Peringatan Isra Mi’raj : Ajang Pencarian Bakat Da’i Cilik

Rini Setianingsih 12 Juni 2014

Suatu hari saya di SMS oleh Ketua Karang Taruna desa saya, Tengku Zainal Abidin yang juga meruapakan guru mengaji di Balai Pengajian Miftahul Jannnah. Isi SMS-nya diminta untuk hadir di Balai Pengajian Miftahul Jannah di desa saya. Saya diminta untuk membantu mempersiapkan peserta lomba cerdas cermat dan lomba pidato yang akan berlaga di tingkat kecamatan. Setiap malam selama beberapa minggu saya pergi ke Balai Pengajian. Mempersiapkan soal dan membahasnya bersama anak-anak. Tak lupa juga lupa berbagai macam buku agama saya baca bersama anak-anak. Mencari jawaban dari pertanyaan yang kami tidak ketahui jawabannya. Tak ketinggalan juga memberikan saran apa saja yang perlu ditingkatkan dari pidato yang sudah disampaikan. Bak komentator handal ajang pencarian bakat di layar kaca.

Setelah banyak malam bergulat dengan pengetahuan agama Islam dan mendengarkan berbagai macam gaya berpidato dari para peserta. Sampailah pada malam yang menentukan. Malam itu adalah malam puncak dari persiapan lomba, malam peringatan Isra Mi’raj 1435 H di Gampong Geudumbak, Kecamatan Langkahan. Malam itu, semua anak yang mendaftarkan diri menjadi peserta lomba di kecamatan akan menunjukkan apa saja yang sudah dipersiapakan selama latihan. Malam itu bukanlah malam lomba di kecamatan. Malam itu adalah seleksi di tingkat desa yang memberikan bagaimana nantinya lomba di tingkat kecamatan. Malam itu sebenarnya hanyalah simulasi, namun kenyataannya merupakan pembuktian siapakah di antara mereka yang berikhtiar dan berdoa paling kuat.

Malam itu, Balai Pengajian Miftahul Jannah ramai sekali. Balai Pengajian yang aslinya memang sudah ramai nampak padat, muridnya saja mencapai 100 orang, ditambah lagi penonton dari berbagai kalangan mulai dari perangkat desa, orang tua peserta hingga warga sekitar yang tertarik untuk datang. Malam itu, Balai Pengajian Miftahul Jannah tidak sesederhana biasanya. Dia bersolek. Berhias dengan berbagai berbagai warna-warna meriah, bersolek dengan lampu-lampu, tulisan dan dekorasi khas Aceh. Malam itu, Balai Pengajian Miftahul Jannah siap menyelenggarakan Peringatan Isra Mi’raj 1435 H.

Malam itu, acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Quran. Lalu dilanjutkan dengan ajang pencarian bakat berdakwah : lomba pidato. Malam itu, ada enam peserta yang akan menampilkan materi dakwahnya selama kurang lebih 12 menit. Malam itu, berbagai macam bakat berdakwah saya dengarkan dengan berbinar-binar. Baik sambil menulis catatan di kertas penilaian, maupun sambil melihat Al-Quran saat ayat suci dibacakan. Ya, malam itu saya menjadi juri lomba, baik lomba cerdas cermat maupun lomba pidato. Saya menjadi juri lomba bersama Tengku Munawar (salah satu Tengku di desa) dan Pak Muksalmina, S.Pd (Ketua Pemuda Desa Geudumbak). Malam itu, saya menilai gesture dan non verbal communication dari para da’I cilik. Tengku Amar menilai kemampuan membaca Al-Quran dan kesesuainnya dengan isi pidato yang disampaikan, sedangkan Pak Muksal menilai isi materi dari pidato yang disampaikan.

Keenam peserta sudah tampil. Ada yang menyampaikan dakwah dengan berapi-api, ada yang sedih mendayu-dayu karena pesan yang disampaikan sangat menyayat hati. Hingga saya piker anak itu nyaris menangis di atas panggung. Setelah keeenam peserta tampil, tiba saatnya lomba kedua yaitu lomba cerdas cermat. Lomba ini diikuti oleh enam peserta yang terbagi ke dalam dua tim, tim agam (anak laki-laki dalam bahasa Aceh) dan tim inong (anak perempuan dalam bahasa Aceh). Lomba ini sangat menentukan sekali, karena ternyata kedua tim bersalah dari dusun yang berbeda, sehingga siapapun yang menang akan menentukan dusun mana yang lebih juara. Lomba cerdas cermat itu, terdiri atas dua babak, babak pertanyaan kelompok dan babak rebutan. Babak rebutan sangat seru sekali, karena masing-masing tim harus adu cepat memencet bel terlebih dahulu agar dapat menjawab pertanyaan rebutan itu. Dan jika jawaban salah, maka peserta harus rela nilainya dikurangi 100, begitu pula jika jawabannya benar peserta harus rela nilainya ditambah 100.

High risk high return!

Setelah dua babak itu dilalui akhirnya diketahuilah bahwa tim agam yang memenangkan Lomba Cerdas Cermat Peringatan Isra MI’raj 1435 H. Muka bahagia tampak sekali muncul dari tim agam, sedangkan muka berduka juga muncul pada tim inong. Wajar memang jika akhirnya tim agam yang memenangkan perlombaan, karena tim agam jauh lebih lama belajar dan jauh lebih keras dalam berusaha. Sebagai yang membimbing mereka saya mengakuinya. 80 % dari pertanyaan bisa dijawab tim agam dengan benar, dimana semua pertanyaan sudah diajarkan ketika latihan. Itulah hidup, siapapun yang berusaha keras dia yang mendapatkan hasil.

Man Jadda Wa Jadda!

Di akhir acara, setalah lomba cerdas cermat usai, juara lomba pidato pun diumumkan. Setelah berunding cukup lama dengan juri, akhirnya juara pun ditentukan. Juara pertama jatuh kepada Farhan yang menyampaikaan dengan berapi-api tentang dzalimnya koruptor terhadap anak yatim. Juara 2 jatuh kepada Zahratulmuna, peserta yang paling kecil dalam segi umur namun sangat elok dan komunikatif saat dipanggung membawakan tema pidato mengenai peristiwa Isra Mi’raj. Juara 3 jatuh pada Miswatul Khyra yang menyampaikan pidato tentang Narkoba. Di akhir, para juara menerima hadiah berupa piala, piagam dan sejumlah amplop (terimakasih Pak Geuchik yang telah memberikan hadiah tidak terduga ini dan pastinya sangat membuat juara senang hehe). Dan tidak lupa foto bersama dengan semua pihak yang terlibat.


Cerita Lainnya

Lihat Semua