Hadiah Natal Teraneh
Sazkia Noor Anggraini 23 Februari 2012Hari ini, sembilan belas Februari 2012, mungkin menjadi hari teraneh buatku karena bertepatan dengan hari penting orang yang pernah penting di hidupku. Mungkin tidak hanya aku, tapi juga buat Ega, seorang murid kelas tiga yang tinggal satu rumah denganku. Hari ini dia mendapat kejutan aneh. Sudah dua bulan lewat dari hari natal. Bahkan, hari ini mamak angkatku sedang membereskan pohon natal di samping TV di rumah kami, tanda bahwa keriaan natal dan tahun baru sudah usai. Kini saatnya memulai hari-hari ke depan yang baru. Belum selesai mamak memasukkan helai pohon natal ke dalam plastik untuk kemudian menyimpannya di dalam kardus untuk natal tahun depan, aku teringat akan beberapa hadiah yang kemarin selesai dibungkus. Meski natal telah lama lewat, aku selalu mencatat hutang kado natal untuk keluarga keduaku ini. Mereka semua dapat “jatah” dari kebahagiaan yang selalu mereka bagi ke hatiku setiap hari, setiap detik dan menitnya. Meski aku orang yang sering telat, tapi aku jarang lupa, dan aku melankolis.
Singkatnya setiap anggota keluargaku mendapat kado sesuai dengan karakternya. Memang begitu kebiasaanku, memberikan hadiah dengan penyesuaian karakter. Sandro yang sudah lancar membaca kuberikan dua buah buku bergambar agar membaca jadi lebih menyenangkan baginya. Ega yang belum lancar membaca malah kutanting dengan memberikannya kado sebuah mainan skrebel magnet Bahasa Indonesia. Yap, sebuah skrebel yang sering dibilang mainan untuk orang dewasa. Permainan menyusun huruf menjadi kata ini mungkin terlalu rumit untuk anak seumuran Ega dan Sandro. Dengan penuh rasa ingin tahu Ega membuka bungkus kadonya tergesa. “Mamak, kita dapat catur”, setelah melihat apa yang didapat. Waktu dilongok isinya Ega kebingungan. Ia terlihat mencari tahu sendiri tapi rasa penasarannya makin bertambah lalu bertanya, “Apa ini Ibu?”. Aku hanya tersenyum, membiarkannya menemukan sendiri permainan apa yang dia dapatkan.
Skrebel adalah permainan masa kecil hingga masa kini favoritku. Skrebel juga menjadi permainan favorit orang yang (dulu) penting itu. Dengan skrebel kita bisa berimajinasi tanpa kehilangan logika. Kecerdasan verbal dan linguistik kita benar-benar diasah di sini. Aku selalu suka dengan permainan kata sejak kecil, flash card, kartu berseri, kamus bergambar, poster kata bergambar, hingga skrebel. Meski tidak selalu menang dalam setiap pertandingan skrebel, permainan ini tetap kesukaanku. Jadi kalau hari ini Ega mendapatkan hadiah anehnya, itu tak lain dan tak bukan adalah kenangan masa kecilku yang ingin kupindahkan ke Ega. Aku berharap, Ega yang masih terbata membaca mulai menyukai kata-kata dengan terus memperkayanya. Skrebel membuatku selalu penasaran, “kok nggak bisa sih bikin kata pakai huruf-huruf yang ada”. Jika memang harus mengganti huruf dan kehilangan kesempatan untuk bermain rasanya seperti kalah sebelum waktunya. Jika bisa menyenggol bagian pinggir dan mendapat bonus tiga kali nilai kata, rasanya seperti menang lotre. Mungkin bagiku, skrebel adalah sebuah permainan yang begitu menantang, tapi masih aneh bagi Ega.
Akhirnya kujawab rasa penasaran Ega dengan mengajakknya praktek bermain. Aku mulai dengan mengambil tujuh buah huruf untuk Ega, lalu untukku. Kujelaskan cara bermainnya. Untuk kali ini tentunya tanpa banyak peraturan, yang penting Ega menyukai permainan ini, hanya itu. Lalu mulailah kususun kata-kata secara mendatar dan Ega harus meneruskannya. Butuh waktu lebih dari 15 menit buatnya untuk menyusun huruf-huruf menjadi kata, bahkan logika menyusun huruf secara mendatar dan menurun pun sangat asing baginya. Ega menyusun huruf secara terpisah, ada yang horizontal dan vertikal. Lucu sekali, apalagi saat dia mau menyusun kata AYAH. Sudah ada huruf Y dan A. Harusnya Ega tinggal menambahkan huruf A di depan dan huruf H di belakang. Tapi yang terjadi, ia meletakkan kedua huruf itu di belakang huruf YA. Waktu kuminta dia untuk membaca huruf yang sudah disusunnya, ia malah jadi makin bingung.
Setelah bermain sekitar satu jam, kata-kata yang didapatkan tidak lebih dari 10. Ega terlihat semakin bingung dan berpikir keras. Akhirnya kuputuskan untuk menyudahi permainan ini. Dalam hati agak menyesal juga, “apa hadiah ini terlalu ‘berat’ buat dia ya?”. Padahal di tengah permainan aku memperbolehkan Ega menyusun kata-kata dalam Bahasa Sangir juga. Tapi logika menyusun huruf ini tetap terlalu rumit baginya, sepertinya...
Tapi, ternyata dugaanku tidak sepenuhnya benar. Sore harinya, Ega mengajak Sandro untuk duduk di kursi yang disusun saling berhadapan dengan meja diantaranya. Persis seperti kebiasaan Oma di hari Minggu saat bermain halma dengan oma-oma lainnya. Ternyata duduk di kursi dengan papan skrebel terbentang di meja membuat Ega lebih betah bermain. Aku memang tidak mengawasi ketepatan kata-kata yang dia susun, tapi setidaknya kegiatan ini diulanginya lagi waktu malam hari. Ega bahkan beberapa kali mengajak papaknya untuk main bersamanya, tapi sang papak menolak. Aku tersenyum melihat Ega dan Sandro yang komat-kamit melafalkan huruf-huruf yang harus mereka susun menjadi kata.
Setelah kuingat-ingat lagi, dulu masa kecilku selalu dikelilingi dengan kata-kata. Ibuku selalu menunjuk baliho dan neon box bertuliskan berbagai macam merk, nama perumahan, iklan, atau pengumuman, apapun, di mana pun dengan aneka warna yang menarik mata. Tapi di sini, berjarak ratusan kilometer dari tempatku dibesarkan, aku mencoba mengenalkan kebiasaan masa kecil bermain skrebel namun dengan keadaan yang jauh berbeda. Tidak ada baliho, neon box, iklan, apalagi nama perumahan. Jadi, mungkin ini adalah hadiah natal teraneh karena sangat asing, tidak biasa. Ega harus berpikir keras hanya untuk menemukan kata lalu menyusunnya dengan huruf yang ada. Yah, menyusun kata dengan sedikit referensi tentulah bukan barang gampang. Bahkan hingga kini, skrebel masih merupakan permainan menantang buatku. Memang banyak batasan untuk mengetahui banyak kata dan makna di pulau kecil ini. Tanpa kebiasaan membaca –bahkan tidak semua keluarga mempunyai buku selain alkitab- terbatas pulalah pengetahuan anak akan kosakata dan makna baru. Tapi bukankah tidak ada batasan untuk belajar?
Selamat Natal Ega dan Sandro semoga doa di tiap malam natalmu selalu didengar.
Sazkia Noor Anggraini | Pengajar Muda SDN. Kalama | Pulau Kalama, Kabupaten Kepulauan Sangihe
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda