info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Belajar Mengajar di Indonesia Mengajar

Rusdi Saleh 1 November 2010
Tidak terasa hari ini adalah hari keempat menjalani Praktek Mengajar di SD Pancawati 2, Ciawi Bogor. Sebagai calon pengajar muda yang akan mengajar di Sekolah-sekolah di desa terpencil saya berkewajiban untuk menjalani masa ini. Saya sudah merasakan mengajar kelas 1, kelas 3, kelas 4 dan kelas 6. Sangat berbeda feel yang dirasakan ketika mengajar di kelas yang tingkatannya tidak sama. Hari ini tepat tanggal 28 Oktober, diperingati hari sumpah pemuda. Materi yang saya ajarkan hari ini pun adalah materi mengenai Sumpah Pemuda pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. tapi sebenarnya bukan itu yang ingin saya ceritakan. Saya ingin bercerita tentang gadis yang saya temui setelah selesai mengajar tadi. Namanya Yuli (red: bukan nama sebenarnya), siswi kelas 4. Saya temui dia secara tidak sengaja di sebuah saung, di pinggir lapangan yang memang sepertinya dibuat untuk duduk-duduk melihat siswa lain yang sedang bermain di lapangan. “Halo namanya siapa?” “Yuli” “kamu kelas berapa?” “Kelas 4, ka” Pembicaraan pun sempat berhenti ketika ada anak lain yang menghampiri dan saya mencoba mengajak mereka berbicara. Beberapa saat kemudian, saya kembali tertarik memperhatikan gadis bernama Yuli tersebut. Tatapannya kosong, melihat teman-teman sebayanya memainkan permainan karet. “kamu ngga ikutan maen karet” “Ngga bisa ka..” “Kamu ngga jajan?” “Ngga ka.. “ “ngga punya uang?” “Iya, ga pernah jajan” “Udah sarapan?” saya kembali bertanya. “belum ka, ga pernah sarapan” “Tapi tiap hari suka makan?” “hm... iya sekali” jawabnya malu-malu. Agak sedikit miris mendengar cerita gadis yang saat itu ada dihadapan saya. Sangat kontras dengan kehidupan saya belakangan ini yang selalu teratur dalam hal makan, 3 x sehari ditambah extra puding (snack) yang jumlahnya sama, 3 kali. Namun anehnya saya merasa kurang bersyukur dengan apa yang saya dapat selama ini. Satu hal lain yang bisa saya lihat dari seorang gadis yang ternyata sudah ditinggal wafat ibunya, dan ditinggalkan ayahnya ke jakarta untuk bekerja, tidak pernah jajan disekolah dan makan hanya satu kali sehari namun memiliki semangat dan motivasi yang kuat untuk bersekolah. Saya yakin masih banyak sekali Yuli-Yuli kecil lain yang memiliki kemauan keras untuk bisa sekolah walau dengan keadaan yang terbatas. Tidak hanya di Ciawi, mungkin saja di daerah pedalaman yang tidak pernah kita kunjungi. Yang akan saya lakukan mungkin hanya akan menjadi sebagian kecil dari menuntaskan janji kemerdekaan kita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Gerakan Indonesia Mengajar memberikan kesempatan kepada saya untuk Mengajar dan belajar bersama anak-anak yang memiliki motivasi belajar yang tinggi di daerah terpencil sana. Berharap suatu saaat nanti hal itu bisa menjadi passion ataupun gaya hidup anak muda sehingga dunia pendidikan Indonesia lebih baik.

Cerita Lainnya

Lihat Semua