Ketika Semua Bergerak

RoisatulAzizah 17 April 2015

“Wes siap kabeh to? ayo mlebu nang ruangane dewe-dewe”, ajak bu Iyah,

“Buk, saya tidak bawa pensil, penghapus, ataupun foto”, dengan polos mendadak Faldi mengaku.

“Kenapa tek bawa?, kan sudah diminta bawa to kemarin”, dengan nada khas bu Iyah

“lupa buk”, tetap dengan muka polos innocent.

Adalah bu Iyah, guru kelas 2 yang pagi itu mengantar 10 anak delegasi SD Inpres Ondo-Ondolu SPC mengikuti babak penyisihan Olimpiade Sains Kuark (OSK) di rayon Batui. Bu Iyah bersama pak Yunus, suaminya yang juga guru PJOK, pemilik oto (mobil) mengantar anak-anak sekaligus yang menyetir. Ada juga bu Fitri yang memang rumahnya dekat dengan lokasi babak penyisihan. Pak Marwan dan Pak Kepala Sekolah pun datang untuk memberi dukungan dan semangat kepada anak-anak, sekaligus menjadi pengawas ruangan.

Beberapa saat sebelum anak-anak masuk ruangan, suasana hektik terjadi, ada yang tidak membawa alat tulis ada juga yang grogi sendiri. Dari 10 delegasi, sebagian dari mereka memang telah mengikuti OSK pada tahun sebelumnya, lebih tepatnya 4 dari mereka, Anis, Faldi, Santi, dan Dea. Sementara 6 yang lain, Putri, Putri Kalsum, Buce, Fadli, Siti, Anisa adalah wajah baru dalam kompetisi ini. Menghadapi suasana ramai dimana datang berbondong-bondong peserta lain dari berbagai sekolah, bagi wajah lama mungkin sudah biasa. Namun, bagi wajah baru terutama mereka yang baru saja merasakan suasana kompetisi, pagi itu tidaklah biasa.

“Tiba-tiba buk, ditengah ketegangan kitorang, pak Marwan datang dengan tampilan rambut barunya, kitorang semua tertawa buk, pecahlah suasana dengan beberapa sentil guyonan pak Marwan”. “Seru buk e, lucu pak Marwan, kitorang jadi senang dan tidak terlalu tegang lagi”, cerita Anis dan Putri dengan nada penuh semangat dan nafas yang belum teratur.

“So siap tempur e?”, salah satu kalimat dengan bahasa khas yang ditanyakan pak Marwan kepada anak-anak sembari mengulas model rambut barunya, yang sontak mendubrak kecemasan dan ketegangan anak-anak.

Pak Marwan adalah guru kelas 6, salah satu guru yang terkenal killer dan ditakuti oleh anak-anak. Namun, tidak jarang beliau menyenangkan hati anak-anak dengan gaya khasnya, tetap cool dan senyum tertutup. Dari sini saya menyadari bahwasannya, se-killer apapun seorang guru, mereka dapat luluh dengan kesungguhan dan perjuangan anak dalam meraih prestasi. Setiap guru memiliki kebanggaan tersendiri untuk dapat mendukung prestasi anak. Sejauh ini, mendorong guru-guru untuk senantiasa mendukung anak dalam meraih berprestasi merupakan salah satu cara pendekatan yang baik.

“Berani beraksi, mari ujuk gigi lewat prestasi”  

**

Panas semakin terasa, matahari nampak semakin gagah menyinari. Beberapa saat setelah keluar dari ruangan masing-masing, anak-anak kembali berkumpul. Dengan ekspresi unik yang bermacam-macam. Mereka dikumpulkan oleh bu Iyah untuk menikmati makan siang, “hasil keliling seluruh warung di Batui tuh buk, kita dapat nasi kuning, harganya lumayan, ayamnya gede bu”, cerita bu Iyah dengan penuh semangat dan tawa. Dilanjutkan dengan cerita menggemaskan dari Faldi yang ternyata didampingi mamak nya.

“Sudah minum semua to ini”, bu Iyah memastikan, sambil melirik ke arah Faldi,

“Faldi minum kamu mana?”, bu Iyah bertanya karena tidak menemukan Faldi memegang botol minuman,

“Saya kasih mamak bu”, gubrak, semua terkaget,

“Nah loh, baiklah, kamu orang memang anak yang baik ya”, dengan nada halus dan sedikit menyindir.

Faldi adalah anak penurut yang sopan dan sangat menghormati orang tua. Ia sangat menyayangi orang tuanya. Tanpa pikir panjang, ia pun memberikan botol minum jatahnya kepada si mamak yang datang mendukungnya. Dengan jatah minum yang dihitung hanya untuk anak-anak, bu Iyah pun meminta pak Yunus untuk membeli minum lagi, setelah tadi pagi juga berputar-putar mencari dan membeli alat tulis untuk si Faldi. Saya melihat kecepatan tindakan dari bu Iyah, membuat anak-anak merasa aman dan tidak ketar-ketir. Dan dengan berusaha tanpa menyalahkan si anak membuat mereka menjadi lebih tenang.

Kehadiran bu Fitri juga menambah ketenangan anak-anak, dimana anak-anak harus terpisah di tiga sekolah yang berbeda. Ya, saking banyaknya peserta, khususnya pada level 3 membuat panitia rayon menempatkan kompetisi di empat sekolah yang berbeda.

Antusias dan dukungan terhadap kompetisi semacam ini semakin meningkat dari tahun ke tahun, kolaborasi dan ruang interaksi positif pun banyak terjadi disini, dukunganpun tidak hanya datang dari Dinas Kemdikbud Kabupaten namun juga UPT. Kemdikbud Kecamatan, Kepala Sekolah dan guru. Dalam hal ini UPT. Kemdikbud Kecamatan Batui menjadi tuan rumah, setelah sebelumnya di Moilong. Di rayon Batui, terdapat sekitar lima kecamatan yang berkumpul dengan total lebih dari 500 peserta babak penyisihan. Termasuk sekolah kami yang sebelumnya mengirimkan delegasi tidak sampai 10, tahun ini dengan sigap mengirimkan 10 delegasi.

Selain dari pihak stakeholder, dalam hal ini, ruang interaksi positif juga terjadi antar guru juga antara guru dan siswa. Sebuah awal dari keberlanjutan, dimana ada ataupun tidaknya Pengajar Muda mereka tetap bergerak, melakukan yang terbaik untuk anak-anak. Kerjasama dan kekompakan mereka membuat hati terasa bahagia.

Alhamdulillah.. buah hasil kolaborasi positif semua pihak, —memang ketika semua bergerak dan serentak bertindak, membuahkan hasil yang tak biasa— 10 delegasi dari sekolah kami berhasil lolos semifinal 100%. Ya benar, kesepuluhnya berhasil melaju ke babak selanjutnya, babak semifinal yang akan dilaksanakan di Kabupaten pada tanggal 25 April 2015.

“Mereka kecee, kece dah”, rasa gemes dalam hati saya.

Ketika melihat pengumuman, saya masih belum begitu percaya, beberapa kali saya melihat, dan, yap, mereka semua lolos. Subhanallah. “Selamat nak, kalian memang kece”.

“So, kitorang ke kabupaten buk, beneran buk?, YES YES, Alhamdulillah”, sambil mengempalkan tangan dan mengayunkannya naik-turun kemudian meletakannya didada. Dea, Putri Kalsum dan Anisa mengajak saya ke Perpustakaan sekolah untuk memastikan nama mereka tercantum di lembar pengumuman semifinalis.

Kebahagiaan mereka nampak terlihat, buah kerja keras mereka terbayarkan. Bisa lolos ke kabupaten merupakan hal yang tidak biasa bagi mereka. Anak-anak butuh pemantik semangat dan guru-guru butuh kompor keyakinan untuk dapat memberikan dukungan pada anak-anak, sehingga dapat membuahkan perubahan positif. Anak-anak mempunyai potensi yang besar. Mereka butuh untuk didampingi. Guru-guru pun sebenarnya memiliki potensi dalam mendampingi atau membimbing mereka. Dan kedua hal tersebut harus dapat terkolaborasi, perlahan tapi pasti.


Cerita Lainnya

Lihat Semua