Masih ada Cerah (1)

Siti Muthmainnah 14 Juli 2011
Kala itu, Kamis pagi, 30 Juni 2011 Pagi ini seperti hari kemarin, aku diantar sahabatsahabat kecilku untuk jalanjalan. Semalam, di rumah Mak Enung, tempat  biasa kami ngaji, kami merencanakan akan pergi ke Cisedang. Salah satu kampung di Margaluyu yang belum pernah ku kunjungi, setelah Ciberiuh (ibu kota Desa Margaluyu) dan Cilaketan (kampung yang aku tinggali). Cisedang berada cukup jauh dari Cilaketan. Tak seperti kemarin, hari ini Marni, sang gadis cilik yang beranjak dewasa itu tak datang ke rumah untuk menghampiriku. Kata Iis, sejak semalam Marni sakit kepala. Oh, ya sudah pikirku. Ku niatkan, sepulang nanti aku akan mampir untuk menjenguknya. Benar, sebelum kembali kerumah, aku bersama Iis dan Putri mampir di rumah Marni. Disambut salam dan cium tangan serta senyum cantiknya. Dia mengenalkanku pada ibu dan adik kecilnya. Adik kecil yang biasanya ia tunggui kalau ibunya sedang ke sawah. Adik kecil yang sangat ia sayangi. Aku yakin itu. Ibu Marni menyapaku hangat. Oh, ini ibu gurunya, kata beliau.  Senyum, sapa, dan salam yang juga aku dapatkan dari beliau. Ku cium tangannya. Kemudian beliau mulai bercerita seperti sudah akrab. Tentang Marni yang beberapa pagi ini menemani bu guru. Marni yang beberapa waktu lalu pulang sedikit larut karena mengunjungiku. Mengunjungiku yang tak datang ngaji malam itu. Ibu cerita tentang ayah marni yang bekerja di Tangerang. Kedua anak lelakinya yang mengikuti ayah mereka untuk bekerja. Anak lelakinya yang putus sekolah dan ngaji karena keterbatasan biaya (lagilagi). Ibu terus bercerita. kali ini suara ibu sendu dan mulai dibarengi dengan sesenggukan tangisan. Masih berlanjut, sambil menggendong si kecil, dedek marni. ‘Ya...begitu bu. Dulu saya sempat ikut orang, dan mau belajar begitu sulit, ngaji juga susah.  Nah sekarang, saya mau marni sekolah dengan baik, ngaji juga dengan baik. Agar pintar dan tidak seperti ku. Kata ibu Marni.’ Dan ditengah opini yang berseliweran, seperti tak percaya bahwa pendidikan mampu memberikan pengaruh, harapan ibu marni menjadi pencerah hariku disini. *Marni gadis pintar, selalu juara di kelas. Dia santun dan lembut. Tahun ini dia menginjak bangku SMP. SMP SATAP dengan SD dimana aku mengajar.

Cerita Lainnya

Lihat Semua