Sapaan Pada Pukul Empat Pagi

Shaskia Shinta Rialny 26 Februari 2015

“Anak soleh-solehah Matutuaaaaang?”

“Man Jadda Wa Jada!”

“Yang artinya?”

“Siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil!”

Seruan anak-anak yang mengaji hari itu terasa penuh semangat. Sambil menghitung dalam hati berapa jumlah anak yang hadir mengaji malam ini, aku pun memperhatikan muka lucu mereka saat mengucapkan kalimat semangat dalam bahasa Arab tadi, bahkan ada yang mengucapkannya sambil menutup mata. Pokoknya ekspresi mereka lucu-lucu sekali. Hari ini ada 10 anak yang hadir mengaji. Hati ini sangat senang yang penting mereka mau datang ke masjid malam ini dengan gembira.

Setelah mengaji satu persatu, aku segera menceritakan dongeng anak-anak Islam kepada mereka. Setiap hari Minggu memang merupakan jadwal untuk mendongeng dan kuis. Ini merupakan saat-saat yang ditunggu oleh anak-anak, karena ada hadiah apabila sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang dongeng yang akan diceritakan. Dongeng kali ini bercerita tentang godaan setan saat umat muslim beriman yang sedang melakukan solat dengan khusyu’. Dalam dongeng tersebut ada cerita mengenai setan yang berubah menjadi seekor ular untuk menggoda manusia dan hal tersebut rupanya sangat menarik perhatian mereka, terutama si Marjun dan Jubilin.

Marjun adalah Kapten Anak Soleh dan Solehah Matutuang, sementara Jubilin adalah sekretarisnya. Mata mereka tidak lepas dari gambar ular yang dibuat sesaat sebelum mengaji. Saat kuis dimulai, anak-anak sangat bersemangat menjawab, termasuk si dua Marjun dan Jubilin. Acara mengaji kali ini pun ditutup dengan pertanyaan Marjun,

“Enci, penting mana mengaji dengan solat?”, tanya Marjun.

“Bagaimana teman-teman yang lain, ada yang bisa menjawab ?", tanyaku kepada anak-anak yang lain.

Banyak hal menarik yang aku dapatkan di sini, salah satunya dengan berbagai pertanyaan mereka, karena sejujurnya aku masih harus banyak belajar tentang agama, ditambah banyak yang harus aku baca supaya ingat lagi tentang dongeng-dongeng islam. Akhirnya, tiba-tiba si Jubilin mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan Marjun tadi.

“Sama pentingnya! Tapi solat yang utama, kalau ndak solat, akan rubuh to semuanya”, jawab Jubilin yakin.

Senyumku pun mengembang malam itu.

Saat perjalanan pulang, Marjun pun meminta izin untuk meminjam jam wekerku. Saat kupinjamkan dia pun bertanya jam berapa aku mau solat subuh, aku pun bilang pukul 04.00 pagi aku sudah bangun untuk siap-siap solat dan mandi. Aku tidak menanyakan untuk apa si Marjun meminjam jam weker. Dengan perasaan senang, aku yakin dia juga ingin bangun solat subuh esok hari.

Tiba-tiba pada pukul 04.00 pagi, aku kaget melihat cahaya senter di depan rumah, ternyata ada Marjun dan Jubilin!

“Assalamualaikum Enci, sudah bangun? Mari jo Enci solat subuh sama-sama! Satrio sudah di atas, mau siap-siap adzan subuh”, jawab Marjun dan Jubilin serempak.

Subhanallah, aku kaget, karena jarak rumah mereka ke rumahku tidak terbilang dekat, aku tidak menyangka mereka akan datang dan menjemputku untuk solat subuh. Tidak berhenti sampai disitu, mereka juga membangunkan teman-teman lain yang tidur di rumah, di dermaga, dan di ruang tunggu untuk sama-sama solat subuh. Mereka pun tidak membiarkan lagi masjid kecil di kampung kami tidak ada yang mengumandangkan adzan, mereka dengan sendirinya selalu ke masjid saat jam solat untuk adzan. Bahkan ada yang semangat untuk belajar adzan agar bisa mengumandangkan adzan di masjid.

Sungguh subuh yang sangat membahagiakan !

Jadi, Man Jadda Wa Jada kan ? :D


Cerita Lainnya

Lihat Semua