info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Tak Seindah atau Seburuk Sekolah Laskar Pelangi

Rusdi Saleh 28 Desember 2010
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan untuk bisa mengeksplor sekolah-sekolah yang ada di kecamatan kami. Bersama seorang guru dan dan salah seorang tetangga dari Ibu Guru Asti, kami berenam akhirnya memulai perjalanan. Bu Guru nila dibonceng oleh Bapak guru yang mengajar di sekolahnya, Pa Paino namanya. Bu guru Asti dengan tetangganya, sedangkan saya membonceng Pa Guru Riza. Perjalanan dimulai, jalanan agak licin dan becek, hujan baru saja turun semalam. Jalanan seputaran kecamatan tak ada yang bisa dikatakan baik, semuanya akan sulit dilewati ketika sehabis hujan turun. Bbahkan untuk melewati jalan poros saja kami harus pelan mengendarai motor kami. Beberapa jalan poros ada yang sudah tidak bisa kami lewati, dan melewati ladang-ladang karet ataupun sawit adalah satu-satunya alternatif yang harus kami tempuh. SD pertama yang kami datangi adalah SD Sumber Jaya 1. Tidak terlalu bagus kondisi bangunan sekolahnya. Tidak terlalu buruk juga memang. Hanya 3 ruangan yang sudah ter-renovasi dan sisanya masih bangunan lama, temboknya sudah usang, kayu-kayu pada pintu terlihat sudah bolong dimakan rayap. Saya melihat ada sembilan pintu ruangan, saya pikir tidak semuanya ruangan kelas, karena ukurannya ada hyang berbeda. Ruangan-ruangan terbagi menjadi tiga deret membentuk huruf U dan terdapat lapangan ditengahnya. Sayang ini liburan jadi kami tidak melihat bagaimana kondisi dan proses belajar mengajar dilakukan di sekolah ini. Kami berkesempatan mengunjungi rumah bapak kepala sekolah yang bertugas untuk SD sumber Jaya 1 di rumahnya. Dari informasi yang didapat bahwa ada sembilan orag guru yang mengajar di sekolah tersebut. Sepertinya sudah sangat ngepas untuk bisa menjalankan aktivitas sehari-hari. Enam untuk guru kelas dan sisnya Guru Agama dan Guru Olahraga. Sekolah kedua yang kami datangi adalah SD Sumber Jaya 2. Sekolah yang kami datangi ini agak spesial nampaknya. Ini ditandai dengan perjalanan menuju sekolah ini, medan jalannnya lumayan sulit, melewati kebun karet seperti biasanya memang namun tidak jarang kami harus berhenti dan memastikan jalan yang kami akan lewati cukup layak untuk digilas oleh ban motor. Di tengah perjalanan kami menemukan pula jembatan dari kayu yang kecil, untuk melewati ini, lebih aman kalo Bapak guru Riza harus turun terlebih dahulu. Selang beberapa puluh menit kemudian kami sampai di perkampungan, beberapa ibu-ibu mulai terlihat dipingggir jalan sedang mengasuh anaknya. Tepat diujung jalan pertama kami menemukan sekolah yang kami tuju. SD Sumber Jaya 2, papan nama yang tertera di depan bangunan itu. Sebelah kiri lapangan nampak ada dua bapak sedang menyelesaikan pekerjaannya sebagai buruh bangunan. Sekolah ini sepertinya seang mendapatkan bantuan untuk membangun dua ruang kelas baru, mungkin pekerjaannya baru 80 % terselesaikan. Di sebelah tengah sudah berdiri 2 ruangan kelas beserta ruang guru. Sisanya sebelah kiri yang saya lihat adlah bangunan semi pemananen menggunakan kayu, agak kurang layak jika saya sebut ini kelas, hampir mau roboh sepertinya. Ketika kami masuk menuju ruangan itu, saya langsung berfikir. Apa ada yang mau sekolah di tempat seperti ini? Apakah mereka masih mengunakan ruangan ini untuk belajar? Sepertinya iya karena baru dua kelas yang kami lihat dan sisa empat kelas lain, harus menggunakan ruang ini. Bangunannya tidak lebih baik ataupun lebih buruk dari SD Muhammadiyah Gantong yang digambarkan Andrea Hirata di laskar Pelangi, karena sekolah yang kami lihat (belum) menggunakan penyangga kayu di sebelah sisinya untuk menahan agar tidak roboh.   Namun beberapa kayu sudah lepas dari tempatnya sehingga nampak beberapa bolongan diantara penyekat antar ruangan. Papan tulis hitam nampak menggantung di setip ruangan, saya tidak melihat ada kapur di sekitar papan tulis ini. Beberapa kursi berjejer kurang rapi ke arah belakang. Sudah agak berdebu, penyebabnya mungkin karena sedang liburan dan tidak digunakan. Tak ada jendela yang saya lihat, namun pencahayaan tetap masuk, dari celah-celah diantara kayu-kayu yang disusun horizontal memanjang dari kiri ke kanan. Entah kenapa beberapa diantara kami malah senang menemukan sekolah ini. Agak sedikit miris terdengar, saya pikir ini hanya ada dalam reka-rekaan kami saja. Malah seharusnya kami merasa terenyuh, karena masih ada sekolah yang seperti ini. Memang bangunan fisik tidak selalu menentukan kualitas siswa yang bersekolah di SD ini. Tapi setidaknya itu akan menjadi faktor pendukung, jika lingkungan dan kondisinya nyaman untuk belajar maka semangat dan motivasinya pun akan bertambah saya pikir. Dari informasi yang saya dapat, hanya ada 7 guru yang mengajar di tempat ini, sudah dengan Kepala sekolah. Dan anehnya rumah guru yang mengajar di sekolah ini bukan penduduk desa ini, bahkan kepala sekolahnya saja berasala dari kampung SP 3, harus melewati kampung saya tinggal ditambah jalan setapak di kebun karet yang saya lewati tadi untuk sampai di sekolah ini. Pasti akan lebih sulit dilewati lagi jika ada hujan. Tunggu cerita berikutnya tentang saya yang mengajar di sekolah ini. *Gambar sekolah yang saya lihat tidak bisa ditampilkan di blog ini...silahkan lihat di blog pribadi saya www.ceritarusdi.blogspot.com

Cerita Lainnya

Lihat Semua