Guru Kalemboade : Akhirnya sampai juga di dusun Penempatan 1

Slamet Riyanto 16 Mei 2013

Cerita di balik sebuah penantian

Sekolah Dasar Negeri Inpres Baku, terletak di dusun Baku Kecamatan Lambu Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Mungkin tidak banyak orang yang mengenal daerah ini atau bahkan mengunjunginya meskipun dia orang yang tinggal di kecamatan Lambu. Bukan bemaksud membuka luka lama masyarakat setempat, tetapi ingatkah masalah tentang tambang emas yang berujung pada demonstrasi masyarakat dengan membakar kantor-kantor pemerintahan. Di dusun sederhana inilah letak tambang emas itu. Mungkin tidak banyak orang yang menyangka di dusun indah dengan masyarakatnya yang begitu sederhana menyimpan potensi kekayaan yang luar biasa.

Cukup lama memang penantian saya untuk mencapai dusun ini yaitu kurang lebih selama 3 minggu semenjak hari pertama saya tiba di Bima. Tidak ada alasan yang jelas, tetapi alasan sosial budaya masyarakat mungkin yang bisa saya terima pada waktu itu. Pernah suatu ketika saya memaksakan diri untuk berangkat ke sana,karena bagi saya disanalah tempat saya bertugas bukan disini (rumah oang tua angkat di kecamatan). Hingga pada akhirnya niat ini harus ku urungkan karena mendapat teguran keras dari orang tua angkat. Mereka berkata ”bukanya tidak boleh ni, kita kasih kamu orang pergi kesana, tetapi yang kita takutkan kamu orang sakit disana karena kamu orang masih baru, biasanya begitu tu kalau orang baru, kadang juga ada “ospek” dari makhluk-makhluk disana tu, jadi nanti kamu kesana bersama ayah dan mama saja kalau sekolah sudah masuk, inikan masih libur” .

Seakan memperkuat nasihat ini, opini-opini masyarakat di kecamatan pun menemani penantian panjang saya. Pernah suatu hari seorang ibu berkata kepada saya “hati-hati nak kalau nanti kesana, banyak makhluk halus disana, tahun lalu tiga guru meninggal secara berurutan disana, kita orang saja tidak mau kalau ditugaskan kesana, kenapa kamu mau, ndak takut?”, ibu lain yang seakan ingin menetralisir opini tersebut langsung menyambung “kalembo ade ana’e (yang sabar anakku), memang benar tahun kemaren tu ada 3 guru yang meninggal saat bertugas disana, tapi kita kan sebagai seorang beriman harus percaya kalau rizki, jodoh, dan maut itu sudah ada yang mengatur.

Paling tidak begitulah opini sebagian masyarakat di kecamatan soal dusun Baku. Hal ini seringkali menumbuhkan rasa penasaran yang tak terbendung untuk segera kesana. Mencoba untuk tidak tenggelam dalam sebuah kegalauan penantian akhirnya kuputuskan untuk mengoptimalkan waktu yang ada untuk lebih dekat dengan keluargga baru saya. Kegiatan di pagi hari biasanya kita pergi ke ladang bawang merah untuk mengikat bawang merah yang akan dijual, di siang dan sore hari biasanya ada acara ditempat saudara dari mama angkat yang sedang ada hajatan. Mungkin inilah orientasi budaya tahap awal yang harus saya jalani karena dari sinilah saya mulai mengenal kebiasaan, bahasa pergaulan, serta sosial budaya masyarakat secara umum yang bisa saya jadikan bekal amunisi ketika nanti saya sudah di dusun penempatan. Kalemboade Bapak Guru, kata kalemboade inilah yang terkadang dapat menetralkan perasaanku ketika sedang kurang stabil. Kata kalemboade ini bagi saya tidak hanya berarti kesabaran, tetapi juga menyuruh kita untuk tetap semangat dalam sebuah kesabaran penantian tugas kita.


Cerita Lainnya

Lihat Semua