Integrity start from you

Sendi Kenia Savitri 29 Juni 2015

Mengulik keberhasilan masa lalu yang banyak di dongengkan manis sekarang, jelas tak lepas peran dari aktor pelakunya. Pun begitu dengan mendamba keberhasilan masa yang akan datang. Setiap orang punya dambaan masing-masing yang tentu sarat relatifisme. Indonesia love and reality seperti menelan pil pahit diantara manisnya madu. Kita tentu sangat melihat geliat gotong royong  tak henti yang kita lakukan bersama untuk negeri ini. Pesona moleknya alam negeri yang tentu selalu menjadi prolog manis setiap membicarakan Indonesia. Begitupun dengan senyum lebar yang tak mahal di dapat, menjadi kesan utama bagaimana masyarakat negeri ini digambarkan oleh mereka yang datang dan berkunjung. Ini cinta tentang negeri ku yang indah. Namun begitu, sempatkah kita berfikir tentang kerja keras yang kita lakukan sekarang, tentang gotong royong yang kita galakkan sekarang, tentang pesan moril yang ingin kita kembalikan, tentang kejayaan masa lalu yang kita damba akan datang dan kembali tak berlalu. Sempatkah kita merasa bahwa selalu ada yang kurang untuk lebih memaksimalkan manisnya madu di negeri ini. Ya .. kerja kita sekarang adalah pekerjaan yang belum tuntas dari kerja kemarin, tidak selalu begitupun iya. Kerja kita sekarang adalah kerja tambahan dari pekerjaan yang tidak maksimal kita kerjakan, membengkak dan menjadi mata rantai baja yang sulit diputus. Ini sudah barang tentu menjadi evaluasi untuk kita bersama. Perkara mengerjakan mungkin bisa semua orang. Tapi apakah begitu dengan merampungkan? dan apakah begitu dengan memaksimalkan hingga tak meninggalkan pekerjaan di kemudian hari, ini adalah perkara siapakah yang bisa melakukannya. Pekerjaan yang dikerjaan dengan model tambal ban untuk mengejar target ketuntasan hanyal menjadi pekerjaan tambahan diwaktu yang lain, menjadi hama yang dapat menggerogoti pekerjaan baik lainnya, atau jangan-jangan kita hanya membuang-buang tenaga untuk menciptakan pekerjaan lebih besar di masa yang akan datang? Negeri ini tentu tidak kekurangan orang yang mau bekerja, tapi negeri ini tidak hanya butuh mereka yang hanya mau bekerja, dengan mengambil manisnya madu saja.

               Kawan, jika kau lihat lalai maka berkacalah, jika kau lihat ada yang tidak sesuai maka paksakanlah untuk berkata tidak, jika kau lihat semua akan sia-sia, maka akhirilah. Tentu semua ini akan menjadi modal utama untuk tak membuat pekerjaan baru untuk kawan-kawan kita selanjutnya. Jika kaum terhormat seperti kalian para kaum berpendidikan nyatanya hanya mampu mengambil jalan aman, maka sebenarnya negeri ini sudah tak punya harapan. Seperti negeri dengan segudang tambalan, tak ubahnya tambal ban. Jika kita sepakat menyelesaikan semua dari akar permasalahan, maka mantapkanlah. Ingin tertawa rasanya mendengar cerita manis tentang negeriku ini, ingin menangis melihat nyatanya negeriku cinta ini.

               Dalam dunia pendidikan, memberikan pembelajaran saja tidaklah cukup, ijazah bukanlah hasilnya. Nyatanya mungkin ini masih menjadi acuan. Tuntutan nilai baik, tuntutan ketuntasan minimal, tuntutan terhadap para pendidik yang membuat pendidikan seperti hantu yang menyeramkan dengan segala tekanan dan tuntutan. Tak sadar, ini adalah tantangan berat, menjawab tantangan yang tak terjawab!!

               Jika kita selalu mendongengkan masa lalu, apakah kita sendiri sudah mampu menjadi sosok aktor masa lalu yang kita dambakan ? waktu ini hanya akan habis sia-sia hanya dengan membicarakan fenomenan “Orang sekarang” jika ingin mengadobsi pandangan manis kita tentang “Orang dulu”, atau hanya sekedar mengulik keengganan banyak orang. Tuhan telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, tentu Tuhan juga telah menciptakan kawan pasangan pikiran kita. Tak mampu bersinar di air yang keruh, cukuplah dulu mampu menjadi tak sewarna dengan air yang keruh.

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua