info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

SDN 02 Sumber Jaya

Rusdi Saleh 2 Februari 2011
Akhirnya saya menulis lagi, sudah dua mingguan ini kehilangan gairah untuk menulis. Ini adalah cerita tentang sekolah saya yang kedua, namanya SDN 02 Sumber Jaya. Kenapa saya sebut yang kedua, karena sudah ada yang pertama (jawaban yang aneh!), ya, yang pertama adalah SDN 01 Bangun Jaya. Namun bukan berarti saya menomorduakan sekolah yang kedua, semuanya mendapat perlakuan yang sama dilihat dari semangat dan motivasi mengajar saya. Sejak semester genap ini saya mengajar di dua sekolah, setiap hari selasa dan kamis maka saya mengajar di sekolah yang kedua dan sisanya saya mengajar di sekolah yang pertama. Sekolah ini agak berbeda dari kebanyakan sekolah lainnya di sekitaran sini, mungkin itu juga hal yang membuat saya tertarik untuk mengajar di sekolah ini. Beberapa hal pernah saya ceritakan dalam tulisan saya sebelyumnya yang berjudul Tak seindah atau seburuk Laskar Pelangi. Tiga ruang kelas masih sangat buruk jika dilihat dari segi bangunannya. Murid nya pun tidak terlalu banyak, jadi sangat menyenangkan ketika saya mengajar karena tidak perlu mengeluarkan suara terlalu keras dan kondisi kelas cukup tenang. Pernah satu kali saya mengajar kelas 4 di ruangan kelas itu, agak menyedihkan memang, untuk menulis di papan tulis yang berwarna hitam itu saja, kapur saya tidak terbaca dari agak jauh, papannya sebagian sudah terkelupas sehingga tidak bisa ditulisi. Diantara kelas 4 dan kelas 3 ada sebuah lubangan besar dari papan sekat, cukup untuk lalu lalang siswa kelas 3 ke kelas 4. Murid  saya kelas 4 adalah kelas dengan jumlah tersedikit dengan 11 orang, sementara murid kelas 6 berjumlah 13 orang dan murid kelas 5 berjumlah 16 orang. Jika dilihat dari keseluruhan sebenarnya masih ada kelas dengan jumlah lebih sedikit yakni hanya 8 orang di kelas 1, namun saya tidak memiliki kesempatan untuk masuk ke kelas 1. ******** Tentang Perjalanan Menuju ke Sekolah Selalu banyak hal yang berkesan untuk menuju kesana, ke SDN 02 Sumber Jaya. Bagi oirang-orang dengan daya spasial rendah pasti akan tersesat walaupun sudah berkali-kali melewatinya. Penyebabnya adalah pohon karet. Jalan menuju ke sekolah itu hanya satu, dan itu pun harus melewati jalan setapak, jalan yang ada diantara pohon karet. Pohon karet itu mengekalkan kesesatan dan kesunyian (baca juga tulisan saya Tentang Pohon Karet). Kenapa menyesatkan? Jelas karena semua jalan terlihat sama, dengan percabangan jalan yang teramat sangat banyak sekali (pemborosan kata yang dihalalakan untuk menjelaskan kondisi yang teramat sangat). Pohon karet dimana-mana tetap sama  bentuknya, dengan jarak antar pohon sekitar 2 meter. Di bagian hampir menuju tanah terdapat wadah untuk menampung getah karet yang disadap. Motor adalah salah satu kendaraan yang memungkinkan untuk dikendarai jika saya ingin mengajar ke sekolah itu. Jalannya begitu kecil, beberapa kali bahkan saya sempat terjatuh ketika menuju atau pulang dari sana. FYI, kami belum menerima juga bantuan motor yang sediakalanya bisa kami gunakan untuk kami mengajar, jadi selama ini saya hanya berharap ada jemputan motor dari Guru atau kepala sekolah yang singgah di rumah saya atau sengaja menjemput saya (semoga cepat selesai urusan administrasinya itu motor). Pernah satu kali saya dijemput oleh beberapa murid kelas 6. Waktu itu saya bingung karena tidak ada motor yang bisa saya pinjam sehingga memutuskan untuk menunggu berharap ada keajaiban Tuhan melalui jemputan motor, siapapun itu. Akhirnya mereka datang, menjemput saya untuk mengajar. Karena memang hari itu giliran saya yang masuk di kelas mereka. Mungkin mereka pikir lebih baik menjemput saya dengan motor yang mereka miliki dari pada tidak belajar seharian. Bagaimana Dengan jalan kaki? Sangat sulit untuk menjawab pertanyaan ini, jika ingin dibuat lebih inspiratif, seharusnya akan ada cerita ketika saya berjalan kaki menuju sekolah itu. Namun saya ingin katakan bahwa sebenarnya itu bukanlah pilihan yang baik.  Jalanan becek dan licin itu pasti akan “memakan” sepatu saya. Dengan menaiki motor saja saya menbutuhkan waktu sekitar 25 menit untuk tiba di sekolah, mungkin butuh waktu dua kali lipat jika saya berjalan kaki menuju kesana. Bagaimanan dengan naik angkot? Saya katakan itu adalah pilihan yang aneh, pertama jalannya sangat kecil sehingga tidak cukup untuk dilalui mobil, kedua tidak pernah ada angkot melewati jalan seputaran dimana saya tinggal. Jadi jelas itu pilihan yang aneh bukan? ********** Rusdi Saleh Untuk Indonesia Mengajar

Cerita Lainnya

Lihat Semua