Pulau Gili dan Kerambanya
Rizki Mustika 24 November 201311 Oktober 2013. Matahari tengah garang. Kata orang Bawean, panas sedang puncak-puncaknya sekarang. Kukayuh sepeda yang kupinjam dari Bu Sofi menuju alun-alun. Ke warnetnya Pak Jaka. Aku bersyukur jaraknya dekat, kurang dari 2 km saja.
Ini H-4 peluncuran Keramba Gili perdana oleh Tim Redaksi baru. Seperti yang kuceritakan di “Kami Adalah Kompor-Kompor Berjalan”, Keramba Gili ini selebaran media informasi. Rencananya akan kami luncurkan di Hari Idul Adha nanti. Kalau menurut timeline, hari ini harusnya semua tulisan telah masuk ke PJ Konten, dan PJ Design sudah mulai bekerja menyusunnya. Meski begitu, sesuai kesepakatan, semua jobdesc dilakukan bersama-sama. Saling back up. Makanya malam ini akan diadakan rapat di rumahnya Pak Jamali, di Barat Pulau Gili.
Tapi mau bagaimana, Ano sakit. Pelatihan Wanadri berhari-hari di Hutan Kareumbi akan jadi sia-sia dan sertifikatnya juga jadi selembar kertas biasa jika kredibilitas sebagai ‘Pasukan Siaga’ tidak dijaga. Jadilah aku sejak Kamis ada di Sangkapura, kota kecamatannya Bawean. Sabtu pagi, kami akan layar ke Gresik, mengantar Ano ke Rumah Sakit. Hari ini aku tak bisa kembali ke Gili.
Beruntuntungnya, Pak Bul dan Pak Ending bersemangat sekali. Mereka sengaja ke Sangkapura, kumpul di warnet Pak Jaka, untuk bisa rapat dan mulai menggarap Keramba Gili. Bolak-balik bersepeda di tengah hari dan sedikit tragedi yang terjadi pagi ini jadi terobati.
13 Juni 2013. Besok siang sehabis Shalat Jumat, Tim Bawean akan berangkat. Malam itu malam terakhir PM VI berkumpul lengkap 74. Beberapa orang PM terdahulu datang, ikut berkumpul dengan kami di aula wisma. Mungkin jadi ajang nostalgia buat mereka dan jadi mini transisi dan tranfer motivasi juga. Nah, di sini aku pertama kali dengar Keramba Gili, saat bertemu muka dengan Kak Wintang. Sebelumnya aku hanya baca tulisannya di buku Indonesia Mengajar jilid 2 dan dengar namanya dari camp manager kami, Kak Putri.
Aku sempat bincang-bincang dengan Kak Wintang. Di sana dia bilang,
“Keramba harus kamu lanjutkan!” Eh, apaan itu keramba? Kak Wintang menyebut-nyebutnya tanpa aba-aba.
“He?? Apa, Kak?” Kupikir setelah dua bulan camp telingaku mulai disfungsi.
“Iya. Di Gili ada buletin, namanya Keramba Gili. Bagus, biar warga Gili dapat pasokan informasi.”
“Oh, yaya.” Aku ini intuitif kutub ekstrim, Kawan. Pikiranku melompat-lompat, sangat mudah teralihkan. Aku tiba-tiba memikirkan packing. “Hmm.. gimana ya membagi barang bawaan ke dua tas”. “Yang satu untuk seminggu di Kabupaten, Kecamatan, dan di hostfam-nya Kak Wahyu. Itu pasti sowan sana sini. Mesti ada baju formalnya, berarti”. Pembagian ini sebenarnya untuk mempermudah saja. Biar tak packing sering-sering. Tapi itu sungguh tidak lebih penting dari kesempatan mini transisi bersama PM pertama Gili. Jadinya aku tak begitu paham Keramba Gili.
21 Juni 2013. Hari Ketigaku di Pulau Gili. Aku tinggal bersama Kak Wahyu. Menurutnya, aku mesti ditransfer ilmu dulu. Banyak sekali data yang ia wariskan. Kuperiksa satu-satu dan sekilas kubaca. Sampai pada folder bernama “Newsletter Keramba Gili”. Kami membahasnya. Kak Wahyu bertanya,
“Kamu bisa nulis, kan?” Setauku itu jenis closed-ended question, Kawan. Tambahan partikel “kan” punya intensi untuk menekan lawan bicara agar menjawab “Ya!”. Kemungkinan lain, pertanyaan itu sebenarnya proyeksi jiwa. Mungkin Kak Wahyu sebenarnya sangat berharap aku tidak sebodoh yang ia kenal selama ini, 2 minggu sewaktu aku masih camp, 4 hari di Gresik, 2 hari di Bawean, dan sudah masuk hari ketiga di Pulau Gili.
Kebanyakan orang biasanya langsung menjawab pertanyaan semacam itu dengan “Ya” atau “Tidak”. Tapi seperti yang sudah kubilang Kawan, aku intuitif kutub ekstrim. Pikiranku melompat, berusaha mengingat-ingat “Kapan aku pernah menulis buat media?”. Rasanya tak pernah. Media sosial pun tidak. Aku tak punya blog. Facebook pun tak pernah sekalipun kumuat catatan.
Aku paling-paling cuma menulis esai, makalah, laporan penelitian, dan sejenisnya. Semuanya juga kutulis untuk sekadar memenuhi kewajiban. Biar boleh ikut ujian. Atau terpaksa kutulis buat syarat seleksi masuk sebuah UKM penelitian di kampus, seleksi mapres-mapresan fakultas, atau PKM-PKMan. Buat media? Mana pernah. Aku tidak mau bohong, mematahkan harapannya Kak Wahyu tidak juga. Jadi kujawab pertanyaannya,
“Kalau terpaksa sih aku nulis Kak..” Kak Wahyu sepertinya menerima jawaban itu. Ia lalu menceritakan Keramba Gili. Tetang sejarahnya, artikel-artikelnya, dan sumber tulisannya. Detail. Sampai dimana tempat nge-print dan fotokopinya. Intinya, Kak Wahyu ingin aku melanjutkan Keramba Gili.
Yah, kedua PM pendahuluku menyayangi Keramba Gili dengan sangat. Sampai-sampai mereka berwasiat. Aku teringat cerita Pak Anies, saat beliau bertemu petugas bandara yang bekerja melebihi tanggung jawabnya. Aku rasa Kak Wintang dan Kak Wahyu adalah orang-orang yang seperti itu. Orang-orang yang tidak hanya bekerja baik, tapi juga bekerja lebih. Sungguh, aku juga ingin begitu.
15 Oktober 2012. Ini Hari Idul Adha. Aku sedang di Gresik. Di seberang lautan sana, Keramba Gili sedang didistribusikan. Tak cuma warga, orang-orang dari sebuah yayasan yang mengadakan kurban di Gili juga ikut kebagian. Timeline terpenuhi. Kepada pemuda-pemuda ini, aku angkat topi;
“TIM REDAKSI KERAMBA GILI
Pelindung: Mas Wahed, Pemimpin Redaksi: Moh Saifullah, Penanggung Jawab Konten: Jamali, Penanggung Jawab Design dan Dokumentasi: Bung Ending, Distributor: Suherman” *
Dan inilah kutipan Salam Redaksi kami,
“Newsletter Keramba Gili sudah ada sejak Bulan Desember tahun 2011, atas ide saudara kita Wintang Haryokusuma. Kemudian telah dilanjutkan oleh saudara kita Wahyuddin M.Y hingga pertengahan tahun 2013. Kini, sudah saatnya Keramba Gili kita asuh sendiri. Menjadi sebuah persembahan dari Gili, oleh Gili, dan untuk Gili, dengan tidak mengurangi tujuan pencetus pertamanya.”*
Kupikir Kak Wintang dan Kak Wahyu sama sepertiku. Sedang berdoa semoga pemuda Gili terus begini. Selalu bersemangat bergerak, mengubah diri, membangun negeri.
* dikutip dari Keramba Gili No. 1/Tahun III/Oktober 2013
Dan semoga kita juga sama.
Replikatika 20 Oktober 2013
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda