Si Putri Malu

RoisatulAzizah 22 April 2015

“Ibuk, ibuk sudah pulang?, kita lo disini dari tadi buk, ibuk kok lama sekali to pulangnya?, kita lamaaa sekalii nungguin ibuk”, ketika sudah mulai berbicara, tanpa henti dia akan bercerita atau sekadar mengungkapkan rasa dalam hatinya. Nada bicaranya pun unik, khas, semacam kolaborasi logat jawa dan Bahasa Indonesia. Adalah Dea, panggilan akrabnya, anak kelas IV di SD Inpres Ondo-Ondolu SPC, tempat belajar dan berbagi selama setahun yang menakjubkan ini. Sekolah kami terletak didaerah pegunungan. Kebanyakan anak-anak, pulang dan pergi kesekolah dengan berjalan kaki. Begitupun dengan Dea dan teman-temannya.

Pulang sekolah, setelah mengawas ujian kelas 6, turun dari motor pak kepala sekolah, saya langsung disambut olehnya —nebeng pak kepala sekolah nih ceritanya—, Dea yang memang sedang libur tengah menunggu saat-saat untuk belajar. Minggu ini semangatnya benar-benar tidak biasa.

Jadi teringat, ketika ada buku baru yang datang, antusiasnya muncul. Kembali ia berkutat dengan buku-buku, kali ini buku tebal sudah bukan momok lagi. Dia melahap semua buku tebal yang ada. Tak jarang ia lebih memilih membaca daripada menyisakan waktu untuk sekedar makan atau minum sebentar.

Semangat Dea semakin memuncak ketika kemarin saya memancingnya untuk menulis surat kepada Mbak Tessa, salah satu Inspirator Kelas Inspirasi Banggai Laut yang juga mengirimkan buku-buku bagus untuk anak-anak, salah satunya adalah buku cerita nusantara yang tengah diganderunginya. Ya, selain membaca ia juga suka menulis. Tidak jarang ia menulis untuk saya, entah sekedar memberikan salam kangen, meminta maaf atau berterima kasih. Dan hari ini pun, dia menulis surat, surat berbentuk hati yang diselipkan dibalik bunga-bunga yang dikumpulkannya. Bunga-bunga nan cantik dengan warna pelangi yang hampir lengkap, dikumpulkan dari berbagai tempat mulai dari depan rumah, kebun tetangga, termasuk mengambil didepan sekolah.

“Buat bu Roisa yang cantik dan baik hati, dari Dea ^_^”, senyum manis dan kerlingan mata bahagia saya tertuju padanya.

Oke baiklah, bagaimana bisa semangat saya turun untuk belajar dan berbagi ilmu atau kisah inspiratif kepada mereka. Subhanallah. Berasa disurga. Seolah tak bisa terungkap dengan kata.

Selain bunga, tertanya dia juga sudah menyiapkan surprise kecil, lagi-lagi saya tak menduga. Kali ini dia membawakan buah langsat, memang tidak banyak, tapi usaha untuk mendapatkannya luar biasa, pasalnya dia sendiri yang memanjat. Yah, benar lagi, bahwasannya dia suka memanjat. Tidak jarang dia mengambilkan buah untuk saya. Terhitung mulai dari musim durian, musim jambu air, musim rambutan, musim salak, musim jambu biji, musim jeruk keprok dan sekarang musim langsat; ia dan anak-anak lain selalu membawakan dan memberikan kepada saya dengan cara-cara berbeda nan menakjubkan. Alhamdulillah.

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kau dustakan?”.

Menjadi psikolog adalah cita-citanya. Sebenarnya, psikolog bukanlah cita-cita awalnya, baru saja cita-citanya berubah, entah saya sudah bercerita apa saja, tetiba saja dia ingin menjadi seorang psikolog. Bisa jadi karena cerita saya tentang Mbak Astrid, salah seorang psikolog luar biasa yang bulan kemarin datang ke sebuah pulau di Banggai untuk tujuan mulia, entahlah. Dia pun sempat bertanya mengapa tiga dari enam rekan Pengajar Muda berasal dari Jurusan Psikologi. Mungkin juga berkaitan dengan latar belakang keluarganya. Memang tidak terlihat, namun dibalik senyum yang selalu ia taburkan, ia menyimpan cerita dinamika keluarga yang tak biasa. Tinggal bersama mbah kakung dan mbah uti –istilah kakek dan nenek dalam bahasa Jawa–, tidak mengendorkan semangatnya untuk terus belajar dan meraih cita-cita. s

Dia pun selalu bersemangat mengikuti lomba yang ada, mulai dari lomba mengambar peta, lomba menulis cerita, lomba cerdas cermat sekolah sampai dengan seleksi OSK tingkat sekolah. Ya, dia adalah salah satu dari 10 delegasi sekolah yang lolos ke babak semifinal OSK –lebih lanjut ada disini–. Selain membaca dan menulis, dia juga suka belajar sains. Rasa ingin tahu yang tinggi diiringi dengan hopi membacanya, saya yakin dia pasti bisa mendapatkan hasil yang terbaik dari setiap usahanya.

“Buk, nanti saya telpon ibuk ya kalo sudah besar, kalo saya sudah mau kuliah saya telpon ibuk, saya mau kuliah dekat tempat ibuk”, celetuk Dea, sembari menebar senyum khasnya. Sayapun tak dapat menggelak, senyum khas dan kerlingan mata saya pun tertuju padanya, ditambah dua jempol saya yang otomatis terangkat.

Sebuah pertanyaan atau pernyataan yang membuat hati saya bergetar. Subhanallah. Anak ini, saya yakin dia pasti bisa meraih cita-citanya. Pasti, saya percaya suatu saat nanti kita akan berjumpa lagi ditempat yang berbeda.

Dan saat masih proses menyelesaikan tulisan ini, tiba-tiba dia datang.

“Assalamu’alaikum.. bu, ibuk”, dengan malu-malu Dea masuk dari pintu samping rumah, “Wa’alaikumsalam.. loh, nanti jam dua lo kita belajarnya, kita ke Sawindo”, timpal saya memastikan.

“Iya buk, saya lo pengen baca buku cerita itu dulu, saatu juduul ajaa, gantian sama Umi”, sambil menunjuk buku cerita nusantara yang sedang dibaca si Umi.

“Bukannya sudah selesai to” tanya saya, “Belum bu, masih kurang 8 cerita lagi bu :)”, tersenyum malu dia menjawab. Ah dasar si putri malu, dia menghitungnya. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua