info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Hujan Tak Menghalangi Anak-anakku Bersekolah

Sanuri 10 Oktober 2013

 

Pagiku cerahku, matahari bersinar

Kugendong tas merahku di pundak

Selamat pagi semua, kunantikan dirimu,

Di depan kelasmu, menantikan kami

 

Sepenggal lirik diatas merupakan lagu wajib yang biasa dialunkan siswa-siswi SDN Inpres Nanedakele setiap pagi datang ke sekolah. Setiap pagi pukul 07.00 WITA, anak-anak sudah hadir di sekolah, bersiap menyambut guru yang datang lebih lambat dari mereka. Kebiasaan yang sederhana tapi sangat mendidik, ketika setiap pagi mereka berebut mencium tangan guru yang mereka sayangi. Anak-anak selalu ceria menyambutku, dengan sapaan "selamat pagi". Hampir mulut dan tangan ini capek meladeni mereka, tapi semangat mereka menghilangkan rasa capek itu. Mungkin hanya aku yang selalu dapat ucapan dan ciuman tangan pertama dari murid-muridku, karena memang aku selalu datang paling pagi di banding guru-guru lain, yakni sekitar pukul 07.15 WITA. Itulah istimewanya guru yang datang lebih awal.

Jarak sekolahku dengan rumah tempat tinggalku cukup jauh, di tempuh sekitar sepuluh menit dengan berjalan kaki, dengan menaiki perbukitan, karena sekolahku berada diatas bukit perkampungan Nanusa. Hampir tiap pagi aku berolahraga, menaiki anak tangga yang berjumlah 115 buah, tanpa olahraga rutin pun betis kakiku sudah besar. Melihat semangat anak-anakku berlarian menaiki tangga yang sudah di aspal, jiwaku seakan tak mau kalah. Setiap pagi mereka selalu menungguku dibawah tangga awal memasuki gerbang sekolahku, kita selalu berangkat bersama, hal itu memotivasiku untuk tetap bisa menaiki anak tangga yang berjumlah ratusan itu.

Suasana di sabtu pagi itu sungguh berbeda, ketika hujan mengguyur kampung Nanusa sejak malam hari menjelang pagi hari. Tak seperti biasanya, tak terlihat seorang anakpun sepanjang perjalanan dari rumah menuju sekolah yang menyapaku dengan ucapan "Selamat Pagi", anak-anak yang biasanya menungguku di start awal tangga, pagi itupun tak terlihat. "Ah, mungkin mereka sudah sampai dulu", pikirku dengan positif. karena memang pagi itu aku kesekolah dengan sedikit terlambat dari biasanya.Yakni pukul 07.15 baru berangkat dari rumah. Rasa lelahpun menghampiri, sungguh berbeda perjalananku menaiki tangga bukit bersama anak-anak dengan menaiki tangga seorang diri. Tak ada yang dapat diajak mengobrol, bercanda,tak ada yang menawarkan diri untuk membawakan peralatan mengajarku dan yang pasti tak ada yang memberiku motivasi untuk sampai dengan cepat menaiki anak tangga yang merupakan jalan satu-satunya menuju sekolahku. Anak-anakku yang menjadi motivasi terbesarku untuk dapat sampai ke sekolah lebih awal, karena mereka sudah menantiku di pintu gerbang sekolah.

Sepuluh menit berlalu, akhirnya sampailah aku di sekolah tempat aku mengabdi, SDN Inpres Nanedakele. Nama sekolah dimana 43 siswa di Desaku bersekolah, sekolah ini memiliki dua guru tetap, dan satu kepala sekolah yang merangkap sebagai guru kelas, dan dua guru honorer yang masih dalam proses menempuh pendidikan di bangku kuliah. Ruangan di sekolahku sebenarnya sudah cukup, ada satu ruang kantor, enam ruang kelas dan satu ruang perpustakaaan serta satu ruang UKS yang juga dipakai untuk menyimpan peralatan olahraga. Buku diperpustakaan sudah cukup lengkap, hampir semua buku dan alat peraga pembelajaran masih tersimpan rapih di ruang perpustakaan. Tapi masalah justru timbul pada diri siswa dan guru, minat baca anak-anakku masih belum terasah, dan juga masih kurang minat guru-guru memakai alat peraga pembelajaran.

Setelah bercapek ria menaiki tangga dengan membawa raincoat dan payung serta tas hitam berisi laptop yang selalu kubawa setiap mengajar, akhirnya pukul 07.25 tepat aku tiba di sekolah tercintaku. Tetapi pagi itu tak ada satu anakpun yang muncul menyapaku dengan senyuman manis mereka, ku tutup payung yang masih basah kuyup karena terguyur hujan yang cukup deras, lalu ku tengok satu persatu kelas yang ada di sekolahku, dimulai dari kelas III, IV, VI, lalu kelas II dan V yang digabung menjadi satu kelas, dan yang paling ujung adalah kelas I. Sebenarnya yang paling ujung adalah ruang kelas I yang dijadikan tempat PAUD, karena belum ada ruangan untuk tempat bersekolahnya anak-anak usia BALITA itu. tetap saja tak kujumpai anak-anak juara SDN Nane, walaupun sudah kudatangi ruang kelas dari ujung barat hingga ke timur.

Biasanya setiap pagi anak-anak sudah siap memegang sapu untuk menyapu di ruang kelas dan halaman sekolah, dan setelah itu mereka asyik nongkrong di pohon dan batu besar dekat halaman sekolah. Tapi pemandangan di pagi itu berbeda, tak ada satu anakpun kujumpai disana. Sekitar 10 menit berlalu, setelah aku seorang diri disekolah, membuka jendela setiap sudut ruang sekolah, satu persatu anak-anakku datang, dengan memakai payung dan Raincot yang basah kuyup. Hujan yang begitu besar dipagi itu, membuat mereka datang terlambat. Hujan dipagi itu sudah semakin redah, anak-anakku berbondong-bondong datang kesekolah, karena kampungku terdiri dari tiga dusun yang jaraknya berjauhan, maka tak jarang anak-anak dari dusun tiga (Salise) yang datang terlambat, karena mereka menempuh perjalanan sekitar 30 menit dengan menaiki bukit. tetapi anak-anak di dusun satu (Nane) dan dusun dua (Bebitung) tetap datang tepat waktu, karena sekolahku berada ditengah anatara dusun Nane dan Bebitung.

Hatiku semakin legah, ketika anak-anak sudah ramai datang kesekolah, walaupun dengan membawa payung seadanya dan raincoat yang tetap membuat mereka basah kuyup. pikirku yang semula tak ada satu anakpun yang datang bersekolah dihari itu, kini terbantahkan. anak-anakku tetap bersekolah, walaupun cuaca tak mendukung dan jalan licin ketika hujan tiba yang dapat membahayakan keselamatan anak-anakku. Ibu kepala sekolah pun memaparkan bahwa tidak semua anak mempunyai payung untuk pergi ke sekolah. hujan di pagi itu telah merenggut waktu anak-anak bintang itu untuk bersekolah lebih awal, tapi tak menghalangi anak-anak juara dari pulau Nane itu untuk tetap menuntut ilmu untuk masa depan yang cerah. Dihari-hari berikutnya, tak heran jika hujan tiba anak-anak akan datang terlambat dari biasanya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua