Surat Dari Nurul...

ANITA SYAFITRI S.Sos 11 Juni 2016
“Kak Anitaa…..” Suara seorang anak sudah terdengar nyaring dari depan rumah. Ku lihat jam menunjukkan pukul 6 pagi, dia lah Nurul seorang anak kelas 3 SD di Desa Loksado tempat aku akan tinggal selama setahun. Aku membuka pintu rumah dan senyuman seorang anak menyambut pagiku. Tapi ada yang berbeda, tangannya menyimpan sesuatu di belakang badannya. “Apa itu?” tanyaku penasaran. “Kakak ini buat kakak dari Ulun” Nurul mengulurkan tangannya sambil memberikan secarik kertas yang sudah tertulis di depannya Surat Untuk Kak Anita dari Nurul. Kertas itu telah digambar bunga dan bintang serta penuh warna-warni dari goresan pensil warna. Ini bukan surat pertama yang aku terima. Terhitung sejak aku datang di desa ini, aku setiap harinya mendapat surat dari Nurul. Sejak hari pertama aku sampai di desa ini, di hari itu pula aku kenal dengan Nurul anak yang aku kenal pertama sekali. Sebenarnya masih ada anak-anak yang lain yang selalu mewarnai hari-hariku di desa seperti Rara, Nabila, Annur, dan Mili. Tapi ada yang sedikit berbeda dengan Nurul. Dia terlihat paling antusias dengan kehadiranku di desa ini. Hal itu dibuktikan dengan kehadirannya paling sering, paling pagi, dan paling banyak memberikan surat-suratnya untukku. Aku mengambil surat tersebut, belum sempat aku membukanya ia langsung menyambar tanganku dan menyalam sambil menyium tanganku. Tidak hanya itu saja dia langsung memelukku dan mengatakan pernyataan yang sungguh membuatku terharu. “Ulun sayang kakak, makasih sudah mau datang kak” sambil memelukku. Aku sampai kehabisan kata-kata. Hanya kata “Ia sama-sama Nurul, ulun juga sayang pian” Oh ya sebelumnya aku ingin memberitahu bahwa ulun artinya saya dan pian artinya kamu dalam Bahasa Banjar. Ia masuk ke rumah dan langsung mengambil sapu, karena saat itu dia melihatku sedang memberersihkan rumah dan ia ternyata berniat membantuku juga. Aku masuk ke kamar dan membaca surat yang Nurul berikan kepadaku. Tulisannya sungguh kembali membuatku terhanyut. Buat apa beli lemari kaca kalau tidak berisi baju Buat apa kita berusaha kalau tidak mengormati guru Jalan-jalan ke kota negeri, tidak lupa beli kemiri Kalau kakak sudah pergi, janganlah lupakan kami Ia menulis pantun tersebut buatku. Kata-katanya benar-benar membuatku luluh. Aku tidak menyangka kehadiranku yang baru beberapa hari ternyata sudah mampu membuat seorang anak kecil sangat bahagia dan anak lainnya juga. Setiap hari aku bermain bersama mereka, belajar bersama, sampai aku mengajak mereka belajar mengaji bersamaku di rumahku. Untuk saat ini aku tinggal sendiri di rumah dinas guru, awalnya aku merasa mungkin aku akan merasa jenuh dan kesepian. Ternyata tidak, anak-anak ini benar-benar membuat semangatku bertambah. Dengan celotehan mereka, dengan pembicaraan mereka yang kadang tidak aku mengerti jika mereka menggunakan Bahasa Banjar Tapi aku belajar banyak dari mereka, mulai Belajar Bahasa Banjar, belajar arti kebahagian yang ternyata mampu kita ciptakan sendiri, dan belajar arti syukur dalam keadaan apapun.

Cerita Lainnya

Lihat Semua