info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Permainan Kesabaran

RoisatulAzizah 19 September 2015

“Bu susah bu, kitorang sudah saja ya bu.” “Iya bu, susah bu, banyak lipat-lipatnya.”

Hampir saja mereka menyerah. Sebauh permainan kesabaran. Sejak awal mereka sangat tertarik untuk membuat origami berbentuk burung. Ketika mereka mengetahui bahwa saya membawa kertas origami yang secara sengaja saya letakkan diatas meja di ruang guru, mereka langsung bersemangat mengajak saya ke perpustakaan sekolah. Yang saya yakini bahwasannya ketika seorang mempunyai keyakinan kuat untuk berbuat suatu kebaikan, sesusah apapun itu, pasti akan berhasil pada akhirnya, insyaAllah.

Nah, berputarlah otak saya mencari cara untuk menebarkan cara pembuatan origami burung dengan lebih mudah dan menyasar banyak wajah. Selalu saja mereka berhasil membuat saya berpikir, tapi pada akhirnya mereka juga yang membuka pikiran saya. Simple happiness.

Kami pun berencana membuatnya, dimulai dari kelas enam, lanjut ke kelas lima. Saya sudah meng-nol-kan ekspektasi akan keberhasilan yang mereka cita-citakan. Ya, sebagian dari mereka sangat bersemangat dan sudah jauh mengingatkan pernyataan saya bahwa akan menempelkan hasil origami mereka di majalah dinding (mading) sekolah jika berhasil. Tidak ingin menurunkan semangat mereka, tapi saya juga berusaha realistis. Yang saya tau dan sadari, saya juga (memang tidak jago melipat-lipat) harus berulang kali mencoba sampai-sampai membuat kesal (barangkali) beberapa teman --para master origami-- dalam pembuatannya, terima kasih J.

Baiklah, akhirnya mengadopsi ide sederhana bahwa kunci keberhasilan mewujudkan cita-cita bersama adalah kepercayaan dan kolaborasi cantik nan positif. Ya, saya menyebut pembuatan origami bentuk burung sebagai cita-cita bersama karena jika satu telah berhasil akan sangat mudah membuat pancingan agar yang lain juga berhasil. Maafkan berputar-putar. Jadi, saya mencoba untuk membuat analogi dan peraturan terlebih dahulu sebelum mulai melipat-lipat.

Analogi, terinspirasi dari batang ikan yang biasa digunakan dalam pelatihan organisasi hehe, saya ubah menjadi sebuah kapal kayu. Kapal kayu terbuat dari susunan kayu-kayu. Jika salah satu kayu patah atau rapuh maka, apakah yang akan terjadi pada kapal? Ya, bisa jadi akan bocor, lama kelamaan akan tenggelam. Saya menyatakan dengan penuh keyakinan kepada anak-anak, jika berniat membuat kapal kayu maka semua kayu harus siap dan kuat. Semua kayu, tanpa terkecuali. Semua kayu harus kokoh dan saling mengokohkan. Wajah antusias ataupun penasaran semakin muncul. Sepertinya analogi saya dapat mereka terima dengan baik dan mari bersiap.

Selanjutnya, kami pun mulai menyepakati peraturan pembuatan origami tiga dimensi bentuk burung yang menurut saya bukanlah hal yang sederhana. Peraturan pertama saya coba pancing dari penjelasan analogi. Mereka pun bersuara.

“Ndak boleh nyerah bu.” “Harus saling bantu bu.”

“Kudu sabar berarti ya bu.”

Kami pun menyepakati bahwa kami akan menyelesaikan pembuatan origami tiga dimensi bentuk burung sampai JADI, pantang menyerah, sabar dan saling membantu.

Dengan alasan kesederhaan pemberian instruksi. Tidak, lebih dari itu, untuk lebih memudahkan koordinasi, melatih kerjasama, kepercayaan dan kepemimpinan, saya pun membagi satu kelas (kapal kayu besar) menjadi empat kelompok (kapal kayu kecil). Mulailah pembuatan origami, lipatan demi lipatan lancar dilakukan pada tahap awal. Sangking banyaknya tahapan pembuatan/libatan, kesabaran benar-benar di uji. Syukurlah, pembagian kelompok terbukti efektif menanamkan rasa percaya diri dan kepuasan dalam berbagi. Jika terdapat beberapa anak yang terlewatkan atau kurang memahami langkah yang saya praktekkan, langsung saja saya memancing teman satu kelompok yang berhasil pada langkah tersebut untuk menularkan keberhasilannya pada teman satu kelompoknya sekaligus menjadi leader pada tahap tersebut. Ya, saya mencoba untuk membuat semacam leader atau penanggung jawab pada setiap langkah pembuatan/lipatan origami yang semakin lama semakin membuat pusing kepala. Penanggung jawab pun bertugas untuk membagikan cara yang telah mereka pahami kepada seluruh anggota kelompoknya. Sampai berhasil. Saya pun akan melanjutkan lipatan ketika semua anak sudah siap dan berada pada titik yang sama.

“Sudah bu, kitorang sudah semua, sudah jadi begini bu,” ungkap salah satu anak sambil menunjukkan hasil lipatannya dengan bangga.

Hingga bel pulang sekolah pun berbunyi mereka memaksa untuk melanjutkan. Penasaran. Mungkin itulah kata yang tepat. Curios, passion and persistence adalah kunci keberhasilan, apa sih. Baiklah, tidak sampai hati saya menolak semangat memuncak mereka. Hingga, sampailah kami pada titik akhir pembuatan origami tiga dimensi berbentuk burung. Mereka pun semakin bersemangat.

“Bu, kitorang tuliskan cita-cita di sayap kiri apa kanan bu?”

Ya, langkah selanjutnya adalah menuliskan cita-cita mereka pada sayap kanan atau kiri burung (dalam Bahasa Inggris karena sedang belajar mata pelajaran Bahasa Inggris) dan menuliskan nama mereka pada sayap sebaliknya. Kami pun sepakat menyebutnya burung cita-cita. Semua sepakat untuk menuliskan cita-cita dengan bolpoin tajam dan tanpa ragu menuliskannya. Sebagaimana ketajaman niat dan kesungguhan mereka untuk menjadi lebih kompak dan lebih berani bermimpi. Semangat pun semakin memuncak ketika kami bersiap untuk menempelkannya pada mading sekolah. Segagah burung cita-cita yang hinggap di mading sekolah, semoga anak-anak senantiasa menjaga kesabaran dan keberanian meraih setiap mimpi mereka.


Cerita Lainnya

Lihat Semua