info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

TENTANG UPACARA

Rusdi Saleh 10 Januari 2011
Hari senin, dan senin ini adalah pertama di semester genap sekaligus Minggu pertama di tahun yang baru. Semangat dan antusias terasa membuncah di dada ketika harus bertemu dengan bocah2 muridku pagi ini. Tidak seperti biasanya, saya menjadi bangun dan mandi lebih pagi, mungkin karena semangat yang sudah menggebu. Berangkat lebih awal dengan harapan ingin menyapa mereka yang sudah datang, membunyikan bel dan menpersiapkan upacara kenaikan bendera. Lain dari biasanya pula, malam tadi kompleks kampung kami diguyur hujan, setelah lebih dari satu Minggu ini tidak ada sebutir air pun yang turun dari langit membuat jalan tanah menjadi becek dan ga ada ojek. Sepatu yang sengaja saya semir sadari tadi pagi menjadi sia-sia tertambah sedikit cipratan lumpur di bagian pinggir dan punggung sepatu. Tapi setidaknya hujan tadi malam membuat susana pagi ini manjadi lebih segar dan udara lebih sejuk. Tepat pukul 07.30, lonceng saya pukul tiga kali tanda aktivitas pagi di hari senin akan dimulai, Upacara kenaikan bendera. Walaupun sebenernya baru tiga guru saja dan bapak kepala sekolah yang sudah datang, namun lonceng itu harus berbunyi tepat waktu pikir saya. Kali ini yang menjadi petugas upacara adalah siswa kelas 6. Siswa yang sudah lebih banyak pengalamannya dibandingkan kelas 5 ataupun kelas 4 yang kerap menjadi petugas pula. Dulu, ketika pertama kali mengikuti upacara beberapa pemandangan lucu sekaligus miris terlihat dari segala hal yang berkaitan dengan upacara bendera. Dimulai dari beberapa siswa kelas 4 yang masih belum hafal lagu Indonesia raya. Atau pernah juga satu kali lagu tersebut yang mendapat tambahan lirik dari muridku sehingga menjadi lebih panjang, penyebabnya karena bendera agak lama menyentuh ujung atas tiangnya sehingga mereka berinisiatif menambahkan panjang lagunya, agar pas dengan sampainya bendera dengan ujung tiang atas mungkin. Namun seiring berjalannya waktu, mereka lebih pandai melaksanakan tugasnya. sangat kreatif muridku. Kembali pada upacara pagi ini. Sudah lebih dari 25 menit namun upacara belum juga kami mulai. Sebagian guru masih malu-malu untuk memasuki lapangan upacara, juga mungkin karena speaker dan aki yang biasanya kami gunakan belum datang. Apes saya pikir setelah ditunggu beberapa lama pun ternyata aki yang biasanya kami pakai ngadat dan mogok untuk digunakan. Alhasil kami harus upacara tanpa pengeras suara (lagi). Seorang guru berinisiatif mengajak petugas upacara untuk langsung saja memulai upacara walaupun dengan kondisi tanpa speaker dan beberapa guru masih asik di luar lapangan. Saya sendiri berbaris bersama murid-murid yang sepertinya sudah siap untuk mulai upacara. Dan Upacara pun dimulai dengan apa adanya. Sejujurnya saat ini saya lebih menghargai maknanya upacara, lebih khidmat dan lebih merasa bahwa upacara itu penting dibandingkan dengan dulu ketika saya masih sekolah. Entah mengapa, saya tidak mengerti alasannya. ****** Belum terlihat ada satu orang pun guru yang berniat menjadi pembina upacara nampaknya, ditandai dengan masih kosongnya tempat yang biasanya para guru berdiri, termasuk saya. Mereka masih tersebar di beberapa penjuru lapangan, sebagian masih berada di depan ruang guru, dan saya masih berdiri di belakang anak kelas 6, saya belum menyiapkan bahan pembicaraan untuk Amanat Upacara. Namun feeling saya merasa tidak enak, karena sepertinya sayalah yang akan berdiri di tengah lapangan itu untuk kedua kalinya menjadi pembina upacara dengan tanpa persiapan. Walaupun sebenarnya saya sangat ingin berdiri di sana, memberikan kalimat-kalimat yang bisa memberikan motivasi untuk belajar lebih keras, atau sekedar untuk bisa memberikan nasihat-nasihat yang membuat mereka tetap senang untuk menuntut ilmu, namun tentunya dengan sedikit persiapan. Tapi apa daya, suasana yang begitu sejak tak bisa membendung pemimpin upacara itu menghampiri saya dan menjemput saya untuk menjadi pembina upacara. Pasrah saja. Senin-senin berikutnya saya harus selalu siap berdiri di depan mereka, memberikan kata-kata inspirasional yang bisa membangkitkan setiap aliran darah mereka untuk tetap belajar, karena setiap upacara adalah hari istimewa, hari yang menyenangkan, setidaknya saya mengajarkan kepada mereka bahwa nasionalisme masih ada, nasionalisme harus tetap ada meskipun di tempat yang amat jauh dari ibu kota, di SD Bangun Jaya. Dan saya pun tak pernah takut lagi untuk berdiri paling awal di tempat biasanya para guru berdiri meskipun yang lain belum ada, untuk mereka.

Cerita Lainnya

Lihat Semua