Semangat Bapak Kepala Sekolah

RoisatulAzizah 5 September 2015

Rapat penutupan tahun ajaran 2014-2015 sekaligus persiapan tahun ajaran baru 2015-2016 baru saja dimulai. Pak Husrin selaku kepala sekolah memimpin rapat dengan sikap khas bapak, tenang dan sigap.

Perkenalkan, Pak Husrin, kepala sekolah kami yang pada tahun 2015 ini telah genap delapan tahun menjabat. Ditahun ke delapan ini, kami melihat semangat bapak yang sangat luar biasa itu muncul kembali. Ya, berdasarkan cerita dari berbagai sumber, dahulu bapak adalah salah satu guru dan/atau kepala sekolah teladan. Semangat bapak sempat naik-turun sebagaimana manusia pada umumnya. Namun, kepercayaan bahwa setiap pemimpin pasti memiliki kemauan untuk menjadi teladan yang baik bagi yang dipimpinnya menjadi salah satu kunci munculnya (lagi) semangat mengabdi yang sempat terpendam itu.

“Jarak so tidak menjadi alasan kalo kitorang punya kemauan/niat kuat.”

Jarak bukanlah alasan, tidak ada alasan yang bisa menghalangi jika kita sudah punya niat atau kemauan yang kuat. Begitulah kurang lebih kalimat yang paling saya ingat. Kalimat yang bapak sampaikan sebagai pengingat untuk saya, kalimat yang muncul ketika kami berjalan bersama menuju masjid depan rumah bapak. Dimana antusias saya meningkat untuk pergi ke masjid karena lokasinya dekat, tepat di depan rumah bapak, sedangkan ketika di desa jarak masjid dari rumah lumayan jauh.

Singkat cerita saya harus menginap dirumah bapak yang berada di wilayah kecamatan karena hari sudah larut malam sehingga tidak memungkinkan untuk kembali ke desa dengan jalan bebatuan, sendirian. Ya, jarak rumah bapak dari sekolah cukup jauh dengan jalanan berbatu dan lumayan menantang ketika musim hujan, jarak tempunya kurang lebih satu jam dengan kecepatan normal motor.

Ada hikmah disetiap kejadian. Semua sudah direncanakan. Tinggal bagaimana kita menikmati segala prosesnya.

Percakapan kami pun berlangsung panjang sampai dititik dimana saya ketahuan oleh bapak bahwa saya sedang menahan kantuk –ah ada-ada saja, padahal saya sesungguhnya masih menikmati cerita bapak, tapi face tidak bersahabat. Bapak bercerita dengan penuh semangat pengalaman ibadah umrah yang baru saja bapak tunaikan bersama ibu dan anak-anaknya bulan Februari lalu.

Baiklah, kembali dalam suasana rapat yang beberapa kali membuat saya menahan senyum. Senyum bahagia dengan sikap tegas bapak yang tetap berusaha bijaksana.

“Saya so tidak lagi bategur, karna kitorang so dewasa semua to.”

Bapak berusaha untuk mengingatkan rekan guru untuk senantiasa melaksanakan kewajiban utama sebagai guru yaitu mengajar dengan baik. Mengajar dengan baik dalam artian tidak meninggalkan ataupun membiarkan kelas saat jam pelajaran sedang berlangsung.

“Saya saja so berusaha berangkat pagi, walau harus ini-itu didapur kitorang, yang muda tentu lebih bisa to.”

Selain itu bapak juga menegaskan kepada beberapa guru untuk lebih bersemangat ke sekolah baik dengan jarak jauh apalagi dekat. Sekaligus penegasan bagi guru untuk dapat hadir lebih tepat waktu dan berusaha mengisi kelas secara efektif.

“Masok akan saja, jangan biarkan kelas kosong. Kita ini personil cukup banyak dibanding sekolah lain.”

Sesederhana mengingatkan guru-guru adalah keberanian luar biasa yang dilakukan bapak. Karena ketika kita mengingatkan orang lain, itu berarti kita sudah harus menjadi contoh yang baik. Dan hal itulah yang telah dilakukan bapak. Sebelum mengingatkan, bapak berusaha untuk menjadi contoh yang baik dengan datang ke sekolah lebih rajin dari biasanya, lebih awal dari biasa. Dan juga beberapa kali masuk kelas yang kosong, bahkan tidak hanya mengajar materi tetapi juga memberikan motivasi kepada anak-anak.

Beberapa hari sebelum pelaksanaan rapat, secara sengaja, saya mencari waktu untuk dapat bertanya kepada bapak apa saja yang disampaikan kepada anak kelas lima di depan rekan guru. Bukan tanpa alasan, saya melihat keceriaan muncul diwajah anak-anak setelah bapak masuk kelas tersebut. Istirahat sekolah pun menjadi salah satu waktu yang tepat untuk mengundang cerita bapak. Ya, bapak pandai bercerita, saya menikmati setiap cerita yang bapak sampaikan –walau terkadang face tidak berkawan.

Bapak pun memulai sharing bahwa ketika masuk kelas, beliau menceritakan tentang cerita kolosal zaman dahulu, dimana seorang anak ingin sekali bersekolah namun karena bukan keturunan raja atau menteri sehingga anak tersebut tidak dapat bersekolah. Namun, anak tersebut tidak menyerah, dia membuat lubang pada kelas yang akan ia ikuti, lubang tersebut dibuat untuk dapat melihat atau sekadar mendengarkan penjelasan dari guru dikelas. Ketika kenaikan kelas, lubang pun dibuat ditingkatan kelas yang berbeda. Sampai pada akhirnya, dia membuat lubang di kelas tingkatan terakhir (sebelum kelulusan) dan mendengar bahwasannya akan ada sayembara, siapa yang bisa menjawab seluruh soal yang diberikan oleh raja berhak menjadi penerus raja dan berpasangan dengan anak sang raja. Sayembara pun berlangsung, namun tidak seorang pun dari anak dikelas yang dapat menyelesaikannya dengan baik. Anak itu pun memberanikan diri untuk datang dan menawarkan diri untuk mencoba menyelesaikan tantangan sayembara. Dan berhasil. Semua terkaget, akhirnya anak tersebut menjadi penerus raja –semoga tulisan saya tetap menjaga keaslian cerita dari bapak J. Pesan moril yang bapak sampaikan pada anak-anak adalah rasa syukur kita karena dapat mengenyam pendidikan tanpa perlu membuat lubang untuk bersekolah. Sehingga tidak ada alasan untuk malas bersekolah ataupun tidak belajar ketika sudah disekolah. Saya jadi teringat pantun yang dibuat oleh Susanti murid kelas enam.

Pergi ke hutan membawa panah 

Berlari-lari tersandung akar

Untuk apa kita sekolah

Kalau kita tidak belajar

Cerita bapak secara tidak langsung menambah semangat saya kala itu, semoga guru-guru juga lebih bersemangat setelah mendengar cerita keren dari bapak.

Kami pun menyambut bahagia semangat bapak ditahun kedelapannya ini. Kami percaya bahwa ketika pemimpin memiliki semangat yang luar biasa, maka rekan-rekan guru juga akan lebih bersemangat. Dan ya, itu benar.

Semangat itu menular.

Yang saya yakini, ketika seorang sudah bersemangat untuk mengabdi, maka kita harus berusaha meyakinkan bahwa ia tidak sendirian. Hal itulah yang dapat saya lakukan. Meyakinkan bapak bahwasannya bapak tidak sendirian, tidak hanya dalam perkataan tetapi juga perbuatan. Sesederhana menemani bapak dikantor dengan cerita ringan tentang semangat anak-anak ataupun berkolaborasi dengan bapak untuk tidak membiarkan kelas kosong dengan pendeklarasian didepan guru-guru terlebih dahulu secara jelas dan lantang sebelum masuk kelas tersebut. Sesederhana gercep (gerak cepat) untuk menjadi petugas pemasak mie diwaktu istirahat, special untuk bapak –haha ndak nyambung, ya disekolah kami ada tradisi memasak mie pada waktu istirahat ketika ada bapak.

Saat artikel ini ditulis, bapak sedang menjalani cobaan, sakit. Semoga bapak lekas sembuh dan kembali bersekolah dengan semangat yang lebih memuncak.


Cerita Lainnya

Lihat Semua