info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Menumbuk Padi

Sekar Nuswantari 11 Juni 2011
Jumat, 3 Juni 2011 Hari ini masih hari libur, pemerintah menetapkan hari ini sebagai cuti bersama. Sepulangku dari les siang tadi, aku membantu mamak memasak di dapur. Dulu pada awalnya, aku hanya diizinkan membantu sedikit. Alasannya tidak usahlah, nanti merepotkanlah, bu guru tidak biasalah, dan lain-lain. Tapi aku sekarang sudah lumayan kok bisa membantu mamak memasak. Aku bisa memotong dan mengiris dengan cukup baik. Aku bisa menggoreng dengan lumayan, yaah minimal bakwan bisalah. Aku bisa makellu anjoro atau memarut kelapa dengan alat khusus tradisional Mandar. Setelah itu aku bisa membuat santannya. Aku bisa mencuci piring dengan peralatan yang seadanya di sini. Satu hal yang aku sangat penasaran untuk bisa adalah menumbuk padi. Menumbuk padi ini ternyata tidak semudah kelihatannya. Tongkat penumbuk yang lumayan besar dan berat itu, harus tepat mengenai lubang di dalam lisung padinya. Kalau tidak, padi di dalam akan berhamburan keluar. Aku sudah beberapa kali mencoba, tapi masih belum bisa juga. Dengan sekuat tenaga kuayunkan penumbuk padi ke tengah lisung. Tapi meleset. Pyaaar, padi-padi berhamburan ke tanah jadi makanan ayam. Heuh.. Sebenarnya aku tidak berputus asa, asal aku diberikan kesempatan untuk belajar. Dan orang-orang membiarkanku belajar. Masalahnya, memang keberadaanku sendiri saja sudah cukup aneh dan menarik perhatian di sini, apalagi kalau aku mencoba hal-hal baru. Misal, waktu aku ikut main voli dengan ramaja setempat saja, wuih ramainyaaa yang nonton. Ada yang memberi semangat, lebih banyak lagi yang tertawa. Well, beside volley is just not my thing. Begitu juga dengan menumbuk padi. Karena  tahu aku memang tidak bisa menumpuk padi, aku mencoba membantu di tempat lain. Matapi pari. Atau memisahkan padi dari gabah menggunakan tempayan. Itu loh, gabah disimpan di atas tempayan lalu dilempar-lempar untuk memisahkan padi dari kulitnya. Pada awalnya orang-orang menertawaiku. Tapi ternyata matapi tidak terlalu susah. Aku bisa membersihkan padi sendiri. Di sebelah sana, adik-adikku sedang menumbuk padi. Hmm, mumpung di jalan tidak terlalu ramai, aku ingin mencoba lagi. Siapa tahu sekarang ada peningkatan. Tapi ternyata tidak juga, padinya masih berhamburan keluar lisung. Ah, aku sebenarnya masa bodoh, namanya belajar kan pasti ada proses, pikirku. Tapiiiiii, kenapa tekanan lingkungan ini sangat membuat mental jadi ciut ya. Mamak, adik-adik dan tetangga bukannya membiarkan aku belajar malahan bilang,”Tidak usah lah bu guru, nanti tangannya jadi kasar”, “Tidak usah lah bu guru, pelajari yang ringan-ringan saja”, dan sebagainya. Aku jadi malas rasanya untuk terus ada di sana dan belajar. Mungkin hal ini bisa dianalogikan dengan cara belajar siswa ya? Seriiiing sekali ada murid yang ndableg, susah sekali pelajaran masuk ke otaknya. Tapi hati-hati, sekalinya kita bilang, “Bodoh kamu”, atau “Kamu tidak akan bisa”, maka itulah yang akan masuk ke dalam pikiran mereka.

Cerita Lainnya

Lihat Semua