info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Ki Hadjar Dewantara VS Guru Masa Kini

Selfi Mahat 16 Agustus 2011

Sebentar lagi tepat tanggal 2 Mei bangsa ini akan merayakan hari Pendidikan Nasional,  seremonial yang selalu diadakan tiap tahun. Tetapi masih banyak yang belum tahu apa makna di balik peringatan ini dan bagaimana perkembangan pendidikan di negeri tercinta ini hingga tahun 2011 ini. Oleh sebab itu saya Pengajar Muda angkatan I Indonesia Mengajar ingin memberi refleksi mengenai pendidikan dengan melihat yang ada di penempatan saya saat ini yang mungkin juga menggambarkan kondisi-kondisi yang ada di sebagian negeri ini. Mengintip  Masa Lalu Berbicara mengenai pendidikan saat ini, kita juga harus melihat pendidikan generasi terdahulu. Bagaimana Soekarno, Hatta, Ki Hadjar Dewantara, St. Syahrir, Agus Salim, Cipto Mangun Kusumo dan masih banyak lagi tokoh-tokoh bangsa ini yang besar dan dikenal tak hanya di negeri sendiri tapi juga di luar sana, tak lain karena pendidikan. Pendidikan yang mencetak mereka menjadi manusia-manusia yang cerdas hingga Belandapun kerepotan dibuatnya. Pendidikan yang pada awalnya hanya bertujuan untuk mempermudah Belanda dalam hal penyedian tenaga kerja murah dengan membuat pendidikan yang berjenjang yaitu tidak berlaku untuk semua kalangan dan berdasarkan tingkat. Adanya batasan-batasan dalam pendidikan masa itu, tak membuat anak-anak ini lemah. Kesempatan yang ada tidak disia-siakan, walaupun mereka diperlakukan berbeda dengan anak-anak Belanda tetapi mereka masih tetap semangat untuk belajar. Sehingga banyak diantara merekapun bisa melanjutkan kuliah hingga ke negeri Belanda. Kondisi yang tak pernah dibayangkan oleh belanda, bagaikan ”senjata makan tuan” pendidikan yang mereka berikan yang mencetak manusia-manusia cerdas ini malah membuat goyah kedudukan Belanda. Bagaimana tidak, beberapa tokoh inipun membagikan pendidikan yang mereka dapat  dengan mendirikan sekolah – sekolah agar anak-anak bangsanya bisa maju. Salah satunya Ki Hadjar Dewantara, tokoh yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia ini bernama asli R.M. Suwardi Suryaningrat. Aktivitasnya dimulai sebagai jurnalis pada beberapa surat kabar dan bersama EFE Douwes Dekker, mengelola De Expres. Ki Hadjar pun aktif menjadi pengurus Boedi Oetomo dan Sarikat Islam. Selanjutnya bersama Cipto Mangun Kusumo dan EFE Douwes Dekker — dijuluki ”Tiga Serangkai” — ia mendirikan Indische Partij, sebuah organisasi politik pertama di Indonesia yang dengan tegas menuntut Indonesia merdeka. Pada zaman Jepang, peran Ki Hadjar tetap menonjol. Bersama Soekarno, Hatta, dan Mas Mansur, mereka dijuluki “Empat Serangkai”, memimpin organisasi Putera. Ketika merdeka, Ki Hadjar menjadi Menteri Pengajaran Pertama. Ajaran kepemimpinan Ki Hadjar Dewantoro yang sangat poluler di kalangan masyarakat adalah Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani. Maknanya Di depan anak didik memberi contoh teladan, ditengah-tengah atau bersama anak didik membangun semangat dan harapan, dan menjadi pendorong dan pendamping anak didik untuk selalu terus maju meraih cita-cita. Untuk mengenang jasa beliau, maka tanggal 2 Mei yang merupakan hari lahirnya Ki Hadjar Dewantara  diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Hari ini Mendapatkan pendidikan tak lagi seberat dahulu, sekolah terbuka bagi umum dan semua kalangan. Walaupun sedikit berbeda ketika masuk di sekolah kota dan desa tetapi semua punya kesempatan untuk sekolah sekalipun perempuan. Tetapi tak tahu kenapa kemudahan ini bukannya membuat mereka lebih giat dan semangat lagi malah membuat mereka menjadi terlena dan malas belajar. Ketika dulu, mereka harus berjalan berkilo-kilo untuk menempuh sekolah sekarang tinggal naik motor sampai, harus mengingat pelajaran yang diberikan guru karena tidak ada buku untuk menulis, tak ada kalkulator untuk menghitung apalagi komputer. Sekarang dengan segala kemajuan teknologi dan fasilitas yang lengkap malah kemauan sekolah apalagi belajar yang semakin turun. Tak tahu siapa yang harus disalahkan, apakah pemerintah yang hanya diam di kursi empuk mereka tanpa melihat kondisi lapangan. Sehingga tak pernah tahu beberapa daerah kekurangan guru, jadi mana yang gurunya harus ditambah dan daerah mana yang gurunya tak usah ditambah. Atau malah mereka sebenarnya sudah tahu tapi seakan tutup mata dengan kondisi ini karena itu mereka yang lakukan. Pemerintah juga sudah mencoba membantu dengan program BOS. Tetapi bukannya tertolong program ini malah membuat pihak sekolah kerepotan, mereka tak hanya mengurus siswa sekarang juga harus mengurus uang yang  “dipaksakan” untuk dibelanjakan sampai habis. Sehingga laporan-laporan BOS banyak terjadi rekayasa. Kedua, guru yang selalu kita sanjung sebagai Pahlawan Tanpa Jasa sekarang malah minta “balasan jasa”. Tak mau lagi diganggu waktunya diluar jam sekolah untuk sekedar membantu belajar siswa-siswanya, sekarang hanya sebatas bahan pelajaran selesai mereka sampaikan di kelas walaupun anak-anak belum paham. Guru marah ketika siswanya datang telat, dan tetap “arogan” ketika dianya datang telat. Dia membuat aturan buat siswa-siswanya tetapi merekanya sendiri tak punya aturan. Mereka mengajarkan kejujuran kepada anak-anak tetapi mereka juga yang memberikan contoh berbohong pada anak-anak. Ironis, guru tak bisa dijadikan contoh lagi sebagaimana amanat dari bapak pendidikan kita Ki Hadjar Dewantara yang selalu lekat dengan semboyan “Ing ngarso sung tuladha, ing madyo mangun karso, dan tutwuri handayani”. Itulah sosok guru yang diharapkan oleh Ki Hajar Dewantara. Ketiga, mungkin kesalahan orang tua yang tak memberi perhatian pendidikan anak-anaknya, pendidikan dijadikan tanggung jawab pihak sekolah. Sehingga tak pernah mau tahu dengan perkembangan pendidikan anak-anaknya. Tapi apa boleh buat karena orang tua mereka juga tak berpendidikan jadi mereka juga tak mengerti dengan perkembangan pendidikan anak-anak mereka. Tak tahu siapa yang harus disalahkan sekarang, dan tak ada gunanya juga untuk saling menyalahkan. Yang diperlukan sekarang bagaimana perbaikan untuk kedepannya agar tujuan pendidikan itu benar-benar tercapai. Kita Butuh Guru Berkualitas Ini adalah salah satu cara yang harus kita perbaiki, mencari guru yang berkualitas tak hanya dalam pengetahuan saja tetapi juga dalam perilaku supaya apa yang dicita-citakan bahwa guru adalah pengajar dan pendidik yang menjadi panutan bisa tercapai. Guru-guru sekarang bisa bercermin bagaimana guru-guru dahulu dengan segala keterbatasan dapat mengajar dengan baik. Tanpa ruangan, buku, spidol, kalkulator, komputer dan fasilitas mewah lainnya mereka bisa mencetak generasi terbaik bangsa. Sedangkan kemewahan malah membuat kita terpesona dan lengah bukannya menjadi kreatif dan inovatif masih semakin mandek.

Cerita Lainnya

Lihat Semua