Kolase Tujuh Warna Tulang Bawang Barat (Part 2)

Sani Novika 20 Juli 2014

 

Ranca Upas, 12 Desember 2013

Ujian pertama untuk kelompok penempatan kami terjadi saat sesi survival. Secara berkelompok kami harus berperang. Mengidentifikasi musuh yang sama yaitu udara dingin dataran tinggi Bandung yang menusuk, hujan sepanjang hari, lelah dan lapar. Semua musuh itu berkonspirasi membangkitkan musuh lain yang lebih besar dalam diri kami masing-masing yaitu EGO.

Tapi syukurlah, kita bertujuh memiliki sistem imunitas yang sangat kuat melawan si ego. Dalam titik terendah ujian fisik itu, kami masih bisa tertawa dan berbahagia. Menertawakan diri sendiri, dosa terindah di masa lalu, idealisme pribadi, betapa tragis nasib seekor ulat yang terlepas dari koloninya, gara-gara tak sengaja di buang Nieko, yang mungkin cocok jadi judul sinetron Nikita Willy yang baru, ulat yang terbuang.  Tertawa sampai keluar air mata gara-gara seekor ular yang terlihat loyo, karena mungkin tak sengaja minum obat pencahar yang ditinggalkan para pecinta alam lain. Semakin lama semakin absurd dan delusional. Tapi tak apa-apa yang penting semua senang. HA-HA-HA-HA.

Semakin lama berpisah dengan karbohidrat dan tanah kering, semakin berat kaki berjalan. Akan tetapi, betapa luar biasanya tangan-tangan kita saling terulur satu sama lain. Para pria yang sigap ingin melindungi dan para wanita yang tidak mau terlihat lemah. Aku yang sempat drop malah merasa malu dan bersalah.

Dalam keadaan serba kekurangan dan serba tidak nyaman itu, syukurlah malah makin menguatkan kami. Entah karena telah berbagi lelah, keringat, saliva, lumpur dan tawa bersama. Setengah sadar dalam bus kembali menuju Purwakarta. Aku tersenyum cerah, sepertinya satu tahun ke depan akan mengasyikan. Tulang Bawang Barat, kami datang!


Cerita Lainnya

Lihat Semua