Kemeriahan Agustusan Bersama Para Penggerak Masa Depan

RoisatulAzizah 11 September 2015

Memasuki bulan istimewa peringatan kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu bulan Agustus, hujan pun menyambut akrab setiap harinya, bahkan tanpa henti, tidak jarang hujan turun sepanjang hari di desa kami, Ondo-Ondolu SPC. Desa kami berada didaerah pegunungan. Ketika musih hujan datang, datangnya sepanjang hari. Dingin setiap pagi. Namun, antusias anak-anak tidak pernah luntur terguyur hujan ataupun membeku kedinginan. Semangat mereka menyambut hari kemerdekaan bangsa Indonesia tercinta semakin melekat dengan pembuktian-pembuktian singkat. Mulai dari menuliskan surat pertanyaan siapa yang akan menjadi petugas upacara, sampai datang hampir setiap sore untuk menemani saya mengajak para pemuda desa atau siapapun yang dapat mendukung. Saya pun menyempatkan bertanya pada mereka apakah yang sebenarnya menjadi pematik semangat mereka menyambut hari kemerdekaan bangsa Indonesia.

“Yang penting kebersamaannya bu.”

“Kalo saya bu, mau bu jadi pembaca teks proklamasinya.”

“Kan seru bu, kita kumpul-kumpul.”

Pada awal bulan pun, salah satu guru telah menyatakan siap untuk mendorong dan menggerakkan pemuda desa mengambil tindakan untuk merajut kebersamaan di hari kemerdekaan. Semangat tersebut disambut hangat oleh anak-anak, guru-guru dan bapak kepala sekolah.

“Oh, gampang itu bu, nanti kita atur bersama kalo sudah dekat-dekat harinya.”

Tanggal tujuh belas agustus pun semakin dekat, barangkali sekitar dua atau tiga hari sebelum tanggal keramat itu, tetiba pernyataan dadakan pun terlontar. Pernyataan bahwa harus ada pihak lain yang menjadi otak pelaksanaan dikarenakan suatu hal yang tidak dapat ditinggalkan. Baiklah, pasti ada pihak lain yang harus bergerak. Ahh, sebenarnya tidak begitu baik, karena hari sudah semakin dekat, tapi keyakinan kuat bahwa merdeka saja butuh perjuangan dan banyak jalan untuk meraihnya, apalah kita jika menyerah sebelum titik hari H.

Semakin dekat hari H, semakin rajin anak-anak bersiap. Bahkan seolah mereka siap melakukan apa saja untuk dapat kumpul tujuh belasan. Seperti biasanya secercah harapan selalu datang dititik kepenatan. Seperti biasanya pula, anak-anak datang untuk belajar malam ba’da mengaji atau solat isya’. Namun, malam itu agaknya berbeda, dengan suara motor sepertinya tidak asing terdengar, berhenti tepat didepan rumah.

Pengendara motor pun memberikan salam dan masuk ke dalam kamar belajar ‘inspirasi’, seperti biasanya. Tidak ada yang istimewa. Seperti biasanya pula saya menanyakan pada mereka hendak belajar apakah malam ini dengan menebar senyuman yang berusaha tetap khas. Sejenak saya berjalan kedepan dan belakang. Bukan tanpa alasan, suasana dingin membuat saya harus sering minum air putih. Baiklah, sekilas saya melihat mereka tengah asyik saling menularkan ilmu dari senior ke junior di kamar belajar. Tetiba aha moment menghampiri. Baiklah, tidak mudah, tidak juga susah, Upik namanya, siswa kelas II MTs (SMP) di desa tetangga (Ondo-Ondolu SPB) yang ternyata diminta sekolahnya untuk mengikuti upacara bendera bergabung bersama di sekolah kami, SD Inpres Ondo-Ondolu SPC. Dengan sedikit speak-speak, bergabunglah dia menjadi penggerak utama kemeriahan tujuh belasan dan siap mengajak para penggerak muda lainnya.

Keesokkan harinya, langit seolah berubah menjadi cerah. Bukan seolah, langit sangat cerah, berbeda dengan hari-hari sebelumnya, barangkali menyambut hari bahagia. Anak-anak kelas enam dan kelas lima telah siap untuk berlatih upacara. Dengan semangat empat lima, terik matahari tak mematahkan semangat mereka menuju kumpul tujuh belasan. Pembagian petugas upacara pun dimulai, semua anak bersiap untuk belajar formasi baru, mulai dari pemimpin upacara, pembaca UUD 1945, pembawa pancasila, penjemput inspektur upacara, pembirama dan lainnya. ‘Hari Merdeka’ pun menjadi lagu nasional yang siap untuk kembali dihafalkan. Ya, kali ini menjadi kali pertama upacara setelah kenaikan kelas dan setelah hujan deras yang telah lama membasahi lapangan sekolah.

Formasi penggerek bendera yang baru pun mendorong bapak kepala sekolah untuk turut serta melatih anak-anak. Dengan sabar bapak kelapa sekolah mengajari anak-anak mulai dari melipat bendera, hingga detail langkah para penggerek bendera. Tidak hanya dukungan moril, dukungan materil pun bapak berikan. Terima kasih pak. Lebih lanjut tentang Semangat Bapak Kepala Sekolah disini.

Siang pun menjelang, seolah semesta mendukung. Setelah semua penggerak masa depan berkumpul, kami langsung bersiap menuangkan semangat tujuh belasan. Dimulai dari apa yang terpikirkan tentang tujuh belas agustus sampai dengan ide-ide taktis para penggerak muda bermunculan. Tidak sekadar ide, mereka langsung logis dan realistis melihat keadaan sekitar. Lomba makan kerupuk, balap karung, balap karet sedotan, kelereng sendok estafet, engkol dan tarik tambang menjadi sajian pilihan untuk memeriahkan kumpul tujuh belasan.

Small but strong.

Saya percaya bahwa kolaborasi positif dapat berhasil optimal dengan kerja maksimal. Kerja maksimal segelintir orang lebih bermakna dibandingkan sejuta umat yang hanya duduk saja. Semangat para penggerak muda (Upik, Lutfi, Dul, Ferly dkk.) tersebut mampu menambah semangat guru baru di sekolah kami, anak-anak, perangkat desa, pemuda, guru-guru lain dan semua pihak di desa kami termasuk pemilik toko di depan sekolah.

“Bu, besok kitorang latihan upacara lagi ya.”

Walaupun hari minggu, mereka seolah ingin beraksi, bersiap untuk berlatih maksimal untuk mendapatkan hasil yang optimal. Ya, tanggal tujuh belas agustus jatuh pada hari Senin. Pada hari minggu pagi anak-anak pun berlatih. Sementara disisi lain, para penggerak muda bersiap untuk menyiapkan beragam kebutuhan. Tak lupa bapak BKD pun bersiap untuk membacakan pidato bapak Kemdikbud. Singkat cerita, karena tidak ada lampu listrik apalagi sinyal telepon, kami memperoleh pidato bapak Kemdikbud melalui pesan singkat (SMS) setelah menaiki tanjakan, berdiri diatas motor pula, beberapa lembar pesan singkat pun berhasil dirangkai menjadi sebuah pidato indah nan memukau.

Pelaksanaan upacara segera dimulai, pemimpin upacara belum juga hadir. Segera saja, salah satu dari penggerak muda menyatakan siap menjadi pemimpin upacara dengan latihan singkat terlebih dahulu. Disaat yang bersamaan, bu Iyah, bu Olif, bu Imang pun sedang serius melatih tim paduan suara untuk performa yang lebih matang.  

“Upacara bendera memperingati tujuh puluh tahun kemerdakaan negara Indonesia, Senin 17 Agustus 2015, segera dimulai..”  

Upacara berlangsung khidmat. Pasca upacara kami pun berfoto bersama. Beberapa menikmati sajian makanan yang lagi-lagi hasil kolaborasi, entah dari mana saja. Pantikan semangat menyambut hari istimewa bangsa Indonesia yang lebih indah pun mengisi obrolan para perangkat desa dan guru-guru. Seolah siap untuk berkumpul lebih rame ditahun-tahun depan. Dilanjutkan dengan anak-anak yang antusias tingkat dewa nan ceria merajut kebersamaan dalam nuansa tujuh belasan, mengikuti semua lomba yang ada. Kemeriahan semakin menjadi ketika tali tambang ala-ala yang kami buat putus seketika. Ditutup dengan pembagian hadiah, semua bahagia. Semangat mereka tidak biasa. Senyum mereka tidak biasa. Keceriaan mereka tidak biasa. Salut pada para penggerak muda atau penggerak masa depan, apapun istilah yang cocok untuk mereka, salut atas segala kemeriahan dan keseruan. Tetaplah bergerak dan menggerakkan. Sangat ingat spanduk di depan kelas lima.

Dirgahayu Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 – 17 Agustus 2015.

70th Kemerdekaan Indonesia.

Jayalah Negeriku, Jayalah Bangsaku.

Dengan semangat proklamasi, 17 Agustus 1945, kita tingkatkan semangat pembangunan dan pendidikan untuk Indonesia yang lebih maju.


Cerita Lainnya

Lihat Semua