Kisah dari Balik Kebun Karet
Selfi Mahat 29 Januari 2011
Hari ini pas sebulan saya berada di desa ini, desa Indraloka 2 Kecamatan Way Kenanga Tulang Bawang Barat, Lampung. Desa yang kata “pak desanya” adalah desa terluas di Indonesia (saya belum cari data konkritnya itu benar apa ga’). Memasuki desa ini kita akan disuguhi dengan pemandangan kebun-kebun karet dan sebagian kecil kebun sawit di kiri kanan jalan dengan jalan yang masih tanah merah yang ketika hujan jalan akan seperti bubur lumpur yang sangat susah dilewati. Tetapi jangan salah, walau jalan-jalan desanya masih seperti itu kita tidak akan menyangka rumah-rumah penduduknya mayoritas telah permanen dan bagus-bagus. Tak hanya itu, tiap rumah juga telah memiliki kendaraan sendiri baik motor maupun mobil.
Ketika mau berangkat sebulan yang lalu, perpisahan kami yang bertepatan dengan hari pahlawan seakan membawa roh baru untuk melakukan perubahan atau memberi inspirasi bagi anak-anak SD yang akan kami ajar. Soekarno Hatta adalah bagian dari catatan sejarah PM, disinilah perpisahan 51 PM yang akan berjuang ke daerah penempatan masing-masing. Linangan air mata tak bisa dibendung lagi, pertemuan 7 Minggu yang memberikan persahabatan dan persaudaraan yang insyaallah akan tetap abadi. Amin.
Hanya butuh waktu 30 menit dari soekarno hatta, kami telah menginjakkan kaki di Raden Inten II, Lampung. Baru menutup mata untuk tidur sejenak di udara, ternyata kami telah mendarat di Lampung, memang perjalanan yang begitu singkat. Tetapi sayang, kami tidak bisa langsung melanjutkan perjalanan ke Tulang bawang barat, kabupaten tempat kami mengabdi satu tahun ini karena harus menunggu kedatangan pak Anies besok harinya.
Manusia hanya bisa berencana, tapi kita tidak bisa merubah apa yang terjadi. Rencana semula yang awalnya pak Anies datang jam 7.30 pagipun ternyata tertunda karena anak gunung krakatau yang lagi batuk-batuk. Sehingga jadwal yang harusnya kita sudah berada di tulang bawang untuk ketemu Pemda sekitar jam 11 harus tertunda karena berangkat dari lampungnya sudah jam 10. Jadwal yang sudah berubah membuat kamipun harus menunggu besok harinya untuk bisa ke rumah “baru” kami. Sehingga baru Jumat pagi kami bisa diantarkan ke desa-desa tempat kami akan memulai hidup di daerah baru ini.
Setelah ramah tamah di kecamatan dengan pihak sekolah dan orang tua angkat yang datang, sayapun mulai melanjutkan ke desa tempat saya akan tingggal dan mengajar dengan menumpang mobil kepala sekolah yuni, kami melewati rumah Inay dan setelah itu mengantarkan asril ke desanya Indraloka I, dan setelah itu saya ke desa Indraloka II. Ternyata desa ini desa paling ujung dari kecamatan yang berjarak sekitar 20 km, tetapi dekat dengan jalan lintas timur Sumatra yang selalu memanggil-manggil untuk pulang kampung (godaan apa keuntungan ya).
Tinggal dirumah seorang guru yang saat ini juga menjabat sebagai kepala sekolah sementara, karena kepala sekolah yang lagi sakit sekitar 3 bulan ini. Rumah yang berada persis dibelakang sekolahan dengan taman-taman bunga yang begitu terawat, rumah yang bersih dan nyaman. Pak Parno, ibu dan 3 (tiga) orang putrinya mengingatkan saya dengan keluarga saya sendiri. Keluarga yang bahagia, religius dan selalu kerjasama itulah pendapat saya tentang keluarga baru saya. Penyambutan yang baik sudah terasa pada hari pertama, mereka telah mempersiapkam kamar baru buat saya lengkap dengan lemari, rak-rak buku, kaca berhias dan perlengkapan lainnya. Tak hanya itu, saya baru tahu beberapa hari setelah itu kalau kamar mandi itu dibuat karena kedatangan saya. Pak parno bilang ke ibuk, “Guru baru dari Jakarta akan tinggal dirumah ini, ga enak kalau kamar mandinya di luar(terbuka) dan WCnya masih WC cemplung”. Kamar mandi ini menjadi bagian dari kedatangan saya ke rumah ini.
Desa ini sudah terasa hidup jam 4 pagi, karena masyarakatnya sudah mulai beraktifitas yaitu sudah berangkat ke kebun karet untuk menyadap karet (nderes). Jam 5 pagi rumah ini juga telah beraktivitas, selesai sholat subuh kita membersihkan rumah, memasak, ngasih makan kambing, ayam dan bebek. Setelah semua beres, satu persatu kami gantian untuk mandi karena semua anak bapak masih sekolah. Dari jam 7.30 sampai 12.00 saya menghabiskan waktu di sekolah, pulang kerumah, makan siang dan istirahat. Jam 2 atau jam 3 anak-anak sudah datang kerumah untuk berangkat ngaji ke mesjid dan kalau malam, beberapa anak tetangga telah memenuhi rumah untuk belajar.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda