info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Note to Self... (Ramadhan di Tanah Kie Raha)

Sabda Pambayu 12 Agustus 2011

Note to Self... (Ramadhan di Tanah Kie Raha)

Puasa dan Torosubang tempat saya mengajar! Sudah satu minggu saya dan warga Torosubang menjalani bulan keberkahan. Kemeriahannya masih sangat terasa dibanding saat saya menjalankan puasa di Bogor. Anak-anak yang belajar puasa dengan gigih menghabiskan tiap jamnya hingga kumandang adzan magrib menggema di langit kie raha. Disetiap akhir sholat berjamah di mesjid anak-anak sd saya bak mahasiswa yang sedang ospek berburu tanda tangan sang imam. Mereka mencari tanda tangan untuk kartu ibadahnya. Kartu ibadah yang saya buatkan untuk mereka berisi daftar tanda tangan orang tua atau imam setelah mereka melakukan ibadah seperti sholat wajib, puasa dan tadarrus Qur’an. Kartu ibadah itu menjadi stimulan agar mereka mau berlomba-lomba melakukan kebaikan amal ibadah di bulan ramadhan. Bukankah memang kita harus berlomba-lomba dalam kebaikan. Di dusun Torosubang desa Bajo tempat saya bertugas terdapat sebuah mesjid kecil yang belum selesai pembangunannya. Mesjid kecil yang terletak di sudut dusun itu sekarang sangat ramai dengan para pencari amal di menu ramadhan bulan ini. Baik muda hingga tua dan para wanita masih semangat mengayuhkan kaki mereka menuju mesjid saat tiap kumandang adzan. Sungguh pemandangan yang jarang saya temui di daerah lain di Indonesia. Puasa dalam konsep dan hitungan hari! Ramadhan akan menjadi bulan yang biasa saja bagi mereka yang menjalankan dengan kebiasaan yang biasa. Ramadhan harusnya bukan diidentikkan dengan ramainya “ngabuburit” anak muda, atau petasan yang memekakkan telinga dimana-mana. Ramadhan seharusnya diartikan sebagai suatu akselerator bagi keimanan dan peningkatan ritme kita dalam beribadah. Terkadang saya terbuai dengan dibelenggunya setan pada saat bulan ini sehingga saya merasa terjaga dari godaan setan. Namun sebenarnya yang membelenggu setan itu adalah puasa dari diri pribadi kita. Akan salah kaprah jika saya menjalankan puasa hanya secara harfiah tanpa tau esensi dari puasa itu sendiri. Bukannya membelenggu setan malah puasa yang saya jalankan hanya sebagai bentuk penghormatan semata terhadap kaum muslim lain yang sedang berpuasa. Semoga predikat manusia yang bertaqwa bisa kita raih diakhir perjuangan ini. Disetiap ceramah yang sering saya dengar di mesjid, hari puasa itu biasa dibagi dalam tiga tahapan hari, 10 hari pertama, 10 hari kedua dan 10 hari ketiga. Di sepuluh hari pertama semua mesjid sangat ramai baik itu di Jawa maupun sampai saya menginjakkan kaki di Maluku Utara semuanya menunjukkan kesamaan. Sekarang kita memasuki sepuluh hari kedua dalam bulan ramadhan. Seharusnya mesjid-mesjid semakin ramai oleh para pencari ridho Allah dan suara lantunan Qur’an semakin sering terdengar karena waktu untuk menikmati keberkahan ramadhan semakin menipis. Hari puasa itu diibaratkan level dalam sebuah game boy semakin hari semakin meningkat level kesulitannya. Sebenarnya penilaian kesulitan itu subyektif bagi yang menjalankan puasa. Namun kenyataannya semakin meningkat level kesulitannya maka akan sebanding dengan reward pahala yang semakin besar, tapi entah kenapa justru kita menjadi menurun kualitas ibadahnya. Akan menjadi seorang yang merugi bagi saya jika hari ini sama seperti hari yang kemarin dan celaka lah jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin. Puasa dan bangsa yang optimis! Bagi bangsa Indonesia yang kita cintai momen ramadhan harusnya menjadi momen perbaikan diri baik dari pemimpinnya maupun para pejabat termasuk anggota dewan yang terhormat. Seharusnya puasa yang dijalankan oleh pejabat negara menjadi penjaga mereka agar tidak melakukan korupsi dan pengingat mereka agar mau mengembalikan semua hak rakyat yang selama ini raib ke kantong-kantong koruptor. Bulan ramadhan harusnya membentuk pemimpin dan rakyat yang kuat dan optimis. Bukan pemimpin yang hanya prihatin akan kemelaratan rakyatnya. Optimis bahwa negara ini punya masa depan yang cerah. Saya teringat perkataan pak Anies Baswedan yang intinya “rakyat kita sangat optimis dan bekerja keras sedang membangun bangsa, sungguh ironi jika pemimpin dan pejabat kita tidak bisa menyeimbangi semangat perubahan dan pembangunan yang dilakukan oleh rakyatnya”. Semoga momen ramadhan ini akan menjadi ramadhan yang lebih baik bagi saya, teman dan keluarga, pejabat dan para pemimpin bangsa. Wallahualam bishawab.

Cerita Lainnya

Lihat Semua