Cerita Si Ano

Rizki Mustika 24 November 2013

14 Oktober 2013. Pukul 04.45, langit di luar jendela masih gelap. Aku bangun di Ruang Pinus 304, Paviliun 3, sebuah kamar pasien rawat inap di lantai 3 Rumah Sakit Semen Gresik. Ano sakit. Hepatitis A.

Sejak Sabtu minggu lalu sudah ada yang tak beres. Kepala Ano pusing-pusing. Akhir-akhir ini, kegiatan ‘kompor-mengompor’ sedang marak. Jadi Ano dalam seminggu penuh ini memang turun naik gunung ke kota kecamatan. Aku serius bilang ‘turun naik gunung’, Kawan. Ano memang tinggal di gunung. Pinang Gunung nama desanya.

Ano bilang pusing-pusingnya akibat rambutnya sudah terlalu panjang. Rambut Ano sebenarnya tak lebih panjang dari 2 cm. Tapi memang, rambut Ano biasanya lebih pendek dari itu. Kepala Ano biasanya nyaris botak. Kami percaya saja. Dan Kawan boleh menyebutku dodol.  Waktu itu, aku dengan sangat serius menyarankan Ano untuk segera potong rambut.

Seninnya, aku dapat pesan singkat dari Kinkin mengabarkan Ano drop, gejala hepa. Ano dan Kinkin memang yang paling lancar WA-nya. Informasi bersumber dari WA biasanya selalu datang dari mereka. Ku-cross check, tak bisa. Ano tak balas. Kurasa masalah sinyal.

Kamis sekitar pukul 11.30, Kinkin menelfon. Langsung ke Pulau Gili dari Gunung Serambah. Kinkin bilang, Ano sekarang ada di Sangkapura, Kota Kecamatan Pulau Bawean. Ojan yang antar Ano periksa. Kinkin belum bisa turun gunung, Naim belum bisa keluar rumah, terkendala transportasi. Eni tak tau kabarnya. Tak bisa dihubungi. Memang, sinyal dan Eni sudah seperti Indonesia-Malaysia, kurang akur begini. Dalam pikiranku Ano sudah terkapar di Puskesmas. Ku-cross check, lagi-lagi tak bisa. Sinyal lagi, kurasa. Jadi aku langsung packing saja. Pelatihan Wanadri selama camp telah mencetak kami semua jadi Pasukan Siaga. Siap Antar Jaga.

Maka Sabtu pagi kami layar. Siang sampai di Gresik. Sorenya Ano sudah di ruangan rawat inap,  lengkap sudah selang-selang infus terpasang. 

Tersebutlah Rezano Prayudi Putra. Kami dan 68 PM VI memanggilnya Ano, anak-anaknya di SDN 4 Teluk Jati Dawang di Desa Pinang Gunung, Kecamatan Tambak, Pulau Bawean, memanggilnya Pak Reza. Ano koordinator kelompok kami. Ano canggih luar biasa. Ia lulusan luar, Malaysia. International Islamic University Malaysia (IIUM) nama kampusnya, Business Administration jurusannya. Semasa kuliah ia tergabung dalam International Student Division (ISD ). Isinya anak luar negri semua, dari segala benua, dan cuma ada dua anak indonesianya. Ano salah satunya.

Bahasa inggrisnya? Jangan ditanya. Ano akan bilang, “Aku belajar dari Google Translate kok”. Tapi sumpah, dia lebih jago. Pronounce-nya lebih aduhay dari Minerva Mc Gonagal. Bertajwid dan qalqalah, Kawan.

Pertemuan pertama PM VI terjadi di dunia maya. Seseorang yang inisiatif tingkat tinggi dan niat luar biasa telah membuat sebuah group dan mengundang semua anak aneh (jika kurang sopan menyebutnya dudul) yang kebetulan lolos seleksi jadi PM angkatan VI. Kusebut inisiatif tingkat tinggi karena memang bergeraknya cepat sekali. Dan memang sesuai kebutuhan. Kami yang tidak saling kenal, beda kota, beda pulau, beda negara tempat tinggal, sama-sama akan dikarantina selama penuh dua bulan. Ya, segala yang kami butuhkan hanya komunikasi. Dan kubilang niat luar biasa karena nama kami belum lagi diumumkan, bahkan belum genap 74 anak yang menerima panggilan. Jadi si pembuat group ini mesti bolak-balik tanya pada panitia perekrutan. Group ini Ano yang buatkan.

Kiprahnya Ano di group ini pun mengesankan. Ia menjadi pemilik lapak yang baik. Ano selalu jadi titik pusat koordinasi, ia meng-compile segala ide, issue, atau data apapun yang masuk. Ano juga pro pada anak lamban semacamku yang rentan ketinggalan. Ano tidak akan bosan mengulang point-point kesimpulan pembicaraan.

Nah, selama karantina bisa dibilang aku tak kenal Ano. Kami dicampur baur memang. Kami punya banyak sekali kelompok dengan anggota yang berbeda. Kelompok fasil, kelompok kelas, kelompok RPP, kelompok micro teaching, dan sebagainya. Saat belajar di kelas ada banyak rolling kelompok lagi. Dalam sehari kami bisa-bisa membentuk empat sampai lima kelompok. Tapi tak pernah sekalipun aku sekelompok Ano. Ano juga jarang bicara dalam kelas besar. Jadi, dengan Ano aku cuma tau muka dan nama.

Sampai hampir lewat pertengahan camp, suatu hari dalam rapat pleno kedua KBB. KBB itu harfiah seperti namanya. Sebuah Kegiatan Belajar Bermain yang diadakan buat berkisar 200 anak dari SD-SD sekitaran lokasi barak (rumah camp kami). Acara ini harus matang dan siap jalan dalam 4 hari persiapan. Di kesempatan itu anak acara sharing tentang konsep yang sudah digodok sampai lewat tengah malam di hari sebelumnya. Kami bermaksud untuk membenturkan lagi konsepnya, biar jadi semakin bulat. Sehingga utuh dan penuh jadi milik bersama.

Ano angkat tangan mengajukan diri. Kupikir selama ini di kelas besar Ano sudah cukup banyak mendengar dan mencerna. Akan jadi kesempatan berharga buat semuanya mendengar Ano bicara. Maka kupersilakan. Ano mulai bicara. Udara di ruang Iphone berubah jadi sejuk khas Bandung. Di latar belakang Ano seperti ada saung-saung. Cara bicara Ano enak didengar, mirip suling menembang lagu “Es lilin mah ceuceu buatan banduuung...”. Isi bicaranya juga krusial. Sebuah masukan agar acara di hari-H berjalan lancar.  

Eh tau-tau saat pengunguman penempatan, aku, Eni, Kinkin, Ojan, Naim sekelompok Ano. Ano kami  sepakati jadi koordinator kelompok. Sejak itu sampai sekarang Ano telah jadi koordinator yang baik.  Ano sering sekali meng-upgrade pengetahuan. Sumbernya valid, kebanyakan dari buku-buku yang sudah khatam dibacanya. Tentang nilai-nilai kehidupan. Tentang pemaknaan kejadian. Tentang mengejar mimpi. Tentang tidak sekadar menjalani hidup tapi menikmati. Tentang tak cuma menghadapi tantangan tetapi mencari.

Ano juga koordinator yang bertanggung jawab dan sadar peran.

18 Oktober 2013. Pukul 20.00, Kapal Satya Kencana II baru saja sandar di dermaga Bawean. Sudah 13 jam kami mengarung Laut Jawa. Kawan mesti tau, saat-saat bulan purnama begini gelombang Laut Jawa jauh lebih memabukkan dari Anggur Merahnya Pak Meggy Z. Ano sudah sejak kemarin sampai di Bogor. Ia cuti. Tapi seharian ini entah sudah berapa kali dia bertanya "Gimana Kapalnya, Tik?, "Gimana gelombang?", atau “Udah nyampe tik?”. Ano masih juga mengurusi kerjaan kami “Tik, kirimin no WA-nya Bu Wei..”, “ Tik, Bu Mai SMS, katanya beliau sudah bertemu pak Mahfud”, “Nanti kabari hasil pertemuan kalian sama Pak Roin ya..” dan lain-lainnya. 

Yah, begitulah Cerita Ano. Ia seperti Pak Bul Vs Self Sabotage juga, ada banyak hal yang belum terceritakan. Nantilah kusambung lagi kapan-kapan.

 

 

... Empathic joy hypothesis ...

Replikatika, 17 Oktober 2013


Cerita Lainnya

Lihat Semua