Hallo Indonesia : Gembira melihat kabar dari ujung barat pulau Jawa

Sendi Kenia Savitri 12 Desember 2016

Waktu dan benih-benih yang ditanamkan selalu berujung pada hasil yang akan di panen. Seperti masyarakat sitoko yang selalu menanam dan memanem padi-padi yang ada di sawah mereka. Begitupun dengan apap yang selalu kita lakukan dalam kehidupan, suatu hari nanti akan kita lihat bersama hasil dari apa yang telah kita tanam. Baik kebaikan atau keburukan.

Satu setengah tahun yang lalu saya meninggalkan desa ini untuk kembali pulang ke rumah setelah melaksanakan tugas sebagai Pengajar Muda di SDN 2 Pasirhaur Lebak Banten. Hari ini saya kembali, pertanda atas ruang dan waktu yang menjadi rindu, kewajiban atas tugas yang telah berlalu menjadi cinta yang tak pernah berlalu. Ini adalah perjalanan saya ke dua setelah purna tugas. Tapi memiliki rasa yang berbeda. Perjalanan pertama saya lakukan ketika pengajar muda pengganti saya masih bertugas disana. Saya datang 6 bulan setelah saya purna tugas, dan ini hanya perjalanan menepati janji atas kepulangan saya kepada warga desa dan murid-murid yang saya tinggalkan. Selayaknya seseorang yang menggugurkan tugas dan tanggung jawab serta usaha menepati janji. saya hanya datang semalam lalu melanjutkan perjalanan lain. Saya harus menepati apa yang pernah saya ajarkan. Jangan Tanya rasanya, tentu berat sekali. Apalagi jika ditambah dengan banyaknya urusan lain yang sama pentingnya dengan janji dan komitmen yang sudah dibuat. Tapi inilah pembelajaran saya selama menjadi pengajar muda. Mendisiplinkan diri, berhati-hati membuat keputusan, dan berusaha berkomitmen.

Hari ini saya kembali bukan karena tugas, atau memenuhi janji. Inilah pertanda atas rindu dan cinta yang dibentuk oleh waktu. Rindu dan Cinta yang terbentuk atas ketulusan cinta mereka, warga desa, dan murid-murid saya di penempatan yang tak pernah surut

Saya menunggu jemputan pak Iden seorang local champion di sekolah tempat PM bertugas. Saya menunggu di sebuah rumah basecamp PM di kecamatan cipanas. Rumah yang biasa dijadikan alamat pengiriman barang pengajar muda. Bahkan teman-teman PM dari kecamatan lain.  Ketika saya turun, ada sekelompok bapak-bapak dewan guru yang sedang santai selepas rapat katanya di UPTD. Saya terharu ketika mereka tak perlu waktu untuk mengingat saya dan menyambut hangat kedatangan saya. Beberapa waktu kemudian datanglah bapak kepala UKG Kecamatan tempat dulu saya banyak belajar tentang ilmu keguruan. Abang-abang rental yang biasa saya repotkan, hingga mas-mas pedagang bakso tempat saya biasa makan bakso juga tak perlu waktu lama untuk bernostalgia.

Kejutan demi kejutan kemudian hadir. Ditambah ketika pak Iden sudah datang menjemput saya diikuti 2 orang pemuda yang selalu membantu saya selama bertugas. Dalam hati saya berterimakasih kepada Tuhan. Kami berbincan panjang sebelum akhirnya naik ke kampung Sitoko. Sejak di kecamatan pak Iden sudah banyak menceritakan Sitoko hari ini, luar biasa menurut saya, dari yang diceritakan semua adalah perkembangan hal baik yang tentu jika pengajar muda lain mendengarnya tentu akan ikut terharu, bangga dan bahagia. Saya ditemani oleh adik dan salah seorang teman yang mendengar cerita perubahan dari pak iden. Mereka saja ikut bahagia mendengarnya. Apalagi pengajar muda ya.

Saya benar-benar haru mendengar ceritanya. Bagaimana tidak cerita yang sama sekali berbeda jika dibandingkan dengan kedatangan saya pertama kali ke tempat yang sama dan dijemput dengan orang yang sama. Di kedatangan saya yang pertama ceritanya begitu klasik seperti yang banyak diperdengarkan tentang pendidikan di daerah. Kali ini cerita perubahan itu muncul dengan sendirinya dari pelaku perubahan. Cerita perubahan yang pernah saya tuliskan dan menjadi keharusan atas kewajiban PM yang purna tugas tentang hal-hal baik apa yang sudah dilakukan dan berdampak apa. Jujur saja waktu itu entah apa yang saya tulis, perubahan apa yang terjadi karena saya, sulit rasanya menuliskan cerita perubahan itu tanpa membuat toleransi atas target yang tidak tercapai agar tetap masuk dalam kategori sudah membuat perubahan. Cerita perubahan itu dicarai, tapi kali ini diceritakan. Sungguh kejutan yang membuat perjalanan ini semakin ajaib. Bagaimana tidak, perjalanan ini tanpa rencana panjang, bahkan saat merencanakan kami tak banyak memegang rupiah dalam dompet. Baiklah Tuhan sedang menggiring pada sebuah waktu yang membahagiakan. Dan disinilah kejutan-kejutan yang dihadirkan Tuhan.

 

Bu kikin dan keberlanjutan ...

Bu Kikin seorang wanita yang telah bersedia menjadi guru perempuan satu-satunya di akhir masa tugas saya. Entah berkah atau justru hari itu saya sedang menjerumuskannya atas nama keberlanjutan daerah. Saya sendiri hari itu tidak yakin melaporkan ini bagian dari perubahan yang terjadi di penempatan. Mampu mengisi kekosongan guru khususnya perempuan di sekolah. Semua guru yang ada di sekolah ini laki-laki, PM perempuan selalu menjadi guru perempuan pertama dan satu-satunya. Ini bu kikin seorang lulusan SMA, warga pendatang yang sudah menjadi warga lokal karena ikatan pernikahan, tiba-tiba bersedia melanjutkan misi ini. Menjadi pengajar muda yang sesungguhnya. Seperti layaknya di daerah, rentang usianya tak jauh berbeda dengan usia PM. Jika difikir memenuhi standart seorang guru menurut undang-undang, tentu ini salah. Yang ada di fikiran saya saat itu, PM di daerah hanya tinggal satu periode lagi yakni PM 10. Jika kepala sekolah dan UPTD tidak bisa menemukan guru tambahan, dapat dipastikan akan ada kelas yang kosong tanpa guru, dan akan ada guru yang mengampu 2 kelas. Ketika saya pulang, bu kikinlah yang kemudian menyelamatkan saya atas kekhawatiran saya terdap murid-murid disini. Sangat beruntung kepala sekolah mendukung, dan menerima bu kikin sebagai guru di sekolah.

Jika  kemarin saya tidak berani melaporkan ini sebagai bentuk perubahan, maka hari ini saya kabarkan tidak hanya kepada Indonesia Mengajar, melainkan kepada Indonesia. Hallo Indonesia ada ketulusan dari tempat yang sunyi yang jarang orang dengar. Kini bu kikin bukan hanya tetap menjadi guru, seperti kekhawatiran saya beliau hanya bertahan satu tahun dengan dinamikan pendidikan yang ada, jika begini yang terjadi tentu sayalah orang yang paling merasa berdosa. Bu kikin kini juga sebagai seorang mahasiswa di universitas terbuka dengan jurusan pendidikan guru sekolah dasar (PGSD). Sungguh kabar yang membuat semua urat nadi saya bergetar kencang. Cerita tentang bu Kikin ini saya kemas lebih jelas dalam cerita berjudul “Cinta dan bu Kikin”.

 

Diniyah …

Tentang diniyah, adalah sekolah dasar agama yang sejak PM 1 telah coba dibentuk model keberlanjutannya. Hingga penugasan PM terakhir, masalah keberlanjutan atas sekolah ini belum juga terbentuk. Diniyah memiliki 4 kelas yang hanya di ampu oleh 1 guru dengan 3 ruang kelas kelas. Pelajarannya meliputi sejarah islam, aqidah akhlak, qur’an hadits, dan tajwid. Seperti sekolah madrasah pada umumnya. Waktu belajarnya hanya satu setengah jam untuk satu pelajaran. Guru satu-satunya yang mengampu sekolah diniyah adalah pak iden. Merangkap sekaligus guru, kepala sekolah dan bendahara yang dibayar tak tentu dengan jumlah yang tak tentu pula. Jika sedang mendapat bantuan, pak iden mendapat sedikit uang untuk kerja kerasnya yang tak sebanding selama beberapa bulan bahkan setahun. Ini bukan pekerjaan tapi bakti dan tanggung jawab atas masyarakat dan masa depan anak-anak di kampung ini. Anak-anak memang memiliki kartu untuk pembayaran seperti SPP. Besarnya 5000/bulan. Tapi tak semua anak membayar, kadang karena merasa tak bisa membayar mereka memutuskan untuk tidak pergi ke sekolah. Padahal saya tahu betul pak iden tidak pernah meminta meskipun anak-anak tidak pernah membyar selama beberapa bulan. Biar sudah menunggak 10 bulan dan hanya bayar sebulan juga diterima. Uangnya bukan untuk bayaran, untuk memenuhi kebutuhan operasional seperti membeli buku pelajaran, kapur, buku absen, dan perlengkapan lain. Tak jarang uang pribadi pak iden ikut terambil jika kebutuhan alat mengajar sudah habis. Sungguh ada orang seperti ini. Hari ini ceritanya sekolah diniyah sudah memiliki 4 orang guru, orang-orang yang menjadi guru adalah orang-orang yang setiap malam mengajar ngaji anak-anak di kampung. Sejak PM pertama mereka suda sering untuk diajak bersama sama PM dan pak iden mengajar di sekolah diniyah. Tapi hingga PM terakhir kondisinya tetap sama. Pak iden tetap sendiri ketika PM tugas ke kabupaten, dan PM hanya sendiri ketika pak iden harus ke pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mendengar kabar diniyah memiliki 4 orang pengajar dan semuanya dulu adala orang-orang yang diharapkan PM unuk ikut terlibat, Sungguh menjadi kabar yang menyambar penuh kejutan dan kebahagiaan. Karena semakin banyar warga lokal sendiri yang ikut menyelenggarakan proses pendidikan dan kemandirian di daerahnya. Solusi itu datang dari mereka sendiri yang mau terjun dan terlibat. Kepengurusan ini semakin mandiri karena gerakan Sitoko beramal yang digagas oleh PM 6 tetap dijalankan.

 

Segelas panen untuk surga dan masa depan ...

„Sitoko beramal“ adalah gerakan yang digagas oleh PM 6 untuk mengumpulkan minimal segelas beras setiap minggunya, hal ini adalah salah satu upaya untuk membuat keterlibatan warga dalam proses pendidikan khusunya diniyah sesuai kemampuan dan hasil panen yang mereka miliki. Gerakan ini kemudian dilanjutkan oleh PM penerus hingga PM terakhir. Namun gerakan ini belum mampu menggerakkan warga untuk ikut mengajar, bahkan atas kesepakatan warga pula pada akhirnya hasil dari sitoko beramal tidak sepenuhnya untuk diniyah, Bahkan sering diniyah mendapatkan porsi terakhir. Sitoko beramal digunakan untuk membantu warga yang kesusahan dan kegiatan lain di kampung. Pengolahannyapun belum teratur dengan baik. Memang sama baiknya, hanya saja tingkat kebutuhannya yang lebih pasti saat itu sebenarnya memang untuk menggaji guru diniyah suapaya ada yang mau mengajar selain pak iden. Tapi hingga PM terakhir pulang semua berjalan sama saja. Hingga sore ini cerita itu datang berbeda. „Sitoko beramal“ kini menjadi sumber pendanaan utama diniyah yang sanggup mencukupi sedikitnya uang lelah 4 tenaga pengajar.

 

Kelompok Belajar Merah Putih ...

The last good news adalah kabar yang nggak pernah saya bayangkan. Di setengah perjalanan penugasaan, saya sempat mengumpulkan anak-anak usia dini dan balita untuk bermain bersama. Kayak PAUD gitu. Cuma nggak PD bilang kalau sedang merintis PAUD. Lagi-lagi maafkan Indonesia Mengajar bahwa cerita ini tidak pernah saya laporkan. Saya tidak punya teori apapun atas kegiatan ini. Hanya memapatkan waktu sehabis mengajar sekolah SD dan sebelum sekolah diniyah. Anggaplah ini memang PAUD yang lebih senang saya sebut sebagai Kelompok belajar. Kelompok Belajar Merah Putih Lebih tepatnya (KB Merah Putih).

Dasarnya adalah banyak anak-anak yang belum memasuki usia standart sekolah dasar sudah didaftarkan sebagai murid sekolah dasar karena orang tuanya pergi ke sawah. Efek dari ini adalah banyaknya anak usia PAUD yang berseragam SD. Dampak lebih jauh hingga di kelas 3 SD bahkan kelas 6 banyak yang belum lancar membaca dan menulis, tidak hafal huruf. Anak-anak di kelas 1 yang memangg seharusnya PAUD sudah harus menerima pelajaran. Padahal mereka harusnya masih belajar menggenggam balok, memilah warna, memilah jenis hewan, dan sebagainya. Wajar jika mereka secara tidak langsung mendapat tekanan. Kepala sekolah bukan tidak melarang, tetapi menurut warga biarlah anak-anak ini ada di sekolah, nggak dianggap juga tidak apa-apa, bahkan tidak naik. Tidak jarang yang tidak mendaftarpun sering datang ke sekolah.

Darisinilah saya berusaha memapatkan waktu untuk mengumpulkan para balita atau calon murid sekolah dasar. Jika usia terlampau kecil, tentu ibunya juga akan hadir menemani. Ini adalah waktu yang tepat bagi saya untuk member pengarahan kepada para ibu tentang usia sekolah dan tahap perkembangan anak. Sekalian menginformasikan silahkan untuk anak-anak usia balita yang lain yang pada siang hari bermain di lapangan dan sawah, boleh kita belajar bersama. Hanya 6 bulan kegiatan ini, karena memang dimulai di semester kedua. Saya juga tidak memasrahkan keberlanjutan kegiatan ini ke PM penerus saya. Saya tahu dia bukanlah akhir dari tumpuhan keberlanjutan PM pertama hingga akhir sebelum dia. Tumpuan atas keberlanjutan yang digagas oleh setiap tingkatan pengajar muda yang belum tuntas. Saya juga tahu betul betapa lelahnya seharian penuh mengajar. Pukul 7.00-12.00 siang mengajar sekolah dasar formal, pukul 13.00-14.30 jadwal masuk KB Merah Putih, 30 menit sebelum waktu masuk bahkan sebelum jam pulang sekolah SD mereka dan para ibu sudah hadir di sekolah. Waktu satu jam yang saya siapkan untuk menyiapkan materi, sering untu menjamu ibu-ibu dan balita yang sudah menyapa saya. Akhirnya saya minta sedikit waktuuntuk sholat dan mengunyah sedikit bekal. Pukul 15.00 saya sudah harus pergi ke diniyah, hanya ada jedah 30 menit setelah PAUD. Biasanya habis untuk beres-beres, menyapu ruangan, dan berjalan kaki menuju diniyah. Dalam hati saat itu lelah rasanya, apalagi mengajar bukanlah hal yang pernah saya bayangkan sebelumnya. Oleh sebab itu saya tak memaksakan PM penerus saya untuk melanjutkan kegiatan ini. Saya hanya tak sanggung menyia-nyiakan semangat besar dan cinta mereka kepada saya. Bahagia sekali jika diniyah ada yang mengampu selain PM dan pak iden. Saya akan benar-benar fokus ke Kelompok Bermain Merah Putih.

saat tiba, saya melihat murid-murid Paud saya sudah duduk di kelas 1 dan kelas 2 SD. Sangat penuh percaya diri. Tempelan hasil karya kami bersamapunmasih tertempel dengan rapi di ruang kelas, baik yang saya buat bersama murid SD ataupun bersama murid PAUD. Saya melihat sendiri semua masih tertempel dengan baik pada satu ruangan. Maklumlah saya meminjam ruangan SD untuk mengajar PAUD. Bahkan hiasan dan media belajar yang tertempel semakn banyak dan rapi dibuat oleh guru-guru yang lain. Papan nama saya sebagai guru di depan ruang kelas saya mengajar juga masih menggantung rapi. Kini sudah ada warga yang menyediakan lahannya untuk digunakan sebagai PAUD. Atas kesepakatan sendiri mereka merintis PAUD dan meghubungi pihak kecamatan dan kabupaten. Kabar baiknya pengampu PAUD tingkat kecamatan sudah memberikan saran dan bantuan auntuk pendirian PAUD. Pengajar dan bantuan dananya sedang diusahakan untuk merealisasikan PAUD di kampung Sitoko.

Sungguh ingin jatuh air mata saya sore itu. Lelah perjalanan dari Surabaya hingga di desa ini semuanya luruh, ingin langsung berbaring istirahat, warga dan anak-anak sudah penuh di depan rumah amak dan emak. Tak sanggup saya melihat mereka hanya berdiam diluar melihat saya di dalam, pusing karena perjalanan berusaha saya lupakan dan mari bermain ke lapangan. Disinilah saya melihat kembali kondisi sekolah yang membuat saya merasa haru.

 

Kekuatan …

Saya semakin yakin bahwa gerakan masyarakat, mampu merubah banyak hal. Kemandirian dan proses kebaikan yang ditanam terus menerus tak pernah berbohon pada hasil. Maka siapapun kalian teruslah menanam ketulusan, karena mereka tak pernah peduli siapa kalian. Mereka istimewa karena cinta yang mereka miliki. Merekalah yang memberimu ruang dan waktu untuk membuat kebanggan. Jika mereka begitu penuh cinta kenapa tak kulakukan dari dulu? Tuhan tak pernah salah memilih waktu, yang perlu kita lakukan adalah terus menata diri, niat dan ketulusan.

Untuk Pengajar Muda, saya sempat pesimis terhadap keadaan di desa penempatan saya. Ditambah lagi saya adalah PM hampir terakhir untuk memastikan keberlanjutan ini. Beban rasanya ketika harus melaporkan cerita perubahan, dampak, dan semua penanda lain, belum lagi perubahan di tingkat kabupaten dan dibandingkan dengan kabupaten penempatan lain sudah sangat tumbuh mandiri hingga kepengurusannya sudah berada di tangan pemerintah kabupaten. Meski sudah menyadari tantangan dan kondisi yang berbeda rasanya tetap tidak bisa bertolerani.

Hari ini saya belajar dari anggapan saya sendiri. Hari ini saya ingin mengabarkan Hallo Indonesia mereka tumbuh percaya diri menjadi solusi atas permasalahan mereka sendiri. Ada kekuatan negara yang besar yang mungkin tak pernah dibayangkan, ada kekuatan negara yang besar yang harus kalian jumpai dengan penuh tulus dan tetap menebar benih kebaikan. Menjaga niat.

Selamat bertugas ..


Cerita Lainnya

Lihat Semua