INDEGENE BRAVOUR

Ryan Singgih Prabowo 14 Oktober 2012

Tuhan tidak akan membiarkan pribumi bernyali berjalan sendiri di realita kehidupan

 

     Dalam hitunganku hampir mencapai 310 hari para pemuda dari seluruh pusat-pusat kemajuan di bangsa ini ditebar dan bertugas di desa-desa terpencil yang berhamburan di khatulistiwa. Mereka adalah para pengajar muda yang saat ini menjadi guru SD di desa. Termasuk saya.

     Dahulu kebanyakan orang akan memandang sebelah mata dengan profesi guru, kami bersujud syukur mendapat kesempatan untuk menjadi sesosok dalam karya Iwan Fals bernama  "Oemar Bakri". Kami mewakili ribuan pemuda yang siap pasang badan demi kebaikan bangsanya. Indonesia.

     Ribuan kilometer, mengarungi luasnya samudera, membelah sungai yang tak berujung, merambah luasnya belantara kami lakukan untuk belajar dan mengajar bersama masyarakat Indonesia yang sebenarnya. Ketakutan untuk menerobos perbedaan bahasa, budaya, agama, dan suku telah melebur dalam keseharian kami di sudut-sudut hamparan khatulistiwa. Begitu cantik wajah Indonesia yang tak pernah kita sadari selama ini. Sujud syukurku pada-Mu menjadi guru bantu.

     Kami hanyalah guru bantu yang belajar mencintai tanah ibu pertiwi dengan cara mengenal secara langsung objeknya. Manusia indonesia.

     Lambaian tangan dan tetes air mata haru melepas kepergian kami. Peluk erat serta jabat tangan semakin mempertebal semangat kami untuk mengabdi. Sepenuhnya kami sadar bahwa langkah ini akan melintasi hamparan kerikil-kerikil tajam, tapi kami percaya jika tajamnyan kerikil itu memberikan bahan hidup yang tak akan pernah terlupa dan membuat kami semakin "militan" turut serta melunasi janji yang dibawa kemerdekaan.

     Tuhan tidak akan membiarkan pribumi bernyali berjalan sendiri di realita kehidupan. Lihatlah Soekarno dan Agus Salim di Pulau Bangka, Sutan Syahrir, Tjipto Mangunkusumo, Hatta di Boven Digoel dan Banda Naira yang "dikebiri" semangatnya, diasingkan ditempat paling buruk, tapi mereka masih bisa banyak belajar kebaikan dan menebar optimisme. Kesepian tidak pernah datang menyapa, bapak bangsa kita bertemu dengan manusia-manusia kecil yang cerda seperti Des Alwi dan Fatmawati. Dalam keterasingan Soekarno menjadi guru, Hatta menginspirasi anak desa, Agus Salim membukakan cendela dunia, Tjipto Mangunkusumo mengenalkan rangkaian kata-kata, Sutan Syahrir mendongeng nusantara jaya. Dalam perjuangan bapak bangsa tidak pernah sendiri. Begitu juga dengan kami…..

     Kami sekelompok pemuda dibawa bendera Merah Putih yang memilih "mengasingkan diri" dari riuhnya pusat kemajuan selama 365 hari. Menginspirasi dan mencari inspirasi tujuan kami.

     "Kalian tidak akan pernah sendiri. Kalian akan bertemu dengan orang-orang hebat di akar rumput yang tidak pernah muncul ke permukaan bangsa ini" ucap Anies Baswedan mengisi ulang semangat kami. Pekan Baru menjadi saksi bisu malam itu. Memang benar imajinasi seorang  Anies akan manusia Indonesia. Saat kami hampir tenggelam dalam tekanan, lelah ditengah perjalanan, redupnya api semangat, bayang Pak Duat yang 26 tahun mengajar "tanpa" gaji, bayang Bu Syarifah bertahan di gelapnya hutan samak selama 16 tahun, bayang Bang Parno mengajar 6 kelas sekaligus di ujung sekodi dengan gajih jauh dibawah upah buruh petik sawit, membuat semangat kami tegak kembali, malu rasanya jika putus asa.

     Merekalah pahlawan sebenarnya yang terus meniupkan oksigen ke bara api semangat kami tat kala mulai redup. Tuhan mengirimkan pribumi bernyali menemani langkah kami. Wajah Pak duat, Bu syarifah, dan Bang Parno mengajarkan kami arti sebuah ke-ikhlasan dan siap untuk menjadi yang "dilupakan" . Tidak ada yang mengenang kebaikan dan jasanya kecuali anak murid dan masyarakat dilingkungannya. Menjelang genapnya 314 hari di daerah tugas, kami belajar dan mengajar. Belajar banyak dan banyak belajar dari manusia-manusia Indonesia yang menginspirasi.

     Pak Duat, Bu Syarifah, Bang Parnon dan ribuan guru yang Mengajar dengan hati di ujung-ujung republik ini adalah pengajar muda yg sebenarnya. Kami hanyalah pemuda yang belajar memahami perasaan guru-guru berdedikasi di  bangsa ini, membalas budi pada Ibu Pertiwi. Tuhan tidak akan membiarkan pemberani melangkah sendiri. Engkau mempertemukan kami dalam ikhtiar kebaikan yang pahalanya tak akan pernah berhenti. "PRIBUMI BERNYALI" adalah sebutan yang layak bagi guru berdedikasi serta pemuda yang menjadi guru SD.

Salam INDIGENE BRAVOUR untuk Pengajar Muda

Pulau Rupat, ujung barat Indonesia.


Cerita Lainnya

Lihat Semua