Perjalanan Luar Biasa Itu Tiba

Shinta Ulan Sari 6 Juli 2011
Perjalanan menuju tempat berlabuhku selama 1 tahun ke depan akan segera di mulai, hatiku sudah bergemuruh tak karuan bertanya-tanya seperti apakah desa yang akan menjadi rumah keduaku nanti, seperti apakah masyarakat yang akan menjadi keluarga keduaku nanti, seperti apakah wajah anak-anak SD yang akan menjadi muridku, semuanya menjadi satu rasa, antusiasme. Kurang lebih pukul 16.30, ibu Utin, kepsek SDN 20 Sungai Putat, SD dimana akan menjadi tempatku mengajar, menjemputkku dengan travel. Travel yang akan membawa kami ternyata tidak bisa mengangkut semua barang bawaan. Alhasil, hanya sebagaian barang yang bisa kami bawa, barang yang tersisa akan dibawakan oleh Aziz, PM yang satu kecamatan denganku. Dia akan berangkat keesokkan harinya menuju desanya. Perjalanan luar biasa kami pun dimulai. Sebelum benar-benar sampai di dusun sungai putat, kami harus transit di simpang silat. 7 jam perjalanan dari putussibau menuju simpang silat, seolah mengulang perjalanan kami dari pontianak ke putussibau. Jalanan yang penuh dengan tikungan tajam, bergelombang dan bahkan ada sebagian jalan yang belum di aspal, jalan yang berbatu dan berlobang di sana-sini. Perjalanan ke simpang silat terasa begitu lama bagiku. Perjalanan itu telah berhasil membuatku muntah, sebelumnya jarang sekali aku mabuk perjalanan. Perjalanan malam itu tak berhasil aku taklukan. Bu Utin yang duduk di sampingku dengan si kecil Aqella pun tak kuasa menahan lelahnya tubuh, sampai akhirnya Bu Utin harus mabuk hingga 10 kali lebih. Suara sopir yang mengatakan bahwa kami sudah tiba di simpang silat, membuat tubuhku kembali segar, kaki ini cepat ingin keluar dari mobil itu. Udara malam di simpang silat membuatku bernapas lega, karena kami sudah melawati perjalanan yang cukup melelahkan. Tepat pukul 23.00 kami sampai di simpang silat. Perjalanan ke dusun sungai putat kami tunda keesokan harinya karena hari sudah terlalu malam. Keesokan harinya perjalanan kami ke sungai putat berlanjut kembali.  2 warga desa menjemput kami dengan mengendari motor. Awalnya kami akan menuju sungai putat dengan jalur sungai, namun kaarena kemarau cukup panjang jalur darat memungkinkan untuk dilewati. Tepat puawal pukul 14.00 perjalanan kami ke sungai putat berlanjut. Awal perjalanan kami harus melewati medan jalan berbatu dan berlobang. “ di sini jalannya jelek mbak,,ntar gak sejelek ini kok” , papar Pak Yo yang membonceng saya. Sedikit lega batin saya mendengar perkataan Pak Yo. Sudah hampit setengah jam,,ternyata jalan yang kami lalui masih sama berbatu, berlombang, dan cukup menanjak. Setelah satu jam perjalanan medan yang kami lalui berganti dengan jalanan berpasir yang sedikit basah. Ibu utin yang dibonceng suami dengan membawa si kecil Aqella sempat terjebak pasir dan menyebabkan beliau terjatuh dari motor. Alhamdulillah tidak terjadi luka apapun dari insiden tersebut. Setelah sedikit beristirahat akibat insiden tersebut kami melanjutkan perjalanan, sekarang tibalah saatnya kami haru menyeberangi sungai kapuas dengan mengendarai speed.  Sekitat 15 menit lamanya kami sampai di seberang sungai kapuas. Perjalananpun berlanjut. Sepanjang jalan yang kami lalui sekarang penuh dengan pohon sawit, sejauh mata memandang yang tampak adalah perkebunan sawit. Sejauh mata memadang pula tak tampak ujung jalan ini bermuara di mana. Setalah satu jam setengah sampailah kami di dusun sungai putat yang berada di balik perkebunan sawit. Helaan napas panjangpun akhirnya keluar sesampainya kami di dusun. Baju, tas, dan semua yang melekat di badan penuh dengan pasir. Sesampai di dusun, pandangan penasaran semua warga yang kami lewati membuatku ingin segera memperkenalkan diri dan berbaur dengan mereka, tapi sayang badan ini sudah ingin mendapatkan haknya. Sesampai di dalam rumah Ibu Utin, beliau dengan ramah memintaku untuk beristirahat sejenak. Tak begitu lama kami menginjakkan kaki di rumah, ternyata beberapa warga berbondon-bondong menuju rumah ibu utin, dan menyapaku dengan ramah. Semua senyuman, sapaan dan salaman mereka membuat semua lelahku hilang seketika. Orang-orang inilah yang nantinya akan menjadi keluarga besarku selama 1 tahun kedepan. Pikirku sepertinya 1 tahun ini akan aku lalui dengan penuh suka. Semoga 1 tahun kedepan banyak hal yang bisa aku bagikan, banyak hal pula yang akan aku pelajari. Perkataan abah iwan pada sesi sebelum deployment terus mengingatku, bahwa mengajar di daerah terpencil, bukanlah sebuah pengorbanan, tapi sebuah kehormatan. Perkataan itu terus membuatku bersyukur, bersyukur karena aku memiliki kesempatan untuk mengajar di desa ini. Aku bersyukur memiliki kempatan mengetahui desa ini dengan segala kondisi dan potensinya . Aku bersyukur bisa mengenal anak-anak di desa ini yang aku yakin banyak potensi terpendam mereka yang belum tampak sejauh ini. Aku bersyukur bisa mengenal seluruh warga di desa ini, orang-orang yang memiliki ketangguhan hidup luar biasa. Aku bersyukur dari mereka aku akan banyak belajar cara menghargai kehidupan ini, menghargai perbedaan ketulusan dalam berbuat. Satu tahun kedepan nanti tidak akan hanya menjadi guru tapi aku juga akan berguru dari mereka semua

Cerita Lainnya

Lihat Semua