Representasi dan Refleksi

Siti Muthmainnah 6 Agustus 2011

Mul, anak perempuan tomboi kelas V. Pintar. Seorang anak jawara yang meninggal terbakar di Jakarta. Pulang hanya jenazah yang gosong tak berbentuk. Konon, dibakar massa karena melakukan hal yang kurang baik. Ibu kandungnya entah kemana. Beruntung ia tinggal bersama saudara yang kebetulan tak punya anak.

Putri, gadis kecil yang nama belakangnya jelas-jelas diwalikan oleh neneknya. Ya, putri adalah anak seorang guru yang entah bapaknya dimana. Ibunya kini menikah untuk ketiga kalinya. Ia sejak kecil tak tinggal bersama ibu kandung, apalagi ayah. Kalau ditanya ia akan menjawab dengan terang. Aku anak dari Emak bukan ibu.

Widia, anak kelas 4 yang selalu minta perhatian. Ayahnya selalu berpakaian batik dan stand by di sekolah di pagi hari. Melayani teman-teman sekolahnya dengan tulus demi dia dan kakak-kakaknya. Ya, ayah Widia penjual cilok yang memikul ciloknya dari sekolah yang satu ke sekolah yang lain dengan jarak dan medan yang tidak gampang.

Suardi, susah sekali berkonsentrasi. Membaca Iqra atau abjad selalu kesulitan. Begitu juga sikapnya yang sedikit nyleneh. Tak ayal, kadang sering sekali menjadi bulan-bulanan para ‘orang tua’.

Gentar, yang selalu meludahi siapapun jika mulai tak dapat mainan baru. Anak 8 tahun ini yang baru bisa jalan dan sedikit bisa mengungkap perasaan lewat kata-kata. Tak sekolah, tapi sering datang ke rumah ikut belajar bersama. Sesekali menimpali saat kami bermain tebak-tebakkan. Dan ia BENAR!!

Siapapun kalian, kalian adalah anak-anak yang berhak memiliki mimpi. Kalian harus bisa maju apapun kondisi dan latar belakang kalian. Aku di sini siap untuk selalu ‘memeluk’ kalian. Maaf jika tak sempurna melayani.

Tahukah? Kan kusebut kau dalam setiap doa, agar kalian bisa jadi pribadipribadi yang lebih baik. Agar kalian bisa bermimpi lalu berani mewujudkannya.

*Teruntuk anak-anak yang selalu menjadi alasan untuk bergerak. I love you all...


Cerita Lainnya

Lihat Semua