info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Terimakasih dan Maaf untuk Mul dan Catung

Rizki Mustika 24 November 2013

Kalau saja otakku sedikit lebih besar dari yang sekarang, catatan ini mungkin akan jadi sekuelnya “Tanyakan Aku ‘Arapa, Lek?’”. Sayangnya tidak. Jadi aku butuh bantuanmu Kawan, untuk menyambung-nyambungkannya saja, yah?

 

Terimakasih ya, Mul, Tung..

24 Oktober 2013. Matahari sengit memanas-manasi lapangan bola Pancor Desa Sidogedungbatu, lokasi Perkemahan Besar KKG Gugus 5 Kecamatan Sangkapura. Ojan datang ke tenda induk. Dia baru saja mengantar Mul dan Catung ke Dermaga Bawean di Sangkapura.

Mul dan Catung kawanku seperguruan. Empat tahun kami belajar silat di fakultas yang sama. Dengan Mul aku pernah satu organisasi dan beberapa kali satu kepanitiaan. Dengan Catung aku satu komunitas dan beberapa kali kerjasama dalam project-nya Sementara Outbound Inc. Mul lulusan pondok pesantren Negeri 5 Menara. Ia kini seorang freelancer handal dan profesional. Kerjanya project sana project sini sesuka hati. Mobilitas dan fleksibilitasnya tingkat tinggi. Kalau Catung, ‘tadinya’ adalah seorang anak emas di sebuah perusahaan consultant baru di ibukota. Si Ibu Boss selalu saja memenuhi segala nego dan lobi-lobinya. Bagaiamana tidak, Catung anggota tim inti pendiri perusahaan. Ibu Boss dulu pernah jadi dosen tamu, terpikat hatinya pada Catung, dan memintanya bergabung. Ohya, aku sebut ‘tadinya’ karena Catung baru saja resign dan sedang mengejar jalur karir yang lain. 

Sejak Jumat malam, mereka berdua sampai di Pulau Bawean. Hari ini mereka sudah harus kembali ke Puau Jawa. Ojan lalu mengeluarkan sebuah bungkusan dari ranselnya dan bilang,

“Ini dari Mul, katanya buat Tika.” Belum lagi memegang titipan Mul, aku reflek teriak.  

“Ya, Allooooooh emmuuuuul!!” Aku mengenali isinya. Itu jaket Mul. Tadi pagi aku lihat Mul memakainya, sebuah jaket hijau army kecoklatan dan ada bordiran bendera merah-putih dijahitkan di lengan kanannya. Warnanya saja membuatku suka, apalagi bordiran itu. Beberapa barangku memang berwarna hijau army dan beberapa lainnya ditempeli sticker atau bordiran merah putih juga. Aku sempat bilang pada Mul,

“Wih Mul, kece jaketnya! Buat Tika aja, Mul! Aku serius menyebut jaket Mul kece. Tapi sumpah aku bercanda bilang ‘Buat Tika aja”. Jaket itu ukuran cowok. Akan kebesaran jika kukenakan. Bahannya tebal dan berat bukan main. Membayangkan memakainnya di tengah udara panas siang malam Bawean sama gerahnya dengan memikirkan bagaimana mencucinya nanti, tanganku tak akan cukup kuat untuk mengucek dan memeras jaket ini dalam keadaan basah. Lagipula baru beberapa hari lalu aku mengirim 2 jaketku kembali ke Depok. Aku sadar telah membawa kostum yang salah. Itupun aku masih menyisakan 1 jaket jumper, 1 sweater, dan 2 cardigan. Lebih dari cukup, kurasa.

Aku sungguh menyesal bilang pada Mul begitu. Aku lupa kalau Mul adalah Mulyates, seorang filsuf kampus. Segenap civitas academica satu almamater pastilah sependapat kalau jalan pikirannya Mul seperti gelombang laut Gresik-Bawean yang BMKG saja kewalahan memprediksi. Aku juga lupa kalau genuin-itas dan altruisme-nya Mul konsisten ada di level advance. Habis dari Bawean Mul tidak langsung pulang. Ia dan Catung akan melanjutkan perjalanan ke Semarang. Namanya perjalanan, orang pasti butuh jaket. Dan Mul malah meninggalkan jaketnya padaku. Sungguh terlalu.

Lain lagi Catung. Meski bermasalah dengan face validity ia kawan yang super baik hati. Term face validity biasa digunakan untuk alat ukur psikologi, memang. Tapi kali ini bolehkan saja aku gunakan untuk Si Catung ya, Kawan. Face di sini literal maknanya. Maksudku, Catung anak baik-baik bertampang mesum. Dia briliant bermuka bego. Ia detail dan sangat cekatan tapi berwajah lemot. Ya begitulah. Wajah Catung menipu.

25 Juli 2013. Aku, Kinkin, Eni, dan Ano di sekolahnya Pak Cuk. Beliau tokoh pendidikan juga. Pak Cuk sedang tak ada jadi kami menunggu-nunggu. Tau-tau Catung telfon. Ia bertanya serius tentang bagaimana caranya ke Bawean. Tadinya kami hanya bincang-bincang sambil lalu lewat chat tentang rencananya datang ke Bawean. Eh, Si Catung serius ternyata. Maka sampailah ia di Bawean.

Dan Kawan tau, apa yang Catung bawakan?? “Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah”! Inilah satu dari banyak kebaikhatiannya. Itu novelnya Tere Liye yang aku belum sempat baca sebelum penugasan. Bukunya sudah berhari-hari duduk manis di kamar kosan, padahal. Novel ini kiriman dari Yori, Fifit, Ridho, Prima, Via, Mail, Icha. Kurasa Icha yang pilihkan. Ia yang tahu, sejak 2011 aku langganan tulisan Tere Liye. Novel itu ditulisi ucapan dan disertai rekaman. Ucapannya ditulisi bersama, masing-masing satu ucapan. Dan rekamannya Catung yang ambilkan. Haha, melihatnya aku tak bisa berhenti tertawa. Terbayang masa-masa konyol jaman dahulu kala.  

Terimakasih ya. Kunjungan kalian berarti sangat. Mengingatkan aku masih Tika yang biasanya.

 

Maaf ya Tung, Mul...

15 Oktober 2013. Matahari Gresik purna tenggelam. Mul baru saja sampai. Tadi pagi ia bertolak dari Jogja. Catung belum lagi datang. Rencananya besok siang ia baru berangkat dari Sragen. Mul berkisah lepas tentang perjalanannya sejak malam 7 Oktober meninggalkan ibukota berdua Catung. Tentang tempat, kejadian, dan orang-orang menarik sepanjang jalan. Di tengah-tengah kisah, Mul bilang,

“Iya, Catur katanya mau lihat kelas Tika. Mau ketemu anak-anak...”

Aku sungguh minta maaf untuk ini Tung, Mul. Sumpah, aku sudah merencanakan pertemuan kalian dengan anak-anakku. Kalian tidak hanya akan kupaksa mengajar jarimatika, berdrama bahasa inggris, mendongeng, atau cerita apa saja di kelas. Aku akan ajak kalian ikut les tambahan dan mengecek hapalan perkalian 1 sampai 6 mereka juga. Aku akan ajak kalian ngolencer ka tasek-tasek, ka noko, ka manukan aeng, dan ka ghunung, ngalak buah ciri, manceng, mendayung cukong ke keramba lobster dan kakap merah, melompat bebas dari bibir labuan ke lautan, dan menyusur pantai malam-malam berburu kepiting dan ikan. Aku akan ajak kalian menyaksikan matahari muncul dari permukaan laut dan tenggelam ditelan siluet wajah Bawean. Semua sudah kurencanakan. Run down perharinya sudah mati kuhapalkan.

Tetapi tak satupun kulakukan. Sungguh, aku minta maaf. Telah terjadi banyak sekali perubahan.  

13 Oktober 2013. Harusnya Catung dan Mul layar dari Gresik ke Bawean pagi ini naik Tungkal. Tapi tiba-tiba aku harus layar ke arah sebaliknya. Kalian batal ke Bawean.

14 Oktober 2013. Aku dapat kabar kalau Perkemahan Besar KKG Gugus 5 dimajukan. Dari 8-10 November jadi 22-24 Oktober. Kinkin dan aku Penanggung Jawab Acara. Pesertanya 200-an dan itu benar-benar minggu depan. Sudah terbayang, begitu sampai Bawean aku akan hectic persiapan.

17 Oktober 2013. Harusnya aku, Catung, dan Mul layar dari Gresik ke Bawean pagi ini naik Bahari Express. Sampai di Bawean siang dan bisa langsung ke Gili, nyebrang. Tiba-tiba gelombang besar. Tak ada kapal yang layar. Kami batal ke Bawean.

18 Oktober 2013. Setelah berlayar 13 jam, pukul 20.00 kami sampai di Bawean. Harusnya besok pagi kalian bisa ikut aku ke Gili, pulang. Tapi tak bisa. Sorenya ada pertemuan, urusan Olimpiade Sains Kuark. Jadi malam itu juga kuminta kalian naik gunung ke Tanah Rata, menginap di sana bersama Ojan. Perjalanan malam hari menggunakan sepeda motor butuh waktu 2 jam untuk pemula.  Benar-benar maaf, aku telah tega.

20 Oktober 2013. Sore ini harusnya kalian sudah bisa ke Gili. Tapi persiapan Perkemahan Besar KKG Gugus 5 selesai hampir malam. Sampai pulang aku melewati kawasan tak bersinyal, tidak memungkinkan melakukan panggilan. Jadi pukul 19.00 aku layar ke Gili tanpa kalian.

21 Oktober 2013. Sejak semalam aku mengirim pesan agar kalian menyusul ke Gili, ikut klotok orang dari pasar. Aku menunggu. Tapi tak kunjung datang. Mungkin pesanku tak sampai, terkendala sinyal.

22 Oktober 2013. Ini hari H-nya Perkemahan Besar. Semua anak kelas 4,5, dan 6 SDN 4 Sidogedungbatu ikut kemah. Semua Guru turut jadi pembina. Kelas 1, 2, dan 3 diliburkan. Sekolah kosong. Kalian bilang mau ke Gili hari ini. Tapi subuh-subuh aku malah layar meninggalkan Gili. Persiapan untuk nanti siang pembukaan perkemahan. Kalian urung ke Gili, malah mengunjungi dan membantu persiapan di bumi perkemahan.

23 Oktober 2013. Puncak hectic-nya hari ini. Kegiatan Outbound dimulai sejak pagi. Catung dan Mul melancong berdua saja ke Gili.

24 Oktober 2013. Pagi-pagi Catung dan Mul turun dari Tanah Rata. Muncul di bumi perkemahan, pamitan untuk layar kembali ke Jawa.

Sungguh, maaf. Banyak sekali hal yang kusesalkan. Tak seharipun kuluangkan waktu buat kalian, malah kalian yag berkali-kali meluangkan waktu untukku.

 

 

Terimakasih kepada Ojan dan Emak sekeluarga yang telah menampung Mul dan Catung. Ano, Pak Jaka sekeluarga, Pak Mujo sekeluarga, Kinkin dan Emak sekeluarga, Naim, Pak Rahman atas kebaikhatian dan keramah-tamahan. Pak Juma sekeluarga yang di Gili telah menyelamatkan mereka dari kelaparan. Pemilik klotok yang telah mengijinkan mereka mumpang gratis dan pemuda Gili yang telah membawa mereka berkeliling. Sungguh tak tahu lagi, jika tak ada kalian.

Replikatika, 30 Oktober 2013


Cerita Lainnya

Lihat Semua