Keceriaan sewaktu hujan

RuthChristyanti B 12 Februari 2015

Udara dingin kalimantan sungguh menggodaku untuk tetap membenamkan diri di dalam selimut, namun keceriaan anak-anak dan semangat belajar mereka dengan kuat mengantarkanku untuk berangkat ke sekolah. Hari ini aku datang ke sekolah menggunakan sepeda peninggalan Pengajar Muda VII. Aku menelusuri jalanan rantau panjang bersama adik kecilku Salsa.

Tak lama berselang ketika aku tiba di sekolah gerombolan anak-anak menawan rantau panjang menyapaku. “pagi bu..” dan mereka berebut untuk menggapai tanganku lalu mendaratkan tanganku di kening mereka, salah satu bukti bahwa mereka menghormati guru.

Pelajaran hari ini matematika, dimulai dengan kelas 4, lalu kelas 6, dan diakhiri dengan kelas 5. Pelajaran yang selama ini mereka anggap tidak bersahabat. Mereka berkata “ga bisa bu.. susah bu.. gimana ini bu.. “. Aku mengajarkan bagaimana mereka membagi ribuan, bagaimana mereka mengalikan ratusan dengan desimal. Satu hal yang kusenangi dari mereka adalah ketika mereka berkata “ohhh... gitu aja bu ternyata” ini adalah salah satu tolak ukurku tentang pemahaman mereka.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat bel tanda pulang sekolah sudah dibunyikan. Lalu anak-anak datang menghampiriku “bu,,, les kah bu?” aku mengangguk dan mengatakan kita akan les pukul 3 sore.

Aku kembali menggoes sepeda dan pulang, makan siang, tidur siang. Tiba-tiba pintu kamarku diketuk oleh mamak. “ruth ada anak-anak” dalam hatiku, luar biasa sekali semangat mereka untuk mendapatkan ilmu. Mereka menjemputku ke rumah, lalu.. “brushhhhhhhhh...” langit menurunkan air dengan derasnya. Jam tanganku menunjukan pukul 14.45 namun hujan masih turun dengan deras. Aku mencari payung untuk kami gunakan bersama-sama ke sekolah. Ohhhh tidak, ternyata payungku sudah ku pinjamkan ke ima ketika ia kerumahku dan hujan turun.

Ahaaa!!! Aku ingat bahwa bapak memiliki jas hujan berbentuk ponco, dengan sigap aku meminjamnya dan memakainya bersama 2 anakku yang bernama adam dan subeha. Sepanjang perjalanan, kami saling memberikan tebak-tebakan. Tiba-tiba adam bertanya “bu.. pekerjaan apa yang dari dulu sampai sekarang selalu mundur?” “tukang parkir..” jawabku. “bukan bu, jawabannya tukang ngepel.” Tawaku tak terbendung lagi, dalam kedinginan kepolosan dua anak ini memberikan kehangatan dalam sore hariku.

Sungguh keceriaan dan semangat merekalah yang selalu menjadi tambahan energi untukku dalam mengajar dan bersosilisasi di desa.

 

Ruth Christyanti - Pengajar Muda IX

Lumununtu, Paser, KalTim


Cerita Lainnya

Lihat Semua