Romantika Tetangga Mak Encin
Wirda Aina 27 Februari 2015Saban hari saya pulang sekolah melewati jalanan belakang rumah warga, jalan pintas menuju rumah. Disepanjang lorong itu suara riuh rendah tawa dan tangis anak-anak. Anak-anak berusia dua hingga tujuh tahun yang tak jemu bermain-main dengan asyik dan, hmm…., ribut!
Awalnya, tetangga kecil saya kalem-kalem saja, dengan saya mereka terlihat malu-malu dan kadang cuek-cuek saja (sekali lagi itu awalnya J). Hingga akhirnya, setelah lumayan lama dan saya cukup sering dilihat mereka hilir mudik di daerah rumah mereka, para tetangga kecil ini mulai melakukan improvisasi.
Suatu hari, Salah satu dari mereka, memandang saya dari jauh dan tersenyum-senyum. Nah, melihat saya lewat, bocah itu langsung menyapa dengan riang, “Bu guruu…ikum….”ujarnya dengan cempreng sambil mengangsurkan tangan pada saya. Bersalaman, lalu meletakkan punggung tangan saya di jidatnya; ikum. Perilaku bocah ini ternyata menginspirasi teman-temannya untuk alasan yang tidak begitu saya mengerti. Sambil lalu, saya menyelesaikan aktivitas ikum-ikum itu segera dan ber-dadah-dadah ria pada mereka yang terus memanggil saya dengan sumringah hingga saya menghilang dipembelokan. Haddeh…..
Kebiasaan ikum-ikum itu pun terus berlanjut. Setiap kali saya pulang dari sekolah, seperti ada bunyi alarm, bocah-bocah itu sudah menunggu saya, ketika melihat wujud saya langsung dengan seketika mengerubungi saya. Layaknya selebriti, saya pun menikmati agenda rutin ikum-ikum tersebut.
Belakangan, saya melihat terjadi perkembangan dengan ikum-ikum itu. Dari yang tadinya hanya sekedar bersalaman, berubah menjadi siapa yang paling banyak ikum, dan yang paling lama menempelkan tangan saya ke jidatnya atau sebagian tepat di hidungnya. Kadang sampai ada yang jejeritan karena takut tidak kebagian ikum.
Setelah hilang dari pembelokan tadi, saya terus menyusuri jalan menuju rumah, masih ada satu dua anak yang memanggil ibuuuu di sana sini, namun tidak seekstrim posko tadi yang barusan saya lewati. Cukup menjawab iyaaa iyaaa sepanjang jalan mereka sudah sangat senang dan terus memanggil hingga saya benar-benar telah masuk ke rumah.
Aah benar-benar lega rasanya sampai di rumah. Belum sempat ganti pakaian, makan, shalat dan blabla lainnya, baru membuka pintu kamar tiba-tiba suara panggilan ibu bergentayangan lagi. Mereka sudah di depan rumah, terus-terusan memanggil sampai aku menampakkan diri, huff….
Tahukan apa tujuan mereka?
Hanya ingin IKUM, ya bersalaman. Setelah semua kedapatan ikum baru bubar.
Jika mereka lagi tidak sibuk (sedang tidak disibukkan dengan mainan) mereka biasanya akan melirik buku bacaan yang tersedia di rak mak Encin emakku. Hanya bertahan paling lama10 menit, setelah itu mereka berlari-lari lagi.
Dan pastinya akan datang lagi untuk tujuan yang sama IKUM ;)
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda