info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Duta Toleransi Cilik dari Sinorang

HappyBerthalina 8 Juni 2016

 

 

Memasuki bulan ke-7 masa penugasan membuat saya belajar menjadi manusia yang terus bersyukur atas setiap pengalaman hidup  yang baru saya alami setiap harinya.

“Pilihan Tuhan untuk setiap kita tidak pernah salah”,

Ungkapan ini membuat saya percaya dan tidak pernah ragu dalam menjalani masa pengabdian di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Menjadi Pengajar Muda Desa Sinorang merupakan anugerah Tuhan yang tidak pernah bisa digantikan oleh apapun. Desa Sinorang merupakan salah satu desa di Kecamatan Batui Selatan dan mayoritas penduduknya beragama Muslim. Saya menjadi Pengajar Muda pertama yang beragama Kristen yang ditempatkan di Desa Sinorang.  

Masih tersimpan dalam ingatan saya ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di sekolah, SDN 2 Sinorang. Sesampainya saya di sekolah, saya mendengar teriakan dan hentakan kaki anak-anak berlari menghampiri saya. Mereka datang dan memperkenalkan diri mereka satu persatu.

“Ibu, ini untuk Ibu,” kata seorang anak yang dengan senyum manisnya memberikan saya selembar kertas  dan kemudian diikuti oleh anak-anak yang lain memberikan kertas yang mereka pegang.

Ada  sesuatu yang menggugah hati saya ketika membaca kertas demi kertas mereka. Saya terharu ketika mengetahui  bahwa kertas-kertas tersebut berisi ucapan selamat datang dan selamat natal untuk saya. Perasaan terharu  bercampur bangga saat itu saya rasakan karena telah diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bertemu dengan anak-anak usia 6-12 tahun yang mau belajar menghormati dan menghargai keberagaman yang ada. Ini merupakan  penyambutan dan hadiah natal yang indah dan sangat bermakna

 “Ibu, Ibu orang Kristen?,”

“Iya, nak. Ibu beragama Kristen,”

“Berarti Ibu, tidak pigi (pergi) sembahyang dan mengaji?, “

“Iye (Iya), Ibu tidak sembahyang di mesjid dan tidak mengaji. Ibu sembahyang di gereja setiap hari Minggu,”

“Kalau Ibu sembahyang tiap minggu pagi, berarti torang (kita) tidak bisa pigi (pergi) mandi di pantai jam 6 pagi,Bu seperti waktu torang (kita) mandi di pantai sama Pak Andik (Pengajar Muda Desa Sinorang sebelumnya), ”

“Iyo (Iya), Tidak bisa minggu pagi. Ibu pigi gereja kan, Bu?,”

“Boleh torang (kita) pigi (pergi) mandi di pantai sore supaya Ibu Happy bisa pigi (pergi) gereja pagi-pagi?,”

“Ada (iya, boleh), torang (kita) pigi (pergi) sore saja,”

Percakapan diatas merupakan celoteh ringan antara saya dengan anak-anak saat mengajari mereka di rumah. Percakapan polos tersebut membuktikan kembali bahwa anak-anak Sinorang memiliki keamuanbelajar toleransi dan  menghargai  keberagaman agama.

“Keberagaman ada bukan untuk dihindari, tetapi untuk dihargai “

Saat dunia lebih banyak mempermasalahkan tentang  keberagaman  dalam kehidupan bermasyarakat, mari sejenak memandang dan melihat teladan yang baik yang diberikan oleh 50 anak-anak SDN 2 Sinorang. Tak berlebihan jika saya menyebut mereka para duta toleransi cilik saya dari Desa Sinorang dan kami akan terus belajar saling menghargai dalam keberagaman hingga hari ini. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua