Pak Mantri Ajari Kami

Siti Bagja Muawanah 7 Juni 2016

Mei ini seperti bulan-bulan yang lalu saya dan teman-teman pengajar muda yang lain pergi ke Nunukan. Kami pergi ke ibu kota kabupaten untuk melakukan banyak hal. Mulai dari silaturahmi ke kantor dinas pendidikan sampai memenuhi berbagai undangan dari beberapa kenalan. Tujuannya hanya satu yakni mengajak semua orang untuk bergerak bersama memajukan pendidikan.

Namun, kali ini entah mengapa ada rasa berat di hati untuk meninggalkan anak-anak yang sudah rutin belajar malam. Hari ini ketika saya bergegas pulang untuk packing keperluan mereka berceloteh, “Bu malam ini kita belajar di bawah pohon ketapang lagi yah. Kami sudah bawa buku Malin Kundang yang akan kita bahas nanti”. Terlihat antusisme di bola mata mereka yang jernih. Ah Nak, ibu jadi tak tega.

Saya hanya diam sambil berjalan di samping mereka. Ada rasa bersalah karena sudah berjanji untuk membahas cerita Malin Kundang malam ini, akan tetapi saya baru dapat informasi kalau tim pengajar muda harus berangkat ke Nunukan besok pagi dan itu artinya saya harus berangkat ke Mansalong pukul 12.00 agar bisa berangkat ke Sebuku bersama teman-teman pengajar muda yang bertugas di Lumbis dan Lumbis ogong.

Akhirnya saya pun memberanikan diri untuk bicara pada mereka, “Ibu harus berangkat ke Nunukan. Jadi, belajarnya nanti lagi yah kalau ibu sudah pulang.”

Mereka menatapku dengan penuh kecewa sambil berujar, “Yah ibu kan kami ingin dengar cerita lagi seperi semalam.

“Berapa lama ibu di nunukan? “

“Ibu di nunukan selama satu minggu. Maaf yah nak.”

Tak ada jawaban. Hanya diam yang kudapatkan sampai kami berpisah untuk memasuki rumah masing-masing. Saya pun packing dan berangkat sambil memikirkan mereka.

Selama di Nunukan saya terus-menerus memikirkan mereka, juga beberapa murid di kegiatan yang lain seperti murid mengaji, murid senam, murid, yel-yel, dan murid voli yang belajar di sore hari sesuai jadwalnya masing-masing. Betapa rindu memenuhi rongga hati saya waktu itu.

Seminggu pun berlalu, saya tiba kembali di desa. Mereka memanggil-manggil saya dengan mesra. Saya yang sedang buru-buru berjalan menuju rumah tak begitu meladeni mereka. Saya harus segera sampai di rumah karena tak tega melihat Pak Lukas (penjaga sekolah di tempat saya mengabdi) tergopoh-gopoh mengangkat carier saya yang lumayan berat. Saya memang menumpang pada beliau dari jalan raya menuju desa. Beliau bersikeras membawakan tas itu sampai ke rumah saya.  Terima kasih Pak.

Sesampainya di dalam rumah saya kaget melihat papan tulis kecil yang biasa saya pakai untuk belajar malam bersama anak-anak ada di ruang tengah. Papan mungil itu berdiri tegak di atas sebuah papan yang sepertinya dibuat khusus untuk papan putih itu. Saya bingung karena seingat saya papan itu ada di kamar saat saya berangkat. Mengapa kini ada di sini lengkap dengan spidol yang di simpan di belakangnya? Spidol inikan saya simpan di kotak pensil yang ada di kotak buku. Ah, barangkali adik-adik saya memang mengambilnya untuk bermain.

Malam pun tiba, saya dan housfam makan malam bersama. Saya masih memikirkan papan di ruang tengah rumah, akan tetapi segan juga untuk bertanya, khawatir menyinggung perasaan mereka. Tiba-tiba terdengar teriakan dari luar rumah, “Kak Viktor ayo belajar”. Beliau menjawab sambil menengok ke rah saya dengan malu-malu, “Si Marvel bah yang kuajar itu”. Setelah itu ia mengakhiri makannya dan pergi entah kemana.

Melihat saya kebingungan Juni (adikku) pun bercerita kalau selama saya pergi Pak Mantrilah yang menggantikan saya mengajar belajar malam. Jadi, saya pun tahu kalau beliau yang membuat tempat alas papan tulis dari papan yang imut itu, karena hanya beliau yang bisa membuat benda-benda semacam itu di rumah ini. Pak Viktor terima kasih karena mulai peduli kembali pada pendidikan di desa ini. Walau tugas utamamu adalah melayani kesehatan masyarakat, akan tetapi kau mau mengajari mereka dengan giat.

Senang bisa mengenal sosokmu lewat di rumah housfam kita yang kebetulan sama. Kelak aku yakin akan ada orang-orang lain yang peduli.


Cerita Lainnya

Lihat Semua