dari pelabuhan Gresik. Dekat, bukan? Logikanya, komunikasi tentu akan lancar-lancar saja. Tapi logika kadang tak bersinergi dengan kenyataan di lapangan.

Perjalanan baru saja dimulai. Setelah kapal merapat di pelabuhan Sangkapura, Bawean, saya harus melanjutkan perjalanan sejauh 25km lagi hingga Desa Kepuh. Biasanya saya menggunakan sepeda motor yang sudah saya parkir sebelum berangkat di rumah warga dekat pelabuhan. Setibanya di Kelurahan Kepuh Legundi, perjalanan diteruskan ke desa Panyal Pangan sejauh kurang-lebih 4km. Dan aksesnya selalu sukses membuat saya jatuh dari sepeda motor. Biru dan lebam di kaki sudah biasa. Jalannya berliku dan menanjak. Di kiri-kanan jalan tak ada satu pun rumah penduduk melainkan jurang, tebing dan hutan belantara. Maka pilihannya adalah memasang musik dengan volume maksimal atau zikir. Anda yang menentukan.

Kembali ke persoalan LDR tadi. Panyal Pangan, Dusun penempatan saya, termasuk daerah perbukitan. Yang mana, tentu, terletak di ketinggian. Tapi, anehnya, sinyal sungguh tak pengertian. Meminjam istilah salah satu teman PM, sesempurna apapun anda menutupi perselingkuhan, selalu ada capture percakapan BBM yang terselip di galerry untuk menjadi barang bukti. Demikian pun sinyal, ya, kurang nyambung memang tapi sudahlah. Di rumah terdapat sinyal XL di satu titik. Yaitu dinding pemisah dapur dan ruang tengah. Di mana semua HP di gantung berbaris di sana. Ya, semua HP yang ada di rumah. Jumlahnya sekitar enam HP, masing-masing punya amak, kakak, adik, paman, keponakan dan HP ku sendiri. semua kegiatan per-HP-an dilakukan dengan berdiri karena semakin tinggi semakin baik sinyalnya. Sementara tempat berdiri adalah jalan untuk orang-orang berlalu lalang. Ruangannya pun tidak begitu luas. Pernah suatu hari, kakak angkatku yang laki-laki menerima telepon dari pacarnya. “Halo!” katanya dengan suara yang cukup keras untuk membuat orang-orang di sekitar menoleh. “Kamu sudah tak cinta lagi sama aku! Jarang menelepon,” kata si pacar tak kalah kuatnya. Sementara percakapan tersebut didengarkan dengan moda loud speaker. Alhasil seisi rumah tertawa terbahak-bahak. Pacarnya sontak marah karena mendengar suara orang-orang menertawakannya. Telepon langsung dimatikan dengan sedikit kata penutup yang tajam, “Kamu jahat, kita putus saja!”

Tentu hal ini bisa terjadi pada siapa saja. Termasuk saya. Termasuk kamu yang sedang membaca tulisan ini. Ternyata sinyal bisa lebih mematikan dari AK47. Apalagi untuk sesuatu yang memang hanya menunggu waktu untuk tamat. Sebut saja beberapa teman Pengajar Muda yang mengakhiri atau (ehm) diakhiri kisah cintanya secara sepihak. Saya turut berduka cita untuk kisah menyakitkan ini. Bersedih tentu perlu. Tapi saya berharap kesedihan tersebut tidak mengganggu kegiatan teman-teman di sana.

Perbanyaklah berdoa. Semoga pasanganmu adalah orang yang luar biasa. Sabar mendengarkan curhatan dan keluhanmu yang tak begitu ia pahami, mengirimi beberapa benda-benda tak masuk akal baik yang kamu minta ataupun dari kode, senantiasa mempertahankan kasih sayangnya meski tak bertemu dalam waktu yang lama, bahkan untuk sekedar mendapat pesan pendek. Jika ia tetap bertahan, maka ia layak dipertahankan. Jika tidak, maka ikhlaskan.

Selamat ditemukan lagi!


Cerita Lainnya

Lihat Semua