info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Ramadhan Seru dan Margaluyu,

Siti Muthmainnah 3 Agustus 2011
Untuk kedua kalinya merasakan ramadhan yang berbeda. Tidak sahur sama emak, bapak. Tak jalanjalan pagi ke Pantai Congot. Tak berjamaah subuh sama bapak. Tak tarawih dan tadarus di Mushola Al Falah dekat rumah. Tak menyiapkan buka puasa untuk anakanak di mushola. Tak ada jadwal piket untuk mempersiapkan takjil seusai tarawih. Ok. Disini bisa jadi akan lebih seru pikirku.. Sebelum magrib di awal tarawih, ku sempatkan untuk menyapa emak di Glaheng. Terdengar suka ria menyambut tarawih sama cucu tersayang. Emak bilang tadi pagi Lek Dasir sudah ngepel mushola. Walau anakanak yang biasanya membantu tak datang sama sekali. Emak bilang tak ada yang mengorganisir. Terdengar suara Yusron dan temanteman di balik telephon. Kata emak menanyakan tikar besar dan karpet di pasang sekarang atau nanti. Ah...anakanak itu membuatku kangeen menjadijadi. Dan akhirnya, ‘uwis sik ya In..ki Yusron wis adzan’. (sudah dulu ya...Yusron sudah Adzan) kata Emak. Ya...ku jawab semangat, yakin bahwa disinipun Ramadhan akan seru. Langsung saja aku mengambil air wudhu, kemudian beberapa saat menunggu waktu sholat. Seperti biasa mushola masih sepi. Mulai resah. Aku putuskan untuk sholat dirumah. Setelahnya sembari menunggu waktu Isya ku baca buku favoritku, buku yang paling favorit ketika Ramadhan, buku pemberian emak. Lembar demi lembar terbaca dengan semangat yang bertubi-tubi. Seperti semangatku melongok mushola yang masih tetap sepi bakda magrib. Pintunya masih tertutup dan lampu masih padam. Resah lagi. Lha ki do Tarawih opo ora???. Batinku. Ah mungkin aku yang terlalu bersemangat. Kembali ku buka buku favoritku. Ayat demi ayat ku lantunkan dengan semangat. Sepertinya semangat Ramadhan tahun lalu masih menggebu. Selalu ingat hal itu. Tahun lalu ramadhan memang sangat seru. Ngabuburit bersama teman baru. Di jalanan menuju kandang menjangan yang selalu rame para santri. Ah, lagilagi aku kangeen jogja. Dari kejauhan ku dengar bunyi mercon bertubitubi. Kata ibu, memang begitu kebiasaan anakanak disini. Membunyikan mercon besar karya sendiri. Samar ku dengar suara anakanak mulai terdengar. Resahku mulai berkurang. Ku sudahi ngajiku. Kolot (kakek) sudah membunyikan bedug. Tak berapa lama adzan pun terdengar. Hal yang biasa tak dilakukan. Walau ada mushola, listrik, dan microfon, tetapi biasanya hanya bunyi bedug yang dibunyikan kolot, sebagi penanda waktu sholat dan pertanda juga bahwa sholat jamaah telah dilaksanakan. Hehe. Aneh kan?. Begitulah mushola di cilaketan. Rasa resah luluh lantak oleh suara anakanak. Lagilagi anakanak. Penyeru semangat yang tiada pernah tergantikan. Langsung menuju mushola. Anakanak teriak, horee ada bu guru....hanya senyum yang ku beri pada mereka. Terima kasih telah menyambutku. Marii membuat Ramadhan di Margaluyu seru!!! Di sore kedua Ramadhan ; bersama keluarga baru.

Cerita Lainnya

Lihat Semua