info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

My School

Ridwan Wijaya 16 Februari 2011
SDN 001 Tanjung Harapan, satu lagi sebuah sekolah yang akan menjadi tempat yang tidak akan pernah saya lupakan dalam hati dan pikiran saya, dalam jejak langkah hidup saya. Berdiri sejak tahun 1958 sekolah ini tentunya menjadi SD favorit dan satu-satunya sekolah dasar yang ada di desa tempat saya tinggal yaitu Tanjung aru. Bayangkan saja sekitar 600 KK yang tinggal di desa ini menyekolahkan anak-anaknya yang berusia 6-15 tahun di sini. Sekolah ini dapat dikatakan menjadi motor penggerak pendidikan yang ada di desa kami khususnya untuk usia dini. SDN 001 Tanjung Harapan dihuni oleh sekitar 402 murid, dimana 23 murid diantaranya merupakan kelas jauh yang terletak di dusun IPI, sekitar 2 KM dari sekolah. Sekolah dibagi dalam 12 rombongan belajar, dimana setiap tingkatan terdiri dari 2 kelas. Walaupun demikian tidak setiap kelas mendapatkan jatah kelas. Untuk kelas 3 karena ruangan kelas masih kurang, maka seluruh siswanya yang berjumlah 63 siswa digabung dalam 1 kelas, sementara untuk kelas 1 dan kelas 2 digunakan bergantian (ada yang pagi, ada yang siang). Ini dikarenakan hanya ada sembilan ruang kelas yang dapat digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Jumlah yang saya rasa masih kurang ideal dibanding dengan jumlah murid yang ada. Mengenai ruang kelas ini, terdiri dari 3 ruang kelas yang semi permanen dari kayu, 3 ruang kelas permanen yang belum di keramik dan 3 kelas baru yang berkeramik. Untuk 3 kelas baru yang akhirnya selesai dibangun dalam 3 bulan ini belum memiliki sarana penunjang kegiatan belajar mengajar karena tidak ada kursi dan bangku, yang ada hanya 1 papan tulis kecil. Entah apa akar utama penyebab dari kondisi ini, yang jelas, gedung baru dibangun hanya gedungnya saja, sementara prasarana penunjang KBM tidak ada. Katanya memang dulu tendernya seperti itu, jadi untuk keperluan prasarana penunjang, sekolah yang beli, sementara sekolahpun belum memiliki dana untuk pengadaan barang-barang tersebut. Akhirnya, mau tidak mau siswa membawa sendiri meja-meja kecil agar bisa menulis. Cukup ironi juga melihat keadaan ini, dalam pikiranku, membangun kok setengah-setengah, tapi ya sudahlah itu realita yang terjadi, yang penting adalah semangat siswa-siswa untuk sekolah jangan sampai hilang. Setiap sekolah pasti memiliki perpustakaan sebagai sarana meningkatkan minat baca dan membuka jendela informasi. Perpustakaan sekolahku mungkin sangat jauh dari ideal, menggunakan kantor guru lama yang pindah ke gedung baru, perpustakaan kecil ini hanya berisikan beberapa buku paket pelajaran lama (kurikulum 1994) dan beberapa buku paket kurikulum baru. Sisanya adalah beberapa alat penunjang KBM yang mungkin sudah kurang layak digunakan karena rusak, kecuali alat-alat percobaan IPA yang tidak pernah digunakan sejak 2 tahun lalu, itupun buatan tahun 2003. Mengenai buku paket siswa untuk kegiatan KBM, sepertinya siswa-siswa masih harus berusaha banyak mencatat karena memang sangat kekuarangan. Terkait perpustakaan ini sebenarnya bisa menjadi alat yang strategis untuk meningkatkan mutu pendidikan. Saya memiliki keinginan bahwa perpustakaan ini bisa memberikan bukan hanya informasi apa yang ada dalam buku, tetapi juga dapat merangsang tumbuh kembang otak mereka dan juga mimpi mereka. Kita bisa membuat wahana-wahana permainan kreatif yang mengembangkan otak kiri dan otak kanan anak-anak, selain itu juga dapat dibuat suasana yang dapat membangkitkan mimpi dan cita-cita mereka. Terakhir, saya ingin menceritakan mengenai banjir di sekolah saya. Banjir bisa disebabkan oleh saluran air yang tersumbat karena berbagai faktor atau memang karena pengelolaan saluran air yang kurang baik. Tetapi banjir disekolahku bukan karena faktor buatan, banjir terjadi karena air pasang, setiap air pasang, halaman sekolah pasti banjir. Keadaan ini cukup mengganggu beberapa kegiatan yang biasanya perlu dilakukan. Upacara hari senin sering terganggu oleh genangan air ini sehingga untuk beberapa kali kami tidak bisa mengadakan upacara bendera, selain itu untuk kegiatan olah raga dan lainnya yang membutuhkan lapangan, kami tidak bisa lakukan. Akhirnya kami berinisiatif untuk melakukan kerja bakti, meninggikan permukaan lapangan dan halaman sekolah agar bisa terhindar dari genangan air pada saat pasang. Ridwan Wijaya, ST Pengajar Muda Indonesia Mengajar Angkatan I

Cerita Lainnya

Lihat Semua