BANGUN JAYA INDEPENDENCE DAY CARNIVAL

Sani Novika 7 September 2014

 

Tujuh belas agustus tahun empat lima, itulah hari kemerdekaan kita. Hari merdeka nusa dan bangsa. Hari lahirnya bangsa Indonesia. Merdeka!(Cuplikan lagu hari merdeka).

             Matahari saja masih malu-malu meneroboskan sinarnya di sela-sela batang akasia yang meranggas, tapi lapangan desa Bangun Jaya sudah bergemuruh. Lagu Indonesia raya bergema dari mulut-mulut mungil yang memegang bendera merah putih. Aku merinding setengah terharu dan bangga.  

            Tahun ini, untuk pertama kalinya diadakan Bangun Jaya Independence Day Carnival yang diinisiasi langsung oleh Pak Kades.  Batita, balita, anak-anak, remaja, orang tua sampai kakek nenek hari itu tumplek, tumpah ruah memenuhi lapangan desa. Walaupun telat sehari, karena tujuh belas agustus bertepatan dengan hari minggu tahun ini, tapi tak mengurangi kemeriahan acaranya.

            Aku beruntung di tempatkan di Bangun Jaya. Kepala desa kami, Pak Anton masih sangat muda (umurnya bahkan tidak terpaut terlalu jauh dengan umurku) dan yang paling penting, dengan jiwa mudanya beliau masih semangat melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi warga desanya. Seperti untuk peringatan hari kemerdekaan Indonesia tahun ini, pak kades berhasil menyatukan berbagai kalangan untuk ikut sama-sama memperingati khidmatnya hari besar bangsa Indonesia ini.

            Membentang selebar lapangan, mulai dari sebelah kanan ada barisan anak-anak PAUD dan TK dengan seragamnya yang warna-warni tampak lucu menggoyang-goyangkan batang bambu yang ditempeli kertas minyak merah putih. Kemudian Anak-anak SD 1 dan 2 bangun jaya juga tak kalah heboh. Ada yang jalannya keserimpet kain jarik yang ketat dengan atasan kebaya, berkostum ibu peri dan kupu-kupu dengan properti kardus mie instan, ada juga yang sibuk mengipas-ngipas badan yang kegerahan karena memakai toga sarjana.

Selanjutnya ada bapak-bapak dan para pemuda tak mau ketinggalan berseragam hitam-hitam misterius. Mereka adalah para pesilat yang tergabung dalam perguruan Setia Hati. Barisan selanjutnya adalah para remaja putra-putri yang bermake up dan bercemong-cemong hitam, memakai kuda-kudaan lengkap dengan pecutnya. Mereka berasal dari paguyunan seni jaranan yang ada di desa ini. Barisan terakhir para guru, orang tua yang mengantar dan masyarakat umum lainnya yang ingin menonton. Persamaannya adalah mereka semua memegang bendera merah putih kecil, tak peduli umur, tak peduli kasta semua bersatu, berkeringat ditempa teriknya matahari khas dataran rendah Sumatra tapi juga bermuka cerah mengacung-acungkan bendera merah putih. Apik tenan dipandang mata.

Acara dimulai dengan pembukaan oleh Pak Kades, menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dipimpin oleh salah satu guru, kemudian perlahan-lahan rombongan bergerak mengelilingi desa diiringi musik gamelan jawa yang dibawakan beberapa penduduk desa yang memakai mobil pick up. Walaupun perlahan-lahan peserta paud dan TK menyusut karena kelelahan dan kepanasaan setelah berkarnaval sejauh 1 km akhirnya sampai juga rombongan karnaval di Balai Desa. Acara dilanjutkan dengan perlombaan permainan tradisional. Meriah!

Ini perayaan tujuh belasan ala Bangun Jaya, bagaimana dengan di daerahmu? Meriah juga bukan?


Cerita Lainnya

Lihat Semua